Al-Habib
Ahmad Bin Alwi Al-Haddad, HABIB KUNCUNG.
Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad adalah seorang yang
memiliki khoriqul a’dah yaitu diluar kebiasaan manusia
umumnya atau disebut dalam bahasa kewalian "Majdub" atau
disebut dengan ahli Darkah maksudnya disaat orang dalam kesulitan
dan sangat memerlukan bantuan maka beliau muncul dengan tiba-tiba. Habib
Kuncung lahir di Gurfha, Hadramaut, Tarim pada tanggal 26 syaban 1254 H dan
beliau belajar kepada ayahanda beliau sendiri Al habib Alwi Al Haddad dan
belajar pula kepada Al habib Ali Bin Husein Al Hadad, Hadramaut, Al Habib
Abdurrahman Bin Abdullah Al Habsyi dan kepada Habib keramat Empang Bogor, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Attas. Karena sering memakai kopyah
atau topi yang menjulang keatas (kuncung; bahasa Jawa) maka beliau digelari
Habib Kuncung.
Dikala beliau dewasa beliau didatangi oleh Rasulullah
SAW yang akhirnya beliau ziarah ke Madinah, selanjutnya dalam bisyarah beliau
disuruh ke Pulau Jawa oleh Nabi SAW.
Dalam suatu cerita yang didapat dari Al Habib Husein Bin
Abdullah Bin Mukhsin Al Attas beliau menuju ke Lombok kemudian menikah dan
memiliki seorang anak, didalam satu riwayat, di Bogor ketika beliau menziarahi
guru beliau, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Attas, waktu itu Al Habib Abdullah
Bin Mukhsin sedang sarapan pagi tiba-tiba Habib yang berkharismatik tinggi yang
bermagam mulia ini tersenyum, lalu ditanya oleh murid beliau, Al Habib Alwi Al
Haddad, "Ada apa dikau tersenyum wahai guruku yang mulia?"
"Lihatlah ya Alwi, itu Ahmad sedang menari-nari," seru beliau. Habib
Alwi pun melihatnya seraya beliaupun tersenyum, "Apakah kau lihat ya
Alwi?" seru Habib Keramat Empang , "Apa wahai guruku?" tanya
habib Alwi, beliau menjawab, "Ya Alwi, itu habib Ahmad menari-nari dengan
bidadari."
Kecintaan habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad (habib Kuncung)
bagai ayah dan anaknya sehingga dimanapun ada habib Abdullah Bin Mukhsin pasti
di situ ada habib Ahmad.
Akhir-akhir masa sebelum wafatnya Al Habib Ahmad Bin
Alwi Al Haddad tak habis-habisnya beliau menyenangi hati seorang gurunya,
sesampainya beliau ditinggal oleh guru kesayangannya, akhirnya pada tahun 1345
H tanggal 29 Syaban sekitar tahun 1926 M pada usia 93 tahun beliau, Al Habib
Ahmad Bin Alwi Al Haddad, kembali ke rahmatullah dan di makamkan atau dikubur
di pemakaman keluarga Al Haddad Kalibata, Jakarta Selatan dan setiap hari
Minggu ketiga bulan Rabiul Awal diadakan peringatan Maulid Nabi di pemakaman
beliau bada Ashar.
Habib
( Kuncung ) Ahmad bin Alwi Al-Haddad termasuk keluarga Nabi saw, keturunan ke
40. secara garis besar kehidupan Habib Kuncung sangat misterius. Tak ada yang
mengetahui kapan beliau lahir. Habib Kuncung hanya diketahui lahir di
Hadramaut, sebuah daerah di Yaman. Orang hanya sempat mencatat tahun wafatnya
yaitu pada tahun 1922 M. ketika meninggal umurnya diperkirakan sudah mencapai
60 tahun.
Identitas yang melekat pada dirinya adalah pedagang. Berdagang memang sudah beliau dilakukan saat beliau masih muda. Posisi inilah yang membuatnya mengenal wilayah Asia tenggara saat beliau berdagang sampai ke Singapura. Habib Kuncung pedagang yang lumayan sukses di Singapura.
"Beliau sampai memiliki peninggalan harta benda yang di tahun 20an lalu senilai dengan harga 30 rumah disini." Ujar Habib Salim bin Ahmad, salah satu kerabatnya di Kalibata.
Mobilitas dirinya sebagai pedagang juga yang membuatnya menginjak Tanah Bugis dan memperoleh istri disana. Namun tak ada yang mengenal siapa istri Habib Kuncung itu. Dari perkawinan tersebut diketahui lahir seorang putra bernama Muhammad yang kemudian mewarisi harta peninggalan Habib Kuncung di Singapura. Namun sayang Habib Muhammad kemudian meninggal dunia hingga terputuslah garis keturunan Habib Kuncung.
Habib Kuncung selalu hidup berpindah-pindah. Tak ada yang dapat memastikan Habib Kuncung menetap disatu tempat tertentu. Beliau hadir dan pergi sesukanya. Hanya, beliau memiliki tempat singgah di Kampung Melayu, yakni rumah seorang pegawai gubernuran Batavia yang menjadi temannya.
Habib Kuncung sering muncul di Majelis ulama kalangan Habaib di Jakarta yang dipusatkan di Kediaman Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. Namun beliau dikenal masyarakat Bogor, karena banyak menghabiskan waktu disana. Sebutan "kuncung" yang menjadi gelarnya juga berasal dari Bogor. Masyarakat disana menyebutnya seperti itu karena beliau selalu mengenakan topi kuncung.
Hidupnya yang bergaya pengembara membuat tak banyak orang mengetahui sejarahnya secara persis. Beliau hadir dan dikenal masyarakat sebagai seorang ulama yang misterius tapi berilmu tinggi. Banyak orang yang apabila mengalami masalah berat menghadap kepadanya dan meminta nasihat maupun fatwa, jika kebetulan dapat bertemu, Habib Kuncung pasti memberikan nasihat yang merujuk pada Al-Qur'an dan Hadits. Beliau menunjuki pokok-pokok penyelesaian beserta literaturnya dan kemudian menyuruh si peminta fatwa mengecek serta mengkajinya sendiri. Jika para ulama berkumpul dan membaca sebuah kitab, selalu Habib Kuncung yang membaca kitab itu, karena suaranya yang bagus serta penguasaan bahasa arabnya yang tinggi.
Belakangan, karena kadang-kadang bersikap nyentrik dan tak biasa, Habib Kuncung dianggap gila. Tapi ini diyakini merupakan hal yang disengaja karena beliau tak ingin dilebih-lebihkan orang. Saat itu beliau memang sudah mulai menunjukkan beberapa "kelebihannya". Pernah satu ketika para ulama berkumpul di Kwitang. Mereka ingin melakukan perjalanan ke Cirebon memenuhi sebuah undangan. Saat itu Habib Kuncung agak terlupakan hingga tidak ikut rombongan ke stasiun. Para ulama berangkat pada pukul 7.30 pagi. Sesampainya di stasiun Cirebon, ternyata para ulama menemukan Habib Kuncung sudah disana. Ketika ditanya, beliau mengaku sudah berada di stasiun itu sejak pukul 7.30. rupanya ketika rombongan ulama berangkat ke stasiun, naik kereta menuju Cirebon, Habib Kuncung juga berangkat ke Cirebon tapi dengan caranya sendiri.
Pernah pula suatu ketika Habib Kuncung membakar sampah dalam lubang besar, disekitar lubang itu terdapat pohon pisang. Rupanya pohon pisang itu sengaja ditanam orang. Terang saja, melihat lubang sampah itu dibakar, pemilik pohon pisang marah besar kepada Habib Kuncung. Habib Kuncung hanya diam hingga api itu padam. Ternyata pohon pisang itu tak ada yang mati, bahkan kemudian malah lebih bagus tumbuhnya.
Karomahnya yang lain; setiap kali Habib Kuncung memakai jasa tukang delman, delman itu pasti pulang lebih awal karena setoran menjadi mudah tercukupi. Kusirnya juga akan pulang dengan uang yang lebih dari biasanya. Makanya banyak sekali tukang delman yang mengharap-harap agar delmannya dinaiki Habib Kuncung.
Sekalipun bersikap aneh dan selalu muncul – menghilang, orang-orang mengenang Habib Kuncung sebagai pribadi terhormat yang saleh. Hal-hal yang dilakukannya merupakan satu bentuk ketawadukan. Beliau tak ingin orang memuja-muja dirinya dan punya pikiran macam-macam. Beliau ingin dikenal sebagai orang biasa saja. Begitu tawaduknya Habib Kuncung, beliau tak pernah mau menerima hadiah, baik uang maupun pakaian. Beliau hanya ingin dapat tampil seperti biasa, apa adanya. Sekalipun begitu tak ada orang yang meragukan kapasitas Habib Kuncung sebagai Waliyullah. Makanya setelah wafat beliau mendapat kehormatan sedemikian rupa.
Sekarang masih banyak orang menziarahi makam Habib Kuncung, di Kalibata, Jakarta selatan. Orang dapat merenungkan kembali mengenai hidup yang harus dijalani dengan tawaduk dan kesalehan yang utuh.
Identitas yang melekat pada dirinya adalah pedagang. Berdagang memang sudah beliau dilakukan saat beliau masih muda. Posisi inilah yang membuatnya mengenal wilayah Asia tenggara saat beliau berdagang sampai ke Singapura. Habib Kuncung pedagang yang lumayan sukses di Singapura.
"Beliau sampai memiliki peninggalan harta benda yang di tahun 20an lalu senilai dengan harga 30 rumah disini." Ujar Habib Salim bin Ahmad, salah satu kerabatnya di Kalibata.
Mobilitas dirinya sebagai pedagang juga yang membuatnya menginjak Tanah Bugis dan memperoleh istri disana. Namun tak ada yang mengenal siapa istri Habib Kuncung itu. Dari perkawinan tersebut diketahui lahir seorang putra bernama Muhammad yang kemudian mewarisi harta peninggalan Habib Kuncung di Singapura. Namun sayang Habib Muhammad kemudian meninggal dunia hingga terputuslah garis keturunan Habib Kuncung.
Habib Kuncung selalu hidup berpindah-pindah. Tak ada yang dapat memastikan Habib Kuncung menetap disatu tempat tertentu. Beliau hadir dan pergi sesukanya. Hanya, beliau memiliki tempat singgah di Kampung Melayu, yakni rumah seorang pegawai gubernuran Batavia yang menjadi temannya.
Habib Kuncung sering muncul di Majelis ulama kalangan Habaib di Jakarta yang dipusatkan di Kediaman Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. Namun beliau dikenal masyarakat Bogor, karena banyak menghabiskan waktu disana. Sebutan "kuncung" yang menjadi gelarnya juga berasal dari Bogor. Masyarakat disana menyebutnya seperti itu karena beliau selalu mengenakan topi kuncung.
Hidupnya yang bergaya pengembara membuat tak banyak orang mengetahui sejarahnya secara persis. Beliau hadir dan dikenal masyarakat sebagai seorang ulama yang misterius tapi berilmu tinggi. Banyak orang yang apabila mengalami masalah berat menghadap kepadanya dan meminta nasihat maupun fatwa, jika kebetulan dapat bertemu, Habib Kuncung pasti memberikan nasihat yang merujuk pada Al-Qur'an dan Hadits. Beliau menunjuki pokok-pokok penyelesaian beserta literaturnya dan kemudian menyuruh si peminta fatwa mengecek serta mengkajinya sendiri. Jika para ulama berkumpul dan membaca sebuah kitab, selalu Habib Kuncung yang membaca kitab itu, karena suaranya yang bagus serta penguasaan bahasa arabnya yang tinggi.
Belakangan, karena kadang-kadang bersikap nyentrik dan tak biasa, Habib Kuncung dianggap gila. Tapi ini diyakini merupakan hal yang disengaja karena beliau tak ingin dilebih-lebihkan orang. Saat itu beliau memang sudah mulai menunjukkan beberapa "kelebihannya". Pernah satu ketika para ulama berkumpul di Kwitang. Mereka ingin melakukan perjalanan ke Cirebon memenuhi sebuah undangan. Saat itu Habib Kuncung agak terlupakan hingga tidak ikut rombongan ke stasiun. Para ulama berangkat pada pukul 7.30 pagi. Sesampainya di stasiun Cirebon, ternyata para ulama menemukan Habib Kuncung sudah disana. Ketika ditanya, beliau mengaku sudah berada di stasiun itu sejak pukul 7.30. rupanya ketika rombongan ulama berangkat ke stasiun, naik kereta menuju Cirebon, Habib Kuncung juga berangkat ke Cirebon tapi dengan caranya sendiri.
Pernah pula suatu ketika Habib Kuncung membakar sampah dalam lubang besar, disekitar lubang itu terdapat pohon pisang. Rupanya pohon pisang itu sengaja ditanam orang. Terang saja, melihat lubang sampah itu dibakar, pemilik pohon pisang marah besar kepada Habib Kuncung. Habib Kuncung hanya diam hingga api itu padam. Ternyata pohon pisang itu tak ada yang mati, bahkan kemudian malah lebih bagus tumbuhnya.
Karomahnya yang lain; setiap kali Habib Kuncung memakai jasa tukang delman, delman itu pasti pulang lebih awal karena setoran menjadi mudah tercukupi. Kusirnya juga akan pulang dengan uang yang lebih dari biasanya. Makanya banyak sekali tukang delman yang mengharap-harap agar delmannya dinaiki Habib Kuncung.
Sekalipun bersikap aneh dan selalu muncul – menghilang, orang-orang mengenang Habib Kuncung sebagai pribadi terhormat yang saleh. Hal-hal yang dilakukannya merupakan satu bentuk ketawadukan. Beliau tak ingin orang memuja-muja dirinya dan punya pikiran macam-macam. Beliau ingin dikenal sebagai orang biasa saja. Begitu tawaduknya Habib Kuncung, beliau tak pernah mau menerima hadiah, baik uang maupun pakaian. Beliau hanya ingin dapat tampil seperti biasa, apa adanya. Sekalipun begitu tak ada orang yang meragukan kapasitas Habib Kuncung sebagai Waliyullah. Makanya setelah wafat beliau mendapat kehormatan sedemikian rupa.
Sekarang masih banyak orang menziarahi makam Habib Kuncung, di Kalibata, Jakarta selatan. Orang dapat merenungkan kembali mengenai hidup yang harus dijalani dengan tawaduk dan kesalehan yang utuh.
Makam
Habib Kuncung ( kalibata-pasar minggu )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar