page

Sabtu, 14 April 2012

Dzuriyyah Rasul SAW ( Imam Al Muhajir)


Ahmad Bin Isa Al-Muhajir

Imam Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi Ja’far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan pada tahun 260 Hijriyah di kota Basrah, Iraq. Beliau seorang ‘alim, ‘amil (mengamalkan ilmunya), hidup bersih dan wara’ (pantang bergelimang dalam soal keduniaan). Allah SWT mengaruniainya dua ilmu sekaligus, ilmu tentang soal-soal lahir dan ilmu tentang futuhat al-bathin. Di Iraq beliau hidup terhormat dan disegani, mempunyai kedudukan terpandang dan mempunyai kekayaan cukup banyak.

Gelar al-Muhajir.
Para ahli sejarah sepakat memberi gelar al-Muhajir hanya kepada Imam Ahmad bin Isa sejak hijrahnya dari negeri Iraq ke daerah Hadramaut. hanya Imam al-Muhajir yang khusus menerima gelar tersebut meskipun banyak pula orang-orang dari kalangan ahlul bait dan dari keluarga pamannya yang berhijrah menjauhi berbagai macam fitnah dan berbagai macam gerakan yang timbul.
Di namakan al-Muhajir, karena beliau hijrah dari Basrah ke Hadramaut karena sebab-sebab perbaikan yang diperlukan, diantaranya adalah mencari ketenangan demi menyelamatkan agamanya dan agama para pengikutnya ke tempat yang aman. Hijrah yang dilakukan oleh al-Muhajir bukanlah sesuatu yang baru, tetapi merupakan hal yang biasa dilakukan oleh sepuluh pemimpin dari kalangan keluarga Nabi saw, seperti Rasulullah saw dan keluarganya yang hijrah dari Mekkah ke Madinah, Imam Ali bin Abi Thalib hijrah dari Hijaz ke Iraq, yang diikuti oleh anak dan cucunya setelahnya seperti Imam al-Husein bin Ali, Zaid bin Ali bin Husein, Muhammad al-Nafsu al-Zakiyah bin Abdullah al-Mahdh bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib serta saudaranya Ibrahim dan Idris, kakek Bani Adarisah di Maghrib dan lainnya.
Sedangkan al-Muhajir hijrah dari Basrah ke Hadramaut disebabkan timbulnya fitnah, bencana dan kedengkian yang telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya para ahli bid’ah dan banyaknya penghinaan terhadap para syarif Alawiyin, dan beratnya berbagai tekanan yang mereka rasakan, banyaknya para pencuri dari kalangan orang-orang hitam, dan perbuatan yang tidak pantas terhadap wanita kaum muslimin serta banyaknya pembunuhan, di samping itu mereka juga mencaci maki khalifah Utsman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah, maka pada tahun 317 hijriyah, Imam al-Muhajir hijrah ke Hadramaut berserta keluarganya yang berjumlah 70 orang. Ikut serta dalam perjalanan beliau anaknya yang bernama Ubaidillah dan ketiga cucunya Alwi, Jadid dan Basri. Anak Imam Ahmad yang bernama Muhammad tetap tinggal di Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad al-Muhajir, sampai beliau mendapat keturunan dan meninggal di sana.
Dalam majalah al-Rabithah, jilid 5 halaman 296 dijelaskan bahwa, .Imam Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut tidak untuk mencari kekayaan dunia, karena di Hadramaut tidak ada sesuatu untuk dicari. Barang siapa mendengar berita tentang negeri Hadramaut, maka dapat dikatakan bahwa Sayyid Ahmad bin Isa dan keturunannya tidaklah hijrah dari negeri Iraq yang subur ke negeri yang tandus dan tidak dapat ditemukan adanya banyak makanan, akan tetapi beliau hijrah bersama keluarga dan anaknya karena menjaga diri dan agamanya dari fitnah dan kekejaman bala tentara kerajaan’.
Sebelum ke Hadramaut, beliau melakukan perjalanan melalui Hijaz pada tahun 317 hijriyah, bersama sebagian maula dan anak pamannya seperti kakek dari keluarga al-Ahadilah dan al-Qudaim, dan pada tahun 318 hijriyah ke Madinah melalui Syam, disebabkan jalan ke Makkah dan Madinah dari Iraq kurang aman. Mereka tinggal di Madinah sampai musim haji untuk menunaikannya dan saat itu kaum Qaramithah telah mengambil Hajar al-Aswad dari tempatnya. Dalam perjalanan haji, al-Imam al-Muhajir bertemu dengan rombongan haji Hadramaut.
Setelah itu al-Muhajir berangkat ke Yaman dan memilih sayyid Muhammad bin Sulaiman bin Ubaidillah bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Dhohman bin Auf bin al-Imam Musa al-Kadzim untuk tinggal di Wadi Saham, sebagaimana al-Muhajir memilih seorang dari keluarga al-Qudaim untuk tinggal di Wadi Surdud.
Ketika sampai di Wadi Du’an, al-Muhajir tinggal di Jubail, kemudian pindah lagi ke Hajrain daerah yang mempunyai pemandangan yang indah. Dengan ilmu dan bukti-bukti beliau memberikan pemahaman kepada ahlu bid’ah dan ahlu sunnah di sana sehingga Allah swt mempertemukan kedua kelompok yang bertikai itu di bawah kemuliaan al-Muhajir.
Menurut Muhammad bin Salim al-Bijani, daerah yang pertama kali disinggahi Imam Ahmad adalah Jubail di mana penduduknya mempunyai sifat yang baik dan mereka menerima dengan senang hati kedatangan Imam al-Muhajir. Negeri Jubail terletak di Wadi Du’an yang penduduknya bermadzhab Ahlussunnah dan Syi’ah yang dikelilingi oleh penganut madzhab Ibadiyah. Penduduk Jubail berasal dari suku Kindah dan Sodap. Tidak lama kemudian Imam Ahmad pindah ke Hajrain dan tinggal di sana selama satu tahun. Di Hajrain beliau membeli perkebunan kurma dengan harga 1.500 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya. Kemudian beliau pergi ke desa Bani Jasir dan kemudian ke Husaisah. Di Husaisah beliau menetap sampai wafat. Pengembaraan beliau di Hadramaut di mulai dari tahun 320 hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah Zaidiyah (al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, beliau memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa senjata.
Kemudian beliau pindah ke Husaisah, yang jaraknya setengah marhalah dari Tarim, dan ditempat itu beliau menghabiskan sisa umurnya untuk berda’wah menuju kesatuan pandangan dan kekuatan madrasah alquran dan sunnah berdasarkan manhaj ahlu sunnah wal jamaah. Beliau adalah seorang mujtahid dalam ilmu ushul, maka kuatlah manhaj yang membawa kebahagiaan di Hadramaut atas usahanya, sehingga muncul madzhab Imam Syafii yang kemudian menjadi madzhab anak keturunannya dalam bidang furu’. Al-Muhajir wafat dan dikuburkan di Husaisah tahun 345 hijriyah.

Nasab Al-Imam Muhajir sayyidina Ahmad bin Isa ra
Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa
Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.

Hadramaut di Yaman, Khususnya kota Tarim, terkenal sebagai Gudang Para Ulama besar, Aulia dan Sufi. Mereka semuanya bermuara / keturunan Imam Muhajir Ahmad bin Isa.
Imam Ahmad bin Isa Al - Muhajir dilahirkan sekitar tahun 273 H / 853 M dan besar di Iraq. Beliau adalah sesepuh para Ahli ibadah dan Mujahid, pemegang aqidah yang lurus, dengan ahlaq terpuji, mempesona setiap kali menyampaikan tausiah. Pesona itu terpancar, misalnya ketika beliau menasehati saudaranya, Imam Muhammad bin Isa, yang berkedudukan tinggi dan kaya raya, agar mengalihkan pada urusan-urusan akhirat, dan diterima dengan baik. Imam Ahmad Muhajir sendiri juga berkedudukan tinggi dan kaya, namun hal itu tidak memalingkan hatinya dari ibadah. Justru sebaliknya, beliau semakin kuat beribadah, dan rajin menyampaikan tausiah kepada orang-orang yang sesat. Sejak kecil, wajahnya sudah mengguratkan kepiawaian, kedamaian, dan kebahagian. Beliau juga berkemauan keras, terutama dalam beramal kebajikan. Jauh sebelum terjadi kekacauan politik maupun perbedaan faham dibidang agama yang terjadi di Iraq. Allah SWT telah memberitahukannya agar memalingkan diri dari urusan dunia, dan lebih memperhatikan urusan akhirat.
Kala itu, tahun 255 H / 869 M, di masa pemerintahan Khalifah Al-Muhatadi dari Dinasti Abbasiyah; ketika menyaksikan terjadinya fitnah, bencana dan kedengkian telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya para ahli bid'ah dan banyaknya penghinaan terhadap para syarif Alawiyin dan beratnya berbagai tekanan yang mereka rasakan, banyaknya para pencuri dari kalangan orang-orang hitam, dan perbuatan yang tidak pantas terhadap wanita kaum muslimin serta banyaknya pembunuhan, sebagaimana telah disebutkan oleh Ash-Shuli: " Sesungguhnya jumlah orang yang terbunuh pada musibah yang terjadi sebanyak 1,5 juta orang, diantaranya seorang pembesar dari mereka yaitu Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Isa bin Zainal Abidin", di samping itu mereka juga mencaci maki khalifah Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah , maka disebabkan oleh hal-hal tersebut beliau hijrah dari negeri Iraq ke negri Hadramaut sebagaimana kakeknya Rasulullah saw hijrah dari Makkah ke Madinah. 
Maka pada tahun 317 H / 897 M, Imam Ahmad Al-Muhajir pun memutuskan berhijrah dari Basrah ke Madinah. Bersama Imam Ahmad bin Isa pindah dari Basrah ke Hadramaut bersama anaknya
Ubaidillah dan ketiga cucunya Alwi (kakek dari Bani Alawi), Jadid ( kakek dari Bani Jadid) dan Basri (kakek dari Bani Basri). Mereka semua adalah orang-orang yang mulia, ulama yang mengamalkan ilmunya. 
Menurut al-Allamah Muhammad bin Salim al-Bijani dalam kitabnya " al-Asy'ah al-Anwar " jilid 2 halaman 82 mengatakan bahwa: " Sesungguhnya dari kalangan keluarga Ali yang pertama kali datang ke Hadramaut adalah al-Muhajir Ahmad bin Isa. Beliau hijrah dari Basrah menuju Madinah bersama keluarganya yang berjumlah 70 orang ".
Ikut serta bersama Imam Ahmad hijrah dari kota Basrah ke kota Madinah kakek dari Bani Ahdal (keturunannya antara lain Ali bin Umar bin Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Jamzam bin Auf bin Imam Musa al-Kadzim) dan kakek dari Bani Qudaim ( diantara keturunannya adalah Muhammad Jawad bin Ali Ar-Ridho bin Imam Musa al-Kadzim), sedangkan anak Imam Ahmad yang bernama Muhammad tetap tinggal di Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad al-Muhajir, sampai beliau mendapat keturunan dan meninggal di sana.

Dengan iringan ratap tangis penduduk Basrah, Khalifah besar itu menuju Hijaz, nama kawasan Mekkah, Madinah dan sekitarnya kala itu. Ketika beliau berangkat hijrah dari Iraq ke Hijaz pada tahun 317 H beliau ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin 'Ali al-'Uraidhy, bersama putera bungsunya bernama Abdullah, yang kemudian dikenal dengan nama Ubaidillah. Turut serta dalam hijrah itu cucu beliau yang bernama Ismail bin Abdullah yang dijuluki dengan
Bashriy. Ikut serta bersama Imam Ahmad hijrah dari kota Basrah ke kota Madinah kakek dari Bani Ahdal (keturunannya antara lain Ali bin Umar bin Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Jamzam bin Auf bin Imam Musa al-Kadzim) dan kakek dari Bani Qudaim ( diantara keturunannya adalah Muhammad Jawad bin Ali Ar-Ridho bin Imam Musa al-Kadzim), sedangkan anak Imam Ahmad yang bernama Muhammad tetap tinggal di Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad al-Muhajir, sampai beliau mendapat keturunan dan meninggal di sana.
Turut pula dua anak lelaki dari paman beliau dan orang-orang yang bukan dari kerabat dekatnya. Mereka merupakan rombongan yang terdiri dari 70 orang. Imam al-Muhajir membawa sebagian dari harta kekayaannya dan beberapa ekor unta ternaknya. Sedangkan putera-puteranya yang lain ditinggalkan menetap di Iraq.
Sampai di Madinah, mereka bermukim selama setahun. Ketika itu bulan Zulhijah 317 H / 897 M, di Mekah terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh kaum Qaramithah pimpinan Abu Thahir bin Abi Sa’id. Mereka berhasil menjebol Hajar Aswad dari tempatnya di salah satu pojok Ka’bah. Tapi 23 tahun kemudian, mereka mengembalikan Hajar Aswad tersebut.
Dalam kerusuhan itu, Kaum Qaramithah tidak segan-segan merampok, merampas harta benda dan membunuh penduduk Mekah. Setahun kemudian setelah keadaan tenang, Imam Ahmad Al-Muhajir dan pengikutnya berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekah, melakukan ibadah haji. 
Dari Makkah beliau pergi ke Hajrain Hadramaut dan membeli perkebunan kurma dengan harga 500.000 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya. Kemudian beliau pindah ke daerah Husaisah yang jaraknya kira-kira setengah marhalah dari Tarim dan terletak sebelah Timur Syibam.
Berkata Muhammad bin Salim: " Daerah yang pertama kali disinggahi Imam Ahmad adalah Jubail di mana penduduknya mempunyai sifat yang baik dan mereka menerima dengan senang hati kedatangan Imam Ahmad. Negeri Jubail terletak di Wadi Du'an yang penduduknya bermadzhab Ahlussunnah dan Syi'ah yang dikelilingi oleh penganut madzhab Ibadiyah. Penduduk Jubail berasal dari suku Kindah dan Sodap. Tidak lama kemudian Imam Ahmad pindah ke Hajrain dan tinggal di sana selama satu tahun. Di Hajrain beliau membeli perkebunan kurma dengan harga 500.000 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya. Kemudian beliau pergi ke desa Bani Jasir dan kemudian ke Husaisah. Di Husaisah beliau menetap sampai wafat. Pengembaraan beliau di Hadramaut di mulai dari tahun 320 hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah Zaidiyah (al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, beliau memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa senjata".
Di Yaman beliau meninggalkan anak pamannya yang bernama Sayyid Muhammad bin Sulaiman, datuk kaum
Sayyid al-Ahdal. Imam al-Muhajir menetap di Hadramaut atas dasar pengarahan dari Allah SWT, sebab kenyataan menunjukkan, setelah beliau hijrah ke negeri itu di sana memancar cahaya terang sesudah beberapa lama gelap gulita. Penduduk yang awalnya bodoh berubah menjadi mengenal ilmu. Imam al-Muhajir dan keturunannya berhasil menundukkan kaum khawarij dengan dalil dan argumentasi. Kaum Khawarij tidak mengakui atau mengingkari Imam al-Muhajir berasal dari keturunan Nabi Muhammad SAW. Untuk memantapkan kepastian nasabnya sebagi keturunan Rasulullah saw sayyid Ali bin Muhammad bin Alwi berangkat ke Iraq. Di sanalah ia beroleh kesaksian dari seratus orang terpercaya dari mereka yang hendak berangkat menunaikan ibadah haji. Kesaksian mereka yang mantap ini lebih dimantapkan lagi di makkah dan beroleh kesaksian dari rombongan hujjaj Hadramaut sendiri. Dalam upacara kesaksian itu hadir beberapa orang kaum Khawarij, lalu mereka ini menyampaikan berita tentang kesaksian itu ke Hadramaut. Dengan demikian mantaplah sudah pengakuan masyarakat luas mengenai keutamaan para kaum ahlul-bait sebagai keturunan Rasulullah SAW melalui puteri beliau Siti Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib. Al-allamah Yusuf bin Ismail al-Nabhany dalam bukunya Riyadhul Jannah mengatakan: 'Kaum Sayyid al-Ba Alwiy oleh umat Muhammad SAW sepanjang zaman dan di semua negeri telah diakui bulat sebagai ahlul-bait nubuwah yang sah, baik ditilik dari sudut keturunan maupun kekerabatan, dan mereka itu adalah orang-orang yang paling tinggi ilmu pengetahuan agamanya, paling banyak keutamaannya dan paling tinggi budi pekertinya'.

Mengapa beliau memilih Hadramaut, yang panas, tandus dan kala itu terputus hubungan dari dunia luar? Pemilihan kawasan tersebut didorong oleh hasratnya untuk hidup tenang dan tenteram bersama keluarga dan pengikutnya. Tapi juga untuk membentuk komunitas masyarakat baru di suatu kawasan baru yang sesuai dengan ajaran islam. Namun kehadirannya di Hadramaut bukan berarti berakhirnya tantangan berdakwah.
Pada tahun-tahun pertama di Hadramaut, beliau menghadapi ancaman para pengikut  Mazhab Ibadiah. Karena tidak berhasil mencapai kesepahaman dan perdamaian, beliau pun terpaksa mengangkat senjata melawan mereka. Meskipun jumlah pengikutnya tidak terlalu besar, semangat perjuangan mereka cukup tinggi. Apalagi penduduk Jubail dan Wadi Dau’an juga mendukungnya, sehingga Kaum Ibadiah tersingkir.
Dakwah Imam Ahmad Al-Muhajir, yaitu hidup sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Lambat laun diamalkan penduduk. Bahkan sejumlah tokoh terkemuka kaum Ba’alawi menjalani hidup sebagaimana dicontohkan oleh para sahabat di zaman Rasulullah SAW. Ini berpengaruh positif kepada masyarakat Hadramaut di kemudian hari. Mereka inilah yang dibelakang hari dikenal sebagai Ulama Salaf, yakni para Ulama terdahulu yang saleh.
Ketika itu peran keluarga Ba’alawi dalam berdakwah dan memberi contoh hidup sesuai dengan syari’at merupakan modal besar dalam syi’ar islam. Sampai-sampai Ulama besar
Al-Imam Fadhl bin Abdullah berkata:

“Keluar dari mulutku ungkapan segala puji kepada Allah SWT. Barang siapa yang tidak menaruh rasa husnudzan ( baik sangka ) kepada keluarga Ba’alawi, tidak ada kebaikan padanya.”
Mengenai hijrahnya Imam Ahmad Al-Muhajir ke Hadramaut,
Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad dalam bukunya 'Risalatul Muawanah' mengatakan: Al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin al-Imam Ja'far Shadiq, dengan maksud memelihara keturunan dari pengaruh buruk dan kesesatan yang nyata yang telah mewarnai kehidupan kekhalifahan Bani Abbas, berhijrah dari Basra ke Hadramaut pada tahun 317 H dan wafat di Husaisah pada tahun 345 Hijriah. Imam Ahmad bin Isa mempunyai dua orang putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan mendapat tiga orang putera yaitu Alwi, Jadid dan Ismail (Bashriy). Dalam tahun-tahun terakhir abad ke 6 H keturunan Ismail (salah satu keturunannya ialah Syekh Salim Bin Bashriy) dan Jadid (salah satu keturunannya ialah al-Imam Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Jadid) punah dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap lestari. Mereka menamakan diri dengan nama sesepuhnya Alwi, yang kemudian dikenal dengan kaum Sayyid Alawiyin.
Sedemikian tinggi penghargaan masyarakat kepada keluarga Ba’alawi, sampai-sampai Sulthanah binti Ali Az-Zabidy, penguasa Hadramaut, konon bermimpi melihat Rasulullah SAW masuk ke dalam rumah salah seorang keluarga Ba’alawi sambil berkata:
”Ini rumah orang-orang tercinta. Ini rumah orang-orang tercinta.” 
Dan itu semua berkat kerja keras penuh kesabaran Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir ilallah dalam mengembangkan dakwah islam di Hadramaut. Beliau wafat pada tahun 345 H / 956 M, dan di makamkan di Husaiseh, Hadramaut.

Al-Imam Ahmad bin Isa Al - Muhajir
Al-Imam Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-Rumi - Muhammad An-Naqib - Ali Al-'Uraidhi - Ja'far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain - Fatimah Az-Zahro - Muhammad SAW

Al-Imam Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-'Uraidhi bin Ja'far Ash-Shodiq, nasabnya bersambung sampai Rasulullah SAW. Beliau adalah seorang yang tinggi di dalam keutamaan, kebaikan, kemuliaan, akhlak dan budi pekertinya, juga seorang yang sangat dermawan dan pemurah. 
Al Imam Ahmad Al-Muhajir berasal dari negara Irak, tepatnya di kota Basrah. Ketika mencapai kesempurnaan di dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah, bersinarlah mata batinnya dan memancarlah cahaya kewaliannya, sehingga tersingkaplah padanya hakekat kehidupan dunia dan akherat, mana hal-hal yang bersifat baik dan buruk. 
Al-Imam Ahmad Al-Muhajir di Irak adalah seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan kehidupan yang makmur. Akan tetapi ketika mulai melihat tanda-tanda menyebarnya racun hawa nafsu disana, beliau lebih mementingkan keselamatan agamanya dan kelezatan untuk tetap beribadah menghadap Allah SWT. Beliau mulai menjauhi itu semua dan membulatkan tekadnya untuk berhijrah, dengan niat mengikuti perintah Allah, "Bersegeralah kalian lari kepada Allah..." 
Adapun sebab-sebab kenapa beliau memutuskan untuk berhijrah dan menyelamatkan agamanya dan keluarganya, dikarenakan tersebarnya para ahlul bid'ah dan munculnya gangguan kepada para Alawiyyin, serta begitu sengitnya intimidasi yang datang kepada mereka. Pada saat itu muncul sekumpulan manusia-manusia bengis yang suka membunuh dan menganiaya. Mereka menguasai kota Basrah dan daerah-daerah sekitarnya. Mereka membunuh dengan sadis para kaum muslimin. Mereka juga mencela kaum perempuan muslimin dan menghargainya dengan harga 2 dirham. Mereka pernah membunuh sekitar 300.000 jiwa dalam waktu satu hari. Ash-Shuly menceritakan tentang hal ini bahwa jumlah total kaum muslimin yang terbunuh pada saat itu adalah sebanyak 1.500.000 jiwa. 
Pemimpin besar mereka adalah seorang yang pandir dengan mengaku bahwa dirinya adalah Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Isa bin Zainal Abidin, padahal nasab itu tidak ada. Ia suka mencaci Utsman bin AffanAli bin Abu ThalibThalhah bin UbaidillahZubair bin AwwamSiti Aisyah dan Muawiyah. Ini termasuk salah satu golongan dalam Khawarij. 
Karena sebab-sebab itu, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir memutuskan untuk berhijrah. Kemudian pada tahun 317 H, berhijrahlah beliau bersama keluarga dan kerabatnya dari Basrah menuju ke Madinah. Termasuk di dalam rombongan tersebut adalah putra beliau yang bernama Ubaidillah dan anak-anaknya, yaitu Alwi (kakek keluarga Ba'alawy), Bashri (kakek keluarga Bashri), dan Jadid (kakek keluarga Jadid). Mereka semua adalah ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang sufi dan saleh. Termasuk juga yang ikut dalam rombongan beliau adalah para budak dan pembantu beliau, serta termasuk didalamnya adalah kakek dari keluarga Al-Ahdal. Dan juga ikut diantaranya adalah kakek keluarga Bani Qadim (Bani Ahdal dan Qadim adalah termasuk keturunan dari paman-paman beliau). 
Pada tahun ke-2 hijrahnya beliau, beliau menunaikan ibadah haji beserta orang-orang yang ikut hijrah bersamanya. Kemudian setelah itu, melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju ke Hadramaut. Masuklah beliau ke daerah Hajrain dan menetap disana untuk beberapa lama. Setelah itu melanjutkan ke desa Jusyair. Tak lama disana, lalu melanjutkan kembali perjalanannya dan akhirnya sampailah di daerah Husaisah (nama desa yang berlembah dekat Tarim). Akhirnya beliau memutuskan untuk menetap disana. 
Semenjak menetap disana, mulai terkenalah daerah tersebut. Disana beliau mulai menyebarkan-luaskan As-Sunnah. Banyak orang disana yang insyaf dan kembali kepada As-Sunnah berkat beliau. Beliau berhasil menyelamatkan keturunannya dari fitnah jaman. 
Masuknya Al-Imam Ahmad Al-Muhajir ke Hadramaut dan menetap disana banyak mendatangkan jasa besar. Sehingga berkata seorang ulama besar, Al-Imam Fadhl bin Abdullah bin Fadhl, "Keluar dari mulutku ungkapan segala puji kepada Allah. Barangsiapa yang tidak menaruh rasa husnudz dzon kepada keluarga Ba'alawy, maka tidak ada kebaikan padanya." Hadramaut menjadi mulia berkat keberadaan beliau dan keturunannya disana. Sulthanah binti Ali Az-Zabiidy RA telah bermimpi bertemu Rasulullah SAW, dimana di mimpi tersebut Rasulullah SAW masuk ke dalam kediaman salah seorang Saadah Ba'alawy, sambil berkata, "Ini rumah orang-orang tercinta. Ini rumah orang-orang tercinta."

Tidak ada komentar: