Kita tentu tidak asing lagi dengan Ratib
Al athos yang selalu di baca baik itu di majlis-majlis ta’lim maupun di amalkan
secara individu. Ratib AL athos adalah susunan dzikir yang disusun oleh Habib
Umar bin Abdurrahman Alathos. Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir di
Hadromaut Yaman pada tahun 992 H atau 1572 M Di kota Isnat. Ayah beliau bernama
Al habib Abdurrahman bin aqil dan Ibunya bernama syarifah Muznah binti Muhammad
Al jufri. Karamah kewalian Habib Umar bin abdurrahman Al athos sudah nampak
sejak beliau dalam kandungan ibunya ,janin tersebut bersin dan tentu ini adalah
sesuatu diluar kebiasaan manusia pada umumnya dan hingga beliau mendapat gelar
“Al athos { orang yang bersin }. Sejak kecil beliau sudah mengalami kebutaan
namun tidak mengurangi semangat beliau dalam menuntut ilmu. Beliau belajar dari
ayahnya dan ulama-ulama setempat lainnya seperti Syech Umar
bin isa , Syech abu bakar bin
salim dan Habib Husein
bin syech abubakar bin salim.beliu juga membuka taklim dengan mengajarkan ilmu
agama. Dakwahnya pun menyebar ke segenap penjuru Hadramaut.
Belakangan
ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin,
pengayom anak yatim piatu, janda, dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia
gunakan untuk melakukan riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan
sangat jarang tidur.Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan
beberapa karamahnya. Ia sangat termasyhur, bahkan sampai ke negari Cina. Suatu
hari, salah seorang anak Habib Abdurrahman melawat ke Cina. Di sana ia bertemu
seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal ia tidak mengenalnya.
”Bagaimana engkau mengenalku,
padahal kita belum pernah berjumpa?” tanyanya.
”Bagaimana
aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas, adalah
guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri
kami dan ia sangat terkenal di negeri ini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak
antara Hadramaut dan Cina sangat jauh, namun Habib Umar telah berdakwah sampai
ke sana. Syekh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita,
”Satu kali Habib Umar mendamaikan beberapa suku yang berperang sampai
berkali-kali. Tapi, tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan baik. Karena itu
beliau pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah biji
tasbih itu menjadi ular. Barulah mereka sadar dan mohon maaf. ”Nama Habib Umar
tak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberinya judul ‘Azizul Manal wa Fathu
Babil Wishal, alias
“Anugerah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan” – yang di belakang hari sangat
terkenal sebagai Ratib Al-Atthas. Habib Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan
hikmah telah kutitipkan di dalam ratib itu.”
Melindungi
Kota Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta Pusat), Ratib
Al-Aththas lebih tua dibanding Ratib Al-Haddad. Ratib Al-Haddad disusun pada
1071 H/1651 M oleh Habib Abdullah Al-Haddad, atau sekitar 350 tahun lalu,
sedang Ratib Al-Atthas disusun jauh sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa
yang tidak ada dalam Ratib Al-Atthas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad,
demikian pula sebaliknya. Namun, seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap
mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.Ratib Al-Atthas biasa dibaca
usai salat Magrib, tapi boleh juga dibaca setiap pagi, siang, atau tengah
malam. Bisa dibaca sendiri atau secara berjemaah. Manfaat ratib ini sangat
besar. Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan, dengan membaca Ratib
Al-Atthas atau Ratib Al-Haddad setiap malam, Allah SWT akan menjaga dan
memelihara seluruh penghuni kota tempat tinggal kita, menganugerahkan
kesehatan, dan mengucurkan rezeki-Nya kepada segenap penduduk.
Dalam
keadaan sangat khusus dan mendesak, ratib tersebut bisa dibaca tujuh hingga 41
kali berturut-turut. Pendapat ini mengacu pada beberapa hadist Rasulullah SAW
tentang manfaat istigfar dan doa-doa lainnya. Sebab, dalam ratib-ratib tersebut
antara lain terdapat shalawat, tahlil, tasbih, tahmid, dan istigfar.Begitu
hebat fadilah atau keutamaan ratib-ratib itu, hingga Habib Husein
bin Abdullah bin Muhammad bin Muhsin bin Husein Al-Atthas menyatakan bahwa mereka yang
mengamalkan ratib tersebut tidak akan terluka jika pada suatu hari terpatuk
ular. “Orang yang biasa mengamalkan ratib-ratib itu tidak akan merasa takut, ia
akan selamat dari segala yang ditakuti,” katanya.Betapa hormat para ulama
kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas. Tergambar ketika suatu hari
seorang ulama, Syekh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Masjidil haram, Habib Muhammad
bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga
Habib Muhammad pun menundukan kepala sejenak, lalu katanya, ”Layaklah setiap
orang menundukkan kepala kepada Habib Umar. Demi Allah, saya mendengar suara
gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di bawah langit ini tidak
ada orang lebih utama daripada beliau.”Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas
wafat pada 23 Rabiul akhir 1072 H/1652 M, dan jenazahnya dimakamkan di Desa
Nafhun dekat Huraidhoh Hadromaut yaman.
Nasab al-Habib Umar bin
Abdul Rahman al-Attas
Nama beliau adalah Umar bin Abdurrahman
bin Agil bin Salim bin Ubaidullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Syeikh al
Ghauts
Abdurrahman
as-Seggaf bin Muhammad Maulah Dawilah bin Ali bin Alawi al Ghoyur bin Sayyidina
al
Faqih al Muqaddam
Muhammad
bin Ali bin Imam Muhammad Shahib
Mirbath
bin Ali
bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidullah bin Imam al
Muhajir
Ahmad
bin Isa bin Muhammad an
Naqib
bin
Imam Ali al
Uraidhi
bin Ja’far
as
Shadiq
binl Imam Muhammad al
Baqir
bin
Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Hussein as
Sibith
bin Imam
Ali bin Abi Thalib dan bin Batul Fatimah az-Zahra
binti
Rasullullah S.A.W.
Asal dinamakan ‘Al Attas’
Kata al-Faqih Abdullah bin Umar Ba’ubad:
“Beliau dinamakan al-Attas yang bermaksud bersin, kerana beliau pernah bersin ketika masih berada di dalam perut ibunya”. Kata al- Habib Ali bin Hassan al-Attas: “Sebenarnya apa yang diucapkan oleh Syeikh al-Faqih Abdullah bin Umar Ba’ubad adalah benar, hanya saja menurut kabar yang paling benar dikatakan bahwa pertama kali bersin ketika masih berada di perut ibunya adalah Habib Aqil yang terkenal hanya Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas, sehingga berita itu hanya dikenal pada diri beliau dan anak beliau dan anak cucu Aqil dan Abdullah, saudara beliau. Sedangkan anak cucu Sayyidina Aqil bin Salim yang lain dikenal dengan nama keluarga Aqil bin Salim”.
“Beliau dinamakan al-Attas yang bermaksud bersin, kerana beliau pernah bersin ketika masih berada di dalam perut ibunya”. Kata al- Habib Ali bin Hassan al-Attas: “Sebenarnya apa yang diucapkan oleh Syeikh al-Faqih Abdullah bin Umar Ba’ubad adalah benar, hanya saja menurut kabar yang paling benar dikatakan bahwa pertama kali bersin ketika masih berada di perut ibunya adalah Habib Aqil yang terkenal hanya Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas, sehingga berita itu hanya dikenal pada diri beliau dan anak beliau dan anak cucu Aqil dan Abdullah, saudara beliau. Sedangkan anak cucu Sayyidina Aqil bin Salim yang lain dikenal dengan nama keluarga Aqil bin Salim”.
Berkata al-Habib Ali bin Hassan: “Tidak
henti-hentinya didengar dari mereka suara bersin di perut-perut sebahagian ibu
waktu demi waktu, sebagaimana yang diberitahukan oleh istriku, seorang wanita
solehah. Syeikha binti Sahal bin Abi Bakar bin Syaiban bin Ahmad bin Ishaq,
katanya: “Pada suatu hari sewaktu aku duduk bersama Sharifah Fatimah bin Habib
Muhammad Basurah Ba’alawi, waktu itu aku sedang mengandung puteramu yang
bernama al Hasan yang pertama, aku terdengar ia bersin ketika ia masih di dalam
perutku, aku dan Sharifah Fatimah mendengar suara bersin itu dengan jelas, dan
ia dilahirkan pada waktu 1147 H, tetapi ia wafat waktu masih kecil”.
Al Habib Ali bin Hussain al-Attas
menyebutkan di dalam kitabnya Ta’jul A’raas juz pertama halaman
40. bahwa di Mekkah pernah didengar suara bersin dari anak yang masih di dalam
perut ibunya, tentunya kejadian itu termasuk kejadian karamah yang diakui oleh
kalangan Ahlu Sunnah, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab-kitab Tauhid
dan Aqoid mereka beserta dalil-dalilnya yang terkenal yang bersumber dari
al-Quran dan as-Sunnah.
Imam Nawawi pernah menyebutkan di dalam
kitabnya Riyaadhus Shalihin di dalam bab
al-Karamat. Disebutkan dalam kitab itu sebuah hadith yang memberitakan kisah
seorang rahib yaang bernama Juraij, yang kerananya Allah menakdirkan seorang
bayi bercakap-cakap untuk memberikan kesaksian tentang diri Juraij, tentunya
bersin ketika seorang bayi masih di dalam kandungan ibunya tidak berbeda jauh
dengan seorang bayi yang bisa bercakap-cakap setelah ia lahir,
kejadian-kejadian semacam ini tidak sulit bagi Allah sebab Allah Maha Kuasa
untuk mentakdirkan apa saja yang Dia kehendaki.
Kelahiran dan tempat
diasuhnya al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas
Beliau dilahirkan di desa Lisk dekat dengan
desa Ainat, di bagian bawah negeri Hadhramaut, di akhir abad ke-10, tepatnya
pada tahun 229H. Sejak kecilnya beliau diasuh dan dididik oleh ayah beliau
sendiri, al-Habib Abdul Rahman bin Aqil. Meskipun mata beliau buta sejak kecil,
tetapi Allah memberinya kecerdasan otak dan pandangan hati ( Bashirah ),
sehingga beliau mudah menghafal apa saja yang pernah didengarnya.
Ayah beliau, al-Habib Abdul Rahman bin Aqil
pernah berkata pada Syeikh Abdurrahman bin Aqil al-Junied Bawazir yang dikenal
dengan panggilan al-Mu’allim: “Hendaknya anda
lebih banyak memberikan perhatian kepada Umar, kerana kedua matanya tidak dapat
melihat”. Jawab Syeikh Abdurrahman: “Meskipun kedua mata Umar tidak
dapat melihat, tetapi pandangan Bashirahnya dapat melihat, disebabkan hatinya
bersinar”.
Sejak kecil beliau anak yang tekun
beribadah, hidup zuhud berpaling dari dunia dan sejak kecil sudah terlihat tanda-tanda
kebesaran pada diri beliau. Sejak kecil, beliau sering ke kota Tarim dari
dusunnya Lisk dan melakukan sholat dua rakaat di setiap masjid yang ada di kota
Tarim, bahkan kadang menimba air dari sumur untuk mengisi kolam-kolam masjid.
Di masa kecilnya, beliau senantiasa
dibimbing oleh ayah beliau dan guru-guru beliau, misalnya al-Habib Hussien,
al-Habib Hamid, al-Habib Muhdhor, putra-putra Saiyidina Syeikh Abu Bakar bin
Salim yang sering dikunjungi oleh ayah beliau, yaitu al-Habib Abdul Rahman bin Aqil.
Ayahanda al-Habib Umar
bin Abdul Rahman al-Attas
Al-Habib Abdul Rahman bin Aqil adalah
seorang Arif Billah, seorang ulama yang taat menjalani hukum-hukum Allah,
beliau tokoh para wali terkemuka, beliau pernah menerima ilmu dan wilayah dari
pamannya, yaitu Syeikh abu Bakar bin Salim, pamannya yang satu ini amat cinta
kepada Sayyid Abdul Rahman dan kepada ayah beliau yaitu al-Habib Aqil. Al-Habib
Aqil adalah saudara sekandung dengan Syeikh abu Bakar bin Salim, yang mana
Syeikh Abu Bakar bin Salim ada menyebut tentang saudaranya yang satu ini:
“Apa yang ada di Wali Masyhur ( yaitu dirinya ), tidak lain
hanyalah berkat Wali Mastur ( yaitu saudaranyaa yang bernama Aqil )”
Al-Habib Abdul Rahman bin Aqil adalah
seorang yang mulia, suci dan hati yang bersih, beliau sering mengunjungi Wadi
Amed dan Wadi Kaser, penduduk kawasan-kawasan itu senantiasa menghormatinya,
mengagungkannya dan memohon barakah beliau. Beliau mempunyai berbagai karomah,
di antaranya adalah pada suatu hari beliau berkunjung di suatu desa yang ada di
Wadi Amed. Ketika itu hujan turun lebat sehingga beliau berkata kepada untanya:
“Pergilah
engkau dan carilah sebuah tempat berteduh dan akupun akan berbuat yang sama dan
besok kita bertemu di desa Qaran bin Adwan”. Keesokan harinya ketika
beliau tiba di desa Qaran, maka beliau tidak mendapati untanya, sehingga beliau
bertanya kepada pembantunya: “Ke manakah perginya unta?” Tetapi
sang pembantu tidak dapat menemukannya. Pada keesokan paginya, unta itu datang
lengkap dengan barang-barangnya.
Ketika al-Habib Abdul Rahman wafat di kota
Huraidhah, maka al-habib Umar menyuruh pembantunya untuk membantu pencari tanah
yang cocok untuk dijadikan sebagai kuburan ayahnya, akhirnya sang pembantu
mendapatkan sebidang tanah yang ditandai dengan sebuah tiang dari cahaya,
akhirnya al-Habib Abdul Rahman dimakamkan di tempat tersebut. Biasanya jika
al-Habib Umar berziarah ke makam ayahnya, maka beliau bercakap-cakap dengan
ayah beliau dari balik kubur.
Al-Habib Abdul Rahman bin Aqil menikah
dengan dua orang wanita, yaitu Syarifah
Muznah binti Muhammad bin Ahmad bin Alawi al-Jufri. Syarifah ini
adalah bunda bagi al-Habib Umar dan saudara-saudara sekandungnya, yaitu
al-Habib Abdullah dan al-Hababah Alawiyah. Selanjutnya beliau menikah dengan
seorang wanita dari Yaman dari keluarga al-Bathouq salah satu dari kabilah Bani
Ahmad yaitu Arobiyah binti Yamani Bathouq. Istri beliau yang
kedua ini melahirkan beberapa orang anak di antaranya Aqil, Sholeh, Musyayakh
dan Maryam.
Pada umumnya beliau berdomisili di Lisk,
tetapi beliau sering berkunjung ke Ainat, Tarim, Wadi Amed, al-Qaser dan Do’an.
Akhirnya beliau ditakdirkan pindah di Huraidzah beberapa saat sebelum beliau
wafat yaitu bertepatan ketika al-Habib Umar telah mendapat petunjuk dari kedua
guru beliau yaitu al-Habib Hussein dan al-Habib Hamid putra Syeikh Abu Bakar
bin Salim untuk pindah ke Huraidzah. Di desa Huraidzah inilah beliau wafat.
Bunda al-Habib Umar bin
Abdul Rahman al-Attas
Bunda beliau bernama Syarifah Muznah binti
Muhammad bin Alawi al-Jufri. Bunda beliau termasuk seorang yang shalih.
Dikisahkan bahwa putra Syarifah Muznah meninggal dunia dalam usia kecil, ia
bernama Ahmad. Setelah beberapa hari dari saat kematiannya, maka ada seekor
burung kecil berwarna hijau yang sering datang mengunjungi Syarifah Muznah ini,
sampai beliau berkata. “Jika engkau adalah ruh putraku yang telah wafat, amak datanglah
ke tanganku”. Setelah Syarifah Muznah menghulurkan tangannya, maka
burung kecil itu hinggap ke tangannya dan menciumnya, kemudian beliau
melepaskannya kembali, sehingga burung itu terbang dari tangan beliau.
Saudara al-Habib Umar bin
Abdul Rahman al-Attas
Beliau mempunyai empat orang saudara lelaki
dan dua perempuan. Adapun yang sekandung dengan beliau adalah Abdullah dan
Alawiyah, sedangkan Sholeh, Aqil, Musyayakh dan Maryam saudara dari ayah, ibu
mereka seorang wanita Yaman dari keluarga Bathouq dari kabilah Bani Ahmad.
Adapun saudara beliau yaitu al-Habib
Abdullah bin Abdul Rahman termasuk seorang tokoh wali yang terkenal, ia pernah
melakukan berbagai latihan riadah dan mujahadah. Dan pergi berdakwah ke gunung
Al Yafi’ tempat Bani Yafi’, setelah mendapat izin dari gurunya yang bernama
al-Habib Hussein bin Abu Bakar bin Salim dengan disertai oleh pembantunya yang
bernama Ali bin Ahmad Harharah Al Yafi’i.
Beliau menetap di desa Ma’zubah, sempat
menikah di desa itu dan mempunyai anak cucu. Makam beliau dan anak-anaknya di
desa itu banyak diziarahi orang dari berbagai tempat yaang jauh. Mereka diberi
berbagai karomah yang tidak sedikit jumlahnya, menurut al-Habib Ali bin Hassan
al-Attas, anak cucu beliau, ada seratus orang lebih yang sempat dihitung di
waktu Habib Ali masih hidup.
Saudara Habib Umar yang bernama al-Habib
Aqil dikenal sebagai seorang ulama yang selalu mengamalkan ilmunya. Al-Habib
Aqil ini pernah berguru dari Syeikh Muhammad bin Umar al-Afif di desa
al-Hajrain, hingga banyak orang yang menimba ilmu dari beliau setelah beliau
kembali ke Huraidzah. Setiap harinya al-Habib Umar menyempatkan diri untuk
menghadiri Majlis Ta’lim al-Habib Aqil setiap kali setelah beliau kembali dari
makam ayahnya.
Al-Habib Aqil wafat di kala Habib Umar masih
hidup. Beliau meninggalkan beberapa putra dan putri. Setelah ayahnya wafat,
maka Habib Umar mengasuh mereka dengan sebaik-baik asuhan. Setelah putra-putra
Habib Aqil dewasa, maka al-Habib Umar mengawinkan dengan putri-putri beliau.
Adapun Musyayakh termasuk seorang yang
sholeh, beliau wafat di masa hidup al-Habib Umar, beliau meninggalkan seorang
putri. Adapun Sholeh, ia mempunyai seorang putra bernama Hussein. Adapun
saudaranya yaitu Maryam, telah menikah dengan Habib Syeikh bin Abdillah
al-Musawa, dan mempunyai beberapa oraang putra.
Pindahnya al-Habib Umar
ke kota Huraidhah
Al-Habib Hussein bin Abu Bakar bin Salim
sering berkata: “Wahai keluarga Ba’alwi Huraidzah?” Maka dikatakan kepada
beliau bahwa tidak seorang pun dari keluarga Ba’alwi yang ada di desa itu, maka
ia berkata: “Kelak di desa itu akan didatangi keluarga Ba’alwi, wajah-wajah mereka
bagaikan bulan, dan akan memberikan manfaat kepada orang banyak.”
Ketika al-Habib Umar mencapai usia akil
baligh, maka guru beliau yang bernama al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin
Salim menyuruh beliau untuk berdakwah ke desa al-Huraidzah. Demikian pula guru
beliau yang bernama al-Habib Hamid bin Syeikh Abu Bakar juga menyuruh beliau
untuk segera berdakwah di desa al-Huraidzah. Maka dengan bekal perintah dari
kedua guru beliau, al-Habib Umar segera berdakwah ke Huraidzah.
Al-Habib Ali bin Hussain al-Attas menyebut
di dalam kitab Taajul A’raas juz 2 halaman 111
bahwa pada mulanya al-Habib Umar sering pulang pergi ke Huraidzah. Akhirnya
beliau menetap di sana pada tahun 1040 H.
Ketika al-Habib Umar tiba di Huraidzah untuk
pertama kalinya, beliau diminta oleh Syeikh Najjaad Adz Dzibyani untuk menetap
di rumahnya, dia sangat menghormati beliau dan mengatakan: “Ini
rumah-rumahmu” Sehingga Syeikh Najjaad mendapat barakah yang luar biasa
dari beliau.
Di desa itu ada seorang wanita yang bernama
Sholahah, ia bernazar untuk memberikan hartanya dan bagian dari rumahnya kepada
Habib Umar, kemudian al-Habib Umar meminangnya sebagai imbalan atas
kebajikannya itu.
Selanjutnya, sebelum al-Habib Umar menetap
di desa al-Huraidzah, maka beliau kembali ke desa Lisk lebih dahulu untuk
mengajak ayahnya dan saudara-saudaranya untuk pindah ke Huraidzah. Pada mulanya
ajakan al-Habib Umar untuk pindah ke desa Huraidzah ditolak ayah beliau, tetapi
setelah keduanya minta pendapat dari al-Habib Hamid dan al-Habib Hussein, maka
kedua guru beliau menyuruh al-Habib Abdul Rahman untuk mengikuti minat al-Habib
Umar. Keduanya mengatakan: “Wahai Abdul Rahman, pergilah bersama Umar, dan ikuti serta
pegangi pendapatnya, sekalipun kau adalah ayahnya dan dia anakmu”. Sehingga
al-Habib Abdul Rahman berkata kepada putranya: “Wahai Umar, kalau sekarang kami mau
mengikuti pendapatmu , maka lakukanlah apa saja yang terbaik bagi kami”.
Selanjutnya seluruh keluarga al-Habib Umar segera meninggalkan Lisk menuju ke
desa al-Huraidzah. Ketika rombongan itu tiba di desa Manwab, maka al-Habib Umar
berkata: “Hendaknya kalian melanjutkan perjalanan sampai ke Huraidzah, sebab aku hendak
singgah dulu di tempat istriku yang ada di desa ini”. Maka rombongan
itu meneruskan perjalanannya ke desa al-Huraidzah, sedangkan al-Habib Umar
singgah dan menetap di desa Manwab selama satu minggu.
Al-Habib Abdul Rahman, ayah al-Habib Umar
mulai merasa sakit setibanya beliau di desa Huraidzah, dan kerana sakit
setibanya beliau, maka beliau takut kalau ajalnya tiba, sedangkan Habib Umar
tidak ada di sisi beliau, kerana itu ketika al-Habib Umar tiba, maka beliau
menegur al-Habib Umar, tetapi al-Habib Umar mengajukan alasannya dan mohon maaf
sebesar-besarnya atas keterlambatannya itu, sehingga ayahnya mau memaafkannya.
Dan sakitnya yang menyebabkan ajalnya tiba
itu, al-Habib Abdul Rahman merasa takut kalau al-Habib Umar tidak memperhatikan
saudara-saudaranya yang masih kecil dari ibu lain, sebab beliau tahu ibu
tirinya al-Habib Umar tidak sayang padanya sebagaimana umumnya kaum wanita. Di
saat ayahnya risaukan hal itu, maka al-Habib Umar yang mengetahuinya secara
Khasaf, maka beliau mendekati ayahnya dan beliau berkata: “Wahai ayahku,
tenanglah jangan engkau fikirkan tentang keluargamu, aku Insya-Allah akan
menyayangi saudara-saudaraku lebih dari menyayangi diriku sendiri”.
Maka hati al-Habib Abdul Rahman menjadi gembira dan beliau mendoakan kebajikan
bagi Habib Umar, apalagi di saat itu, beliau sedang menyaksikan alam akhirat,
tentu doa seorang ayah yang sholeh bagi anaknya yang sholeh pula, akan sama
dengan doa seorang Nabi buat umatnya, apalagi al-Habib Abdul Rahman waktu itu
sedang sakit, Rasulullah pernah bersabda: “Jika
kalian mengunjungi orang yang sedang sakit, maka mintalah doa bagi kalian”. Al-Habib Umar
memenuhi janjinya kepada ayahnya dan beliau sangat memperhatikan kebutuhan
saudara-saudaranya, terutama dari segi pendidikan dan pemeliharaannya.
Wafatnya ayahanda
al-Habib Umar
Beliau wafat setelah delapan hari tiba di
desa al-Huraidzah. Al-Habib Umar sibuk mempersiapkan perawatan jenazah ayah
beliau, kemudian beliau menyuruh pembantunya Mahmud an-Najar untuk memilih
kubur bagi ayahnya. Ketika Mahmud masuk di perkuburan al-Huraidzah, maka ia
dapatkan ada sebuah tanah yang disinari seberkas cahaya langit, maka di tempat
itulah al-Habib Abdul Rahman dikuburkan.
Al-Habib Umar rajin berziarah ke makam
ayahnya, bahkan tidak seharipun beliau pernah melupakannya. Pada suatu hari
al-Habib Umar berkata: “Ketika aku tidak berziarah ke makam ayahku selama beberapa
hari, maka aku lihat ayahku dalam mimpiku amat murka kepadaku kerana aku tidak
menziarahi beliau selama beberapa hari, aku lihat jasad beliau menjadi besar,
sehingga aku sulit untuk berjabat tangan dengan beliau dikeranakan tingginya
jasad beliau”.
Hubungan erat antara
al-Habib Umar dengan Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Afif
Dulu sebelum al-Habib Umar tiba di desa
al-Huraidzah, maka penduduknya sangat berkeyakinan kepada kewalian para sesepuh
al-Masyaikh dari keluarga al-Afif. Pada suatu hari, penduduknya minta kepada
Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Afif, seorang wali dan sholeh yang terkemuka,
untuk memohonkan air hujan bagi penduduk desa Huraidzah. Kemudian mereka keluar
menuju ke suatu kubur wali, kebetulan pada saat itu al-Habib Umar masih baru di
desa itu dan masih belum dikenal orang, sehingga penduduknya tidak memberitahu
kepada beliau untuk berdoa bersama dengan mereka dan merekapun tidak
memberitahu kepada Syeikh Abdullah al-Afif tersebut tentang keberadaan al-Habib
Umar, sampai setelah mereka melakukan doa bersama untuk memohon air hujan, lalu
terdapat pembicaraan sekitar keberadaan al-Habib Umar, maka Syeikh Abdullah
berkata kepada mereka: “Mengapa kalian tidak memberitahukan aku tentang
keberadaan al-Habib Umar, mungkin doa kalian tidak akan diterima dan air hujan
tidak akan turun”. Kemudian Syeikh Abdullah segera meninggalkan tempat itu,
kemudian mendatangi Habib Umar untuk mohon maaf. Kata al-Habib Umar: “Wahai Syeikh
Abdullah, desa ini adalah desa kalian dan aku di desa ini hanya orang asing
yang baru datang”. Kata Syeikh Abdullah: “Bukan demikian wahai
tuanku, bahkan desa ini adalah milikmu dan aku tidak mempunyai hak apapun
setelah tuan ada di sini”.
Al-Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi berkata:
“Memang, al-Habib Umar mempunyai hubungan yang erat dengan Syeikh Abdullah bin
Ahmad al-Afif. Dan Syeikh Abdullah pernah berkata kepada beliau: “Memang,
Huraidzah adalah desa kami, akan tetapi kami serahkan kepada kamu”.
Disebutkan bahwa Syeikh Abdullah pernah minta pakaian (Libas) dari al-Habib
Umar, maka kata beliau: “Besarnya rasa cintamu, hal itu sudah cukup”.
Dalam juz kedua di dalam buku Taajul A’raas
disebutkan, bahwa al-Habib Ahmad binl Hassan al-Attas pernah menyebutkan
tentang kisah Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Afif: “Di desa Huraidzah, Syeikh
Abdullah al-Afif mempunyai sebuah kebun kurma, ketika al-Habib Umar tiba di
desa itu, maka Syeikh Abdullah bernazar untuk memberikan kebun kurma itu kepada
al-Habib Umar. Ketika hal itu diutarakan kepada al-Habib Umar, maka beliau
berkata kepada penduduk Huraidzah: “Wahai penduduk, bagaimanakah pendapat kalian
tentang nazar Syeikh Abdullah?” Jawab penduduk Huraidzah:
“Menurut kami, nazar Syeikh Abdullah adalah benar”. Jawab Habib Umar: “Kalau begitu,
tanah ini aku terima tetapi aku hadiahkan kembali bagi kalian semua sebagai
nazar dari aku, maka terimalah tanah itu dari aku”. Ada
seorang di antara mereka yang berkata kepada beliau: “Mengapakah engkau tidak
memberikannya kepada keluargamu?” Kata al-Habib Umar: “Kelak anak
cucuku akan memiliki desa ini semuanya”.
Guru-guru al-Habib Umar
al-Attas
Beliau berguru dari orang-orang yang pernah
berguru dari Sayyidina Syeikh Abu Bakar bin Salim, terutama dari
putra-putranya, iaitu al-Habib Muhdhor bin Syeikh Abu Bakar, al-Habib Hussein
bin Syeikh Abu Bakar dan al-Habib Hamid bin Syeikh Abu Bakar.
Al-Habib Umar juga pernah berguru dari Habib
Muhammad bin Abdurrahman al-Hadi, dari Sayyid Umar bin Isa Barakwah
as-Samarkandi al-Maghribi yang dimakamkan di desa al-Ghurfah. Demikian pula
al-Habib Umar sering mengunjungi Syeikh al-Kabir Ahmad bin Shahal bin Ishaq al-Hainani.
Selain itu, beliau sangat erat hubungannya dan selalu mengunjungi Habib Abu
Bakar bin Abdurrahman bin Syihab dan Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Afif dan
Syeikh Ahmad bin Abdul Kadir Ba’syin, Shahib Rubath. Beliau pun sering
mengunjungi Habib Abu Bakar bin Muhammad Balfaqih, Shahib Qaidun. Selain itu,
beliau gemar mengunjungi orang-orang soleh dari Ahlul Bait maupun dari keluarga
al-Masyaikh dan orang-orang yang soleh.
Al-Habib Umar sangat mengagungkan dan
menghormati guru beliau yang bernama al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin
Salim. sampaipun, bila al-Habib Umar mendengar nama gurunya yang satu ini
disebut orang, maka wajah beliau berubah kerana mengagungkan gurunya yang satu
ini, bahkan adakalanya al-Habib Umar bercakap-cakap dengan al-Habib Hussein bin
Syeikh Abu Bakar di tengah satu majlis, sedangkan ucapan keduanya tidak dapat
dimengertikan orang lain. Syeikh Ali bin Abdillah Baraas berkata: “Al-Habib
Umar berkata, pada suatu hari aku mendatangi al-Habib Hussein bin Syeikh Abu
Bakar bin Salim dengan maksud untuk mudzakarah tentang tariqah Tasawwuf,
kebetulan ketika itu al-Habib Hussein sedang berada di tengah anggota majlis
ta’alimnya. Kemudian beliau berkata: “Wahai Umar, seseorang yang tidak mengerti
suati isyarat, maka ia tidak akan dapat mengambil manfaat dari ibarat yang
terang dan siapa yang menjelaskan kata-kata yang sudah jelas dengan kata-kata
yang lebih jelas, ada kalanya dapat menambah pendengarannya makin bertambah
bingung”. Selanjutnya al-Habib Umar berkata: “Timbul rasa takut di hatiku bahwa
tutur kata guruku setela kata-kata itu sengaja ditujukan bagiku”.
Al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin
Salim sangat menghormati al-Habib Umar, bahkan beliau lebih mengunggulkan
al-Habib Umar dari saudara-saudaranya dan kawan-kawannya. Al-Habib Hussein
tidak pernah berdiri untuk menghormati orang, seperti halnya untuk al-Habib
Umar, hal itu tidak lain dikarenakan tingginya kedudukan Habib Umar.
Pada suatu hari al-Habib Umar bersama
sekelompok para tokoh Alawiyin datang ke tempat al-Habib Hussein bin Syeikh Abu
Bakar bin Salim, pada waktu itu al-Habib Umar merupakan satu-satunya orang yang
paling merendahkan diri dan memakai pakaian ang paling sederhana, ditambah lagi
kedua matanya tidak dapat melihat. Ketika al-Habib Hussein melihat al-Habib
Umar berada di paling belakang rombongan itu, maka al-Habib Hussein berubah
wajahnya, kemudian beliau berkata kepada orang-orang yang terkemuka dari
rombongan itu: “Sesungguhnya kalian hanya lebih mengutamakan penampilan lahiriah, dan
kalian tidak mau memuliakan orang yang paling mulia menurut kedudukan yang
sepantasnya, anda kata kalian tahu kemuliaan lelaki ini, yaitu al-Habib Umar,
pasti kedudukan kalian tidak ada artinya, leher-leher kalian akan menunduk dan
ruh serta jasad kalian akan rindu kepadanya”. Kemudian beliau
menyebutkan keutamaan-keutamaan al-Habib Umar yang menyebabkan mereka berasa
betapa kecilnya dirinya masing-masing”.
Silsilah isnad al-Habib
Umar dalam menerima hirqah
Al-Habib Umar menerima selendang hirqah dari
al-Habib Hussein bin Syeikh Abu Bakar bin Salim, sedangkan beliau menerimanya
dari saudaranya iaitu Syeikh Umar al-Muhdhor, beliau menerima dari ayah beliau,
iaitu Syeikh Abu Bakar bin Salim, Shahib Ainat, beliau menerimanya dari Syeikh
Syihabudin Ahmad bin Abdurrahman, beliau menerimanya dari ayah beliau, Syeikh
Abdurrahman bin Ali, beliau menerimanya dari ayahnya, Syeikh Ali bin Abu Bakar,
beliau menerimanya dari ayahnya, Syeikh Abu Bakar asSakran, beliau menerimanya
dari ayahnya, Syeikh al-Kabir Abdurrahman as-Seggaf, beliau menerimanya
dari ayahnya, yaitu Syeikh Muhammad Mauladawilah, beliau menerimanya
dai ayahnya, Syeikh Ali bin Alawi, beliau menerimanya dari ayahnya, Syeikh Alwi
bin Faqih al-Muqaddam, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Ustadzul
A’dzam al-Faqih al-Muqaddam Sayyidina Muhammad bin Ali Ba’alawi.
Adapun sumber penisbatan al-Hirqah dan
silsilah isnad bagi Syeikh al-Faqih al-Muqaddam berasal dua jalur, salah satu
dari jalur ayah-ayah beliau yaitu beliau dididik dan menerimanya dari ayah
beliau, Ali bin Muhammad dan dari paman beliau, Alawi bin Muhammad, keduanya
menerima dari ayahnya Muahmmad Syahib Mirbath, beliau menerimanya dari ayahnya,
Ali Khali’ Qasam, beliau menerimanya dari ayahnya, Alawi Shahib Samal, beliau
menerimanya dari ayahnya, Ubaidillah, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam
Muhajir Ahmad bin Isa,
beliau menerimanya dari ayahnya, Isa an-Naqib, beliau menerimanya dari ayahnya,
Muhammad, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali al-Uraidhi, beliau menerimanya
dari ayahnya, al-Imam Ja’far as-Shoddiq, beliau menerimanya
dari ayahnya, al-Imam Muhammad al-Baqir, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali
Zainal Abidin, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam al-Hussein dan dari
pamannya al-Imam al-Hassan, keduanya menerima dari kakeknya Nabi Muhammad SAW,
juga dari ayahnya al-Imam Ali bin Abi Thalib sedangkan Nabi SAW menerimanya
dari Allah seperti yang beliau katakan:
“Aku
dididik oleh Tuhanku dan ia mendidikku dengan sebaik-baik didikan”.
Adapun jalur kedua yang diterima oleh
Sayyidina al-Faqih al-Muqaddam Thoriqoh Syuai’biyah iaitu lewat Syeikh Syu’aib
Abu Madyan al-Maghribi dengan perantaraan Abdurrahman al-Muq’ad dan Abdullah
as-Shaleh. Sedangkan Syeikh Syu’aib Abu Madyan menerimanya dari Syeikh Abu
Ya’izza al-Maghrabi, beliau menerimanya dari Syeikh Abul Hasan bin Herzihim
atau yang dikenal dengan nama Abu Harazim, beliau menerimanya dari Syeikh Abu
Bakar bin Muhammad bin Abdillah binl Arabi dan al-Ghadi al-Mughafiri. Sedangkan
binl al-Arabi menerimanya dari Syeikh Imam Hujjatul Islam al-Ghozali, beliau
menerimanya dari gurunya, iaitu Imam al-Haramain Abdul Malik bin Syeikh Abu Muhammad
al-Juaini, beliau menerimanya dari ayahnya, Abu Muhammad bin Abdullah bin
Yusuf, beliau menerimanya dari Syeikh Abu Thalib al-Makki, beliau
menerimanya dari Syeikh Syibli, beliau menerimanya dari Syeikh al-Junaid,
beliau menerimanya dari pamannya, iaitu as-Sirri as-Siqthi, beliau menerimanya
dari Syeikh Ma’ruf al-Karkhi, beliau menerimanya dari gurunya, Syeikh Daud
at-Tho’i, beliau menerimanya dari Syeikh Habib al-’Ajmi, beliau menerimanya
dari Imam Hasan al-Basri, beliau menerimanya dai Imam Ali bin Abi Thalib,
beliau menerimanya dari Rasulullah SAW, beliau menerimanya dari malaikat
Jibril, dan beliau menerimanya dari Allah Ta’ala.
Sanad penerimaan kalimat
talqin bagi al-Habib Umar
Al-Habib Umar menerimanya talqin kalimat Laa
Ilaaha Illallah Muhammadar Rasulullah SAW dari Syeikh al-Arif Billah Assyarif Umar bin Isa Barakwah
as-Samarqandi al-Maghrabi.
Syeikh Ahmad bin Abdul Qadir Ba’syin Shahib
Rubath berkata: “Syeikh Umar Barakwah menuturkan kepada kita bahawa talqin
dzikirnya cabangnya sampai kepada Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, sedangkan
Syeikh al-Qadir al-Jailani menerima talqin dzikir dari empat ratus orang guru
dan guru-guru beliau sanadnya bersambung sampai dengan Sayyidina Hussein bin
Ali bin Abi Thalib, semua ahli talqin dzikir bersambung dengan Rasulullah SAW.
Keadaannya sama dengan mata rantai yang terjalin erat antara yang satu dengan
yang lainnya, sehingga jika mata rantai yang ada paling bawah digerakkan, maka
mata rantai yang ada di paling ataspun akan bergerak, demikian pula sebaliknya.
Hal itu adalah disebabkan eratnya keterkaitan antara yang satu dengan yang
lainnya, sama halnya dengan keterkaitan nasab Ahlul Bait, satu sama lainnya
saling terkait erat. Segala puji bagi Allah yang menjadikan mereka suri
tauladan yang baik bagi kami dan keterkaitan kami pun dengan mereka masih
erat”.
Al-Hakim
meriwayatkan
dari Saddad bin Aus, ia berkata: “Ketika kami berada di sisi Nabi SAW, maka
beliau bersabda:
“Angkatlah
tangan-tangan kalian dan ucapkanlah “Lailaha Illallaah”. Setelah kami
melakukannya, maka Rasulullah SAW bersabda: “Ya
Allah, sesungguhnya Engkau mengutus aku untuk menyampaikan dan mengikrarkan
kalimat Tauhid ini dan Engkau akan memberi Syurga kepada seorang yang
mengucapkannya dan Engkau tidak akan memungkiri janji. Selanjutnya beliau
bersabda: “Bergembiralah
kalian sebab Allah telah memberi ampun kepada kalian”.
Budi pekerti al-Habib
Umar al-Attas
Al-Habib Umar al-Attas dikenal sebagai
seorang Alim, Amil, Quthub, Ghauts, seorang tokoh sufi, suci, suka memenuhi
janji, Murabbi, Rabbani, Da’i, suka mengajak orang ke jalan Allah dengan
pandangan yang bersih dan budi pekerti yang luhur, beliau himpun ilmu lahir dan
batin. Beliau dikenal sebagai pelindung kaum fakir dan kaum janda serta
anak-anak yatim. Beliau senantiasa menyambut dan menggembirakan orang-orang
fakir, mereka dimuliakan dan didudukkan pada tempat yang mulia, sehingga mereka
sangat mencintai beliau. Beliau dikenal baik oleh kalangan luas banyak sekali
beristiqad dengan beliau, dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, beliau
amat tawadhu’ dan merendahkan dirinya kerana merasa diawasi oleh Allah. Beliau
selalu menyuruh orang untuk bersabar, khususnya jika cobaan dan bencana sedang
menimpa. Beliau sangat bersabar untuk menjalankan aktiviti ibadat.
Beliau al-Habib Umar tidak pernah tidur pada
bagian separuh terakhir di malam hari, beliau pernah menghabiskan waktu
malamnya untuk mengulang-ulang bacaan doa Qunut.
Beliau suka menyantuni orang-orang fakir dan
para wanita yang tidak mampu. Beliau amat sabar dalam menghadapi berbagai
krisis, beliau tidak pernah menyombongkan diri kepada seorangpun, beliau mau
duduk di tempat mana saja tanpa membedakan tempat yang baik atau jelek dan
beliau tidak pernah menempatkan dirinya di tempat yang lebih tinggi atau tempat
yang menonjol, kalau beliau meninggalkan majlisnya karena ada hajat, maka
ketika beliau kembali ke tempat duduknya dan beliau mendapati tempat duduknya
telah diduduki orang lain, maka beliau akan mencari tempat duduk lain. Beliau
tidak pernah mendekati kaum penguasa.
Beliau senantiasa mengikut jejak perjalanan
para sesepuh beliau yang terdahulu, para tokoh Ba’alwi seperti perjalanan yang
ditempuh oleh Sayidina al-Faqih al-Muqaddam Muhammad ibnu Ali Ba’alwi,
Syeikh as-Seggaf, Alaidrus, Syeikh Abu Bakar ibnu Salim dan tokoh-tokoh
lainnya. Thoriqah mereka lebih mengutamakan menutup diri, tawadhu’, tidak
menuruti hawa nafsu, lemah lembut, tidak ingin dikenal apalagi menonjol diri,
kerana mereka merasa bahawa diri mereka tidak akan menjadi orang baik kecuali
hanya dengan anugerah dan kemurahan Allah. Sifat ini tetap diikuti oleh anak
cucu mereka, khususnya para wali yang mempunyai kedudukan, ilmu dan gemar
beramal kebajikan dan beribadah.
Pokoknya al-Habib Umar senantiasa mengikuti
jejak para sesepuhnya yang sholeh, beliau selalu mengikuti budi pekerti yang
mulia seperti budi pekerti Nabi yang pernah disebutkan Allah dalam satu
firmannya:
“Dan
sesungguhnya engkau di atas budi pekerti yang agung”.
Jika beliau meningkatkan frekuensi ibadahnya
yang wajib dan sunnah, maka beliau mengikuti apa yang disebutkan oleh Imam
Ghazali di dalam Rub’ul Ibadat di dalam kitab Ihya’. Demikian pula, jika beliau
ingin mengikuti sunnah-sunnah dan memperbaiki niat dan motivasi, maka beliau
mengikuti apa yang diterangkan oleh Imam Ghazali di dalam Rub’ul Adat di dalam
kitab Ihya’. Adapun jika beliau ingin menjauhi budi pekerti dan tindak tanduk
yang tidak baik, maka beliau mengikuti apa yang diiterangkan oleh Imam Ghazali
di dalam Rub’ul Muhlikat di dalam kitabnya Ihya’. Adapun jika beliau ingin
mengikuti akhlak yang diridhai oleh Allah, maka beliau akan mengikuti apa yang
diterangkan oleh Imam Ghazali di dalam Rub’ul Munjiyat di dalam kitab Ihya’ dan
mencari tambahan keterangan lain dari buku-buku lain.
Beliau senantiasa bergembira dan tersenyum
kepada semua kalangan, baik terhadap anak-anak kecil maupun orang dewasa,
sampai setiap orang merasa bahwa dirinya sebagai kaum kerabat beliau. Beliau
senantiasa menyambut dengan baik semua orang menurut kebutuhannya masing-masing
dan beliau bersabar meskipun menghadapi banyak persoalan dari mereka, semua
orang disayangi dan disantuni oleh beliau, beliau suka berwasiat untuk
menyenangkan anak-anak kecil, kata beliau: “Kalau engkau tidak dapat
menyenangkan anak kecil dengan memberi sesuatu, maka berikan kepada mereka
meskipun sebuah batu kerikil berwarna merah, agar mereka bergembira.”.
Beliau suka mengabulkan segala permintaan
orang dan suka menanggung kesulitan orang dengan harapan agar dapat
menyenangkan keluarga orang yang ditolongnya itu. Adakalanya beliau memaksa
diri untuk mendatangi rumah-rumah mereka, sehingga ada dari murid beliau yang
mengatakan kepada beliau, bahwa beliau sudah udzur, karena sudah lanjut usia
dan hal itu cukup memberatkan tetapi beliau menjawabnya: “Sesungguhnya
kami mendatangi rumah-rumah mereka, untuk manfa’at dan maslakhat mereka dan
kami berharap dari Allah, agar setiap rumah yang kami masuki Allah akan memberi
ampun kepada penghuni rumah tersebut”.
Jika ada dua orang datang ke majlis al-Habib
Umar, maka beliau menanyakan kepada keduanya, siapa di antaranya yang lebih
tua, setelah diberitahukan kepada beliau, maka beliau mempersilakan yang lebih
tua duduk di sebelah kanan beliau sedang yang lebih muda dipersilakan duduk di
sebelah kiri beliau agar beliau dapat menghormati munurut usianya
masing-masing, selanjutnya keduanya disenangkan dan digembirakan dengan
kegembiraan yang luar biasa, kemudian beliau berbicara dengan keduanya menurut
kemampuan berfikir mereka masing-masing. Akhlak beliau yang seperti itu
menyebabkan semua orang terpesona kepada beliau dan budi pekerti beliau sering
disebut orang.
Al-Habib Umar sering mengunjungi Wadi Amed
dan al-Qasar untuk mengajak penduduknya ke jalan Allah dan untuk mempersatukan
orang-orang yang bersengketa di antara mereka. Untuk kepentingan yang satu ini,
beliau banyak mengorbankan hartanya dan tenaganya. Dan sangat bersabar kepada
mereka yang berwatak keras, beliau hampir saja tidak pernah marah, kecuali
larangan Allah diremehkan oleh seseorang, jika hal itu terjadi, maka beliau
amat marah, sampai dapat dilihat dari wajah beliau.
Al-Habib Umar senantiasa menganjurkan
manusia untuk rajin mengerjakan amal-amal ibadah dan menghadiri solat Jum’at
dan Jama’ah, beliau selalu menganjurkan perbuatan baik dan melarang perbuatan
mungkar. Beliau tidak mau masuk ke dalam rumah yang pemiliknya suka berbuat
kemungkaran dan tidak mau menghadiri undangan mereka, sampai mereka mau berubah
kebiasaan mereka.
Al-Habib Umar sering mengunjungi Wadi
Dou’an, kebiasaan itu beliau lakukan sejak awal dan beliau tidak pernah
meninggalkan kebiasaan itu kecuali di akhir hayatnya. Beliau pernah mengunjungi
Wadi Dou’an berangkat dari al-Lisk dengan mengenderai unta dan dengan disertai
al-Faqih Ahmad ibnu Muhammad Bajamal al-Asbuhi. Dalam satu kunjungannya ke Wadi
Dou’an beliau pernah mengunjungi Syeikh Ahmad ibnu Ali ibnu Nu’man al-Hajrain
di desa Hajrain, maka Syeikh Ahmad ikut bersama beliau menuju Qaidun untuk
berziarah ke makam Syeikh Sa’id ibnu Isa Alamudi.
Dikarenakan banyaknya berpergian dan
perjalanan yang ditempuh oleh al-Habib Umar al-Attas untuk berdakwah dan untuk
mendamaikan orang, maka beliau berkata: “Sesungguhnya aku di dunia adalah
seorang yang asing, maka tidak diwajibkan atasku melakukan solat Jum’at di
suatu desa pun. Beliau lebih suka mengenderai keledai di sebagian
besar waktunya dan di dalam perjalanannya di tengah hari yang amat panas. Di
setiap perjalanannya, beliau selalu membawa kitab ar-Risalah karya Imam
al-Qusyairi di satu tangan, sedang di tangan yang lain memegang kitab Al ‘awarifu Al Maarif maupun kitab-kitab
yang semacamnya merupakan benteng bagi para tokoh Sufi”.
Al-Habib Umar selalu menghabiskan waktunya
untuk muzakarah segala cabang ilmu pengetahuan, untuk keperluan yang satu ini,
beliau suka menghabiskan waktu satu malam penuh. Adakalanya tiba waktu fajar,
sedangkan beliau masih menerangkan berbagai macam hakikat ketuhanan (Hakaik)
kepada murid-murid beliau. Pokoknya tidak satu waktupun beliau lewatkan,
kecuali beliau lewatkan dengan ibadah dan menimba ilmu atau mendengar suatu
bacaan. Biasanya jika ada sekelompok orang duduk di malam hari bersama beliau,
maka beliau melayani mereka, sampai ketika mereka bubar, maka beliau berkata
kepada Syeikh Ali Baras: “Wahai Ali, apakah masih ada orang lain selain kita?”.
Jika dijawab tidak, maka beliau berkata: “Ambilkan kitab itu, untuk kita baca
bersama”.
Al-Habib Umar tidak pernah mengkhususkan
membaca atau mengajar suatu kitab tertentu. Al-Habib Hussein bin Umar al-Attas
berkata: “Pada suatu hari, aku pergi bersama ayahku, tanganku yang satu memegang
tali kendali kenderaan beliau, sedangkan tanganku yang satu memegang sebuah
kitab, sedangkan beliau menyampaikan kepada kita berbagai cabang ilmu lewat
lisan beliau, hal itu bagaikan sebuah air yang mengalir dengan derasnya. Ketika
kami katakan kepada beliau: “Mengapa engkau tidak izinkan kami membaca atau
belajar sebuah kitab kepadamu?” Maka beliau berkata: “Terimalah
sesukamu ilmu yang sedang mengalir dari satu wadah, meskipun tanpa sebuah
kitab”. Beliau berkata kepada seorang guru: “Ajarkan
anak-anakku untuk membaca kitab karya tulis Syeikh Abu Amru”.
Al-Habib Umar sangat peduli untuk mengajari
saudara-saudaranya yang masih kecil yang ditinggal wafat oleh ayahnya. Di muka
telah kami terangkan bahawa al-Habib Umar sangat peduli untuk mengajar dan
mendidik saudara-saudaranya yang masih kecil, terutama untuk memahami al-Quran.
Beliau menganjurkan mereka untuk gemar mencari ilmu dan menyuruh guru
saudara-saudaranya untuk memukul mereka, jika mereka tidak memperhatikan
pelajarannya. Bahkan beliau sendiri pernah memukul saudaranya dengan tangannya
sendiri, sampai ia berhasil membaca al-Quran dengan baik. Beliau pernah
mengirim saudara beliau al-Habib Aqil ke Hajrain untuk belajar dari Syeikh
Muhammad ibnu Umar al-Afif, sampai akhirnya al-Habib Aqil mampu mengajar
setelah beliau kembali ke desa Huraidzah. Setiap hari al-Habib Umar menghadiri
majlis ta’lim al-Habib Aqil sekembalinya dari menziarahi kubur ayahnya.
Ketika al-Faqih Syeikh Abdul Kabir ibnu
Abdul Kabir Baqais mengunjungi beliau yang ketika itu beliau masih dalam usia
belajar, maka beliau berkata: “Hai, Abdul Kabir nama telah dihidupi, maka
hidupkanlah ilmu”. Ucapan beliau menyuruh Abdul Kabir untuk rajin
menuntut ilmu. Dengan anjuran beliau, maka Abdul Kabir berhasil menimba ilmu
sebanyak-banyaknya sampai beliau disebut al-Faqih. Al-Habib Umar pernah
memberitahukan akan lahirnya Syeikh Abdul Kabir yang ketika itu masih di dalam
kandungan ibunya, sedang ayahnya meninggal dunia. Ketika keluarganya akan
membagi harta waris ayahnya, di saat itu al-Habib Umar berkata: “Sesungguhnya
janin yang ada di dalam kandungan ibunya ini adalah anak laki-laki, maka
simpanlah bagiannya dari harta warisannya”. Ternyata apa yang
dikatakan oleh al-Habib Umar adalah benar.
Al-Habib Umar telah memberi isyarat kepada
salah seorang pengikutnya, Muhammad ibnu Hishn al-Huraidzi untuk belajar
membaca al-Quran meskipun usianya telah lanjut, dikarenakan telah mendapat
barakah dari Habib Umar, maka ia diberi kemudahan oleh Allah. Ada seseorang
jika menghadiri majlis ta’limnya al-Habib Umar al-Attas, maka ia banyak
berbicara, sehingga majlis beliau terganggu, anehnya jika diadakan pembacaan
suatu kitab, maka orang itu mengantuk sampai tidur. Karena itu, jika orang itu
hadir, maka al-Habib Umar berkata kepada kawan-kawannya: “Ambilkan kitab
dan mari kita membaca kitab itu, agar orang itu diam karena mengantuk”.
Al-Habib Umar pernah menyuruh untuk
mengeluarkan zakat kurma (Rutob) sebelum kurma itu menjadi kering. Ketika
dikatakan bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa tidak sah mengeluarkan zakatnya
kurma sebelum kurma itu menjadi kering, maka al-Habib Umar berkata: Mereka itu
ulama dan kami pun ulama, tanyakanlah kepada orang-orang miskin, kurma yang
masih basah ataukah kurma yang sudah kering yang mereka sukai”.
Setelah dijawab, bahwa yang mereka sukai adalah kurma yang masih basah, maka
pendapat al-Habib Umar diterima oleh mereka dan dilaksanakan oleh seluruh
penduduk desa itu.
Al-Habib Ali ibnu Hussein al-Attas
menyebutkan dalam kitabnya Taajul
A’raas
juz 1 hal 708, bahwa al-Habib Umar ibnu Abdurrahman al-Attas telah berbeda
pendapat dengan ahli Fiqih dalam tiga masalah. Pertama al-Habib Umar
berpendapat untuk menaruh jenazah di ujung kepala liang lahad dan jika jenazah
sedang diturunkan ke liang lahad hendaknya kedua kakinya diturunkan lebih
dahulu. Kedua, al-Habib Umar berpendapat bahwa seseorang tidak harus berniat
ketika ia menjadikan tangannya sebagai wadah untuk mengambil air hendak
berwudhu (niat Ightiraf) meskipun menurut pendapat ahli Fiqih, orang itu
diharuskan berniat kalau tidak maka airnya menjadi musta’mal. Adapun yang
dipakai alasan oleh al-Habib Umar, seorang yang mengambil air ketika hendak
berwudhu, maka ia tidak mencuci tangannya ke dalam tempat air, kerana itu tidak
perlu berniat. Ketiga, al-Habib Umar berpendapat bahwa seseorang dibolehkan
mengeluarkan zakatnya kurma ketika buah kurma itu masih basah (rutob), meskipun
para ulama tidak membolehkan cara yang demikian itu, alasannya Habib Umar
adalah buah kurma yang masih basah lebih disenangi orang-orang miskin, daripada
buah kurma yang sudah kering.
Disebutkan juga al-Habib Umar menganjurkan
orang melakukan solat Ghaib setelah selesai mengerjakan solat Jum’at. Adapun
waktunya adalah setelah imam menutup solatnya dengan salam dan setelah
berzikir, maka diumumkan untuk melakukan solat Ghaib bagi mereka yang telah
meninggal dari segenap umat Islam. Tradisi macam ini tetap dilakukan penduduk
desa Huraidzah dan desa-desa lainnya yang pernah mendengar fatwa al-Habib Umar.
Al-Habib Umar suka mendengar qasidahnya
al-Habib Abdullah ibnu Alwi al-Haddad, yang awal mula baitnya adalah:
Jika qasidah ini dikumandangkan oleh
seseorang di depan Habib Umar, maka beliau suka menyuruh orang itu untuk
mengulanginya, sebab beliau sangat menyayangi dan merasa kagum qasidah itu.
Setelah al-Habib Umar wafat, maka al-Habib Abdullah ibnu Alwi al-Haddad
menyuruh seseorang untuk berziarah ke makam al-Habib Umar dan menyuruhnya untuk
membacakan qasidah yang disebutkan di atas tadi di sisi kubur al-Habib Umar.
Ketika orang itu melaksanakan apa yang diperintahkan oleh al-Habib Abdullah
ibnu Alwi al-Haddad, maka ia tertidur sejenak, maka tahu-tahu terdapat sepotong
roti yang masih hangat di pangkuannya. Ketika ia terbangun ia terkejut dengan
adanya dua potong roti dihadapnya, setelah diperiksa di sekelilingnya, ternyata
tidak ada seorangpun yang ada didekatnya, sehingga ia yakin bahawa dua potong
roti itu adalah karomah dari al-Habib Umar sebagai petanda bahwa qasidah yang
dibacanya telah didengar oleh al-Habib Umar dan ziarahnya terkabul. Maka yang
sepotong dimakan sedangkan yang sepotong lagi dibagikan kepada anak-anaknya.
Al-Habib Umar dan guru beliau, al-Habib Hussein ibnu Syeikh Abu Bakar ibnu Salim melarang orang untuk menghisap rokok dan mengharamkannya.
Al-Habib Umar dan guru beliau, al-Habib Hussein ibnu Syeikh Abu Bakar ibnu Salim melarang orang untuk menghisap rokok dan mengharamkannya.
Al-Habib Umar suka menyuruh orang untuk memperbaiki
cara pengairan sawah ladang. Beliau amat senang dengan orang-orang yang suka
mengairi sawah ladangnya dan beliau selalu mendoakan kebajikan bagi mereka,
tetapi beliau tidak senang terhadap orang-orang yang malas mengakhiri sawah
ladangnya.
Al-Habib Umar selalu menganjurkan orang
untuk rajin menanam pohon kurma. Di desa Andal dan al-Qasar banyak menghasilkan
buah kurma. dikarenakan seringnya al-Habib Umar menganjurkan orang untuk
menanamnya. Biasanya beliau berpesan untuk memberi jarak sepuluh langkah atau
lima belas langkah antara satu pohon kurma dengan lainnya.
Banyak hadiah-hadiah yang mengalir kepada
al-Habib Umar, tetapi beliau tidak mahu menerimanya, kecuali hanya sebagian
kecil daripadanya. Bahkan jika ada seseorang yang nadzar memberi pohon kurma
kepada beliau, maka beliau ada kalanya menolaknya. Beliau tidak mau menerima
pemberian seorang penguasa pun, kalau ada seorang penguasa memberi hadiah atau
bingkisan kepada beliau atau yang ada hubungannya dengan penguasa, maka beliau
selalu menolaknya dengan cara yang manis dan halus.
Al-Habib Umar selalu pasrah dan ridho
terhadap apa saja yang dikehendaki oleh Allah. Al-Habib Umar selalu sederhana
dalam cara berpakaiannya, makan minumnya dan tempat tinggalnya. Beliau suka
memakai pakaian yang kasar berwarna putih, hasil tenunan dalam negeri, bukan
buatan dari India. Beliau tidak pernah memakai pakaian yang berwarna hitam,
selain ketika putera beliau wafat, tetapi beliau mengenakan juga pakaian putih
dan berwarna merah untuk menampakkan beliau tidak susah atas kematian putranya.
Ketika ditanyakan, mengapa beliau berpakaian demikian, maka beliau berkata: “Sesungguhnya
syaitan menyuruh kami untuk menampakkan rasa susah, tetapi kami menolaknya agar
ia menjadi kecewa”.
Biasanya jika al-Habib Umar diberi hadiah
sehelai kain halus berwarna putih, maka beliau memakainya sebagai alas duduk di
atas kenderaannya sampai kain itu tampak rosak. Biasanya jika beliau diberi
hadiah sehelai baju terlalu panjang bagian tangannya, maka beliau memotongnya
sampai sebatas telapak tangan. Hal itu adalah dikarenakan beliau meniru jejak
hidup Imam Ali ibnu Abi Thalib yang selalu memotong bagian tangannya sampai
batas telapak tangan.
Jika al-Habib Umar hendak membangun rumah,
maka beliau menyuruh arkiteknya untuk membangunkan kamar mandi di bagian depan
rumahnya agar orang-orang yang melihatnya akan mengerti, betapa hinanya
kehidupan dunia yang selalu mereka rebutkan itu. ketika arsiteknya telah
selesai membangun tembok rumah beliau, maka beliau dipersilahkan masuk ke dalam
bangunan itu. Setelah beliau mengukur tinggi bangunannya dirasa telah cukup,
maka beliau menyuruhnya untuk membangun atapnya. Letak rumah beliau di bagian
atas desa. Ketika penduduk desa Huraidzah minta pertimbangan beliau, di manakah
rumah beliau harus dibangun, maka beliau menyuruh mereka untuk membangun
rumahnya di bagian atas desa itu di dekat rumah Syeikh Salamah ibnu Ali
Basahil. Sebab beliau amat erat hubungannya dengan Syeikh Salamah yang dikenal
sebagai wali yang wara’, ahli ibadah dan amat dekat hubungannya dengan al-Habib
Umar, sehingga al-Habib Umar sering mengunjunginya. Kata al-Habib Umar: “Andaikata aku
tidak takut kebakaran, pasti aku lebih senang di sebuah gubug”.
Beliau tidak terlalu memperhatikan masalah
makanannya, beliau mau makan apa saja yang didapatnya dengan mudah, tidak
jarang beliau menahan lapar jika tidak ada rezeki yang dimakannya. Disebutkan
bahwa pada suatu malam isteri Hussein menantu beliau tidak menyediakan makan
malam bagi al-Habib Umar, sebab ia mengira bahawa al-Habib Umar sudah makan
malam di rumah Salim, puteranya. Demikian juga isteri Salim tidak menyiapkan
makan malam bagi al-Habib Umar, sebab ia mengira bahwa al-Habib Umar telah
makan di rumah Hussein. Kebetulan malam itu pembantunya keluar dengan membawa
sepotong roti untuk makan sapinya, maka beliau mengambil sebagian seraya
berkata: “Ini adalah makan malamku”. Al-Habib Umar hanya berkata: “Kurma dan
mentimun yang halal lebih baik dari bubur kambing (harisah) yang subhat”.
Pada suatu hari ketika beliau berkunjung ke
Wadi ‘Amed, maka beliau singgah di rumah salah seorang pengikutnya yang ada di
desa itu. Penduduk desa itu senang menerima kehadiran al-Habib Umar, sehingga
mereka membikin bubur asidah bagi beliau. Ketika penduduk desa itu masih sibuk
membuat bubur asidah, salah seorang puteri dari mereka datang dengan membawa
sepiring makanan bagi beliau, beliau hanya menyuapnya sedikit. Tidak lama
setelah bubur asidah yang dipersiapkan penduduk desa itu telah selesai, maka
mereka menghidangkannya ke hadapan al-Habib Umar, tetapi beliau tidak
menyuapkan sedikitpun dari bubur asidah itu, sehingga mereka minta beliau untuk
mencicipinya, tetapi beliau menolaknya dengan halus, seraya berkata: “Ada seorang
puteri telah membawakan makanan buah bidara cina bagiku, aku telah memakannya
sedikit dan hal itu aku telah rasa cukup”. Kisah ini merupakan salah
satu bukti dari kesederhanaan al-Habib Umar dalam hal makanan.
Sifat postur tubuh
al-Habib Umar al-Attas
Al-Habib Ali ibnu Hassan al-Attas pernah
menyebutkan dari al-Habib Abu Bakar ibnu Muhammad Bafaqih, Shahib Qoidun,
tentang sifat diri al-Habib Umar sebagai berikut: “Tubuh al-Habib Umar
berperawakan sedang, wajahnya tampan, janggutnya lebar, jika seorang melihat
beliau, maka akan melihat kewibawaan beliau dan tercium bau harum dari beliau”.
Al-Habib Umar gemar memakai parfum. Kata
beliau: “Dari besarnya kesukaannya kepada parfum, maka aku ingin dihadirkan sebuah
bejana yang berisi parfum, kemudian aku akan memakainya semua”.
Dikarenakan besarnya kegemaran beliau memakai parfum, maka keringat beliau
tercium bau harum.
Pada lambung kiri al-Habib Umar ada warna
hitam sebentuk cincin.
Al-Habib Umar sebagai
seorang Syeikh dan Murabbi
Al-Habib Umar adalah seorang Syeikh, seorang
murabbi dan seorang da’i kepada Allah di dalam tindak-tanduknya dan tutur
katanya. Al-Habib Umar pernah berkata: “Ketika aku ditawari menjadi seorang
da’i, maka aku menolaknya dengan berbagai alasan”. Kemudian
dikatakan kepadaku: “Kami akan menjadikan bagimu seorang pendamping dan
membantu yang akan mendampingimu untuk menunaikan tugasmu”, seraya menunjuk
kepada Syeikh Ali Baras. Maka aku menerima tugas itu dan Syeikh Ali Baras akan
membantuku dan mendukungku”.
Al-Habib Umar berkata: “Sesungguhnya
sumber-sumber untuk mendapatkan cahaya Allah tidak berkurang sedikitpun bagi
generasi yang ada di akhir masa, akan tetapi mereka datang membawa
bejana-bejana yang berlubang”.
Pada awal mulanya, Syeikh Ali Baras sibuk
membantu al-Habib Umar dalam menyampaikan dakwahnya. Pada suatu hari ketika
Syeikh Ali Baras duduk di sisi al-Habib Umar, maka beliau bertanya kepadanya: “Buku
apa yang ada padamu?” kata Syeikh Ali Baras: “Buku yang ada di tanganku
adalah Bidayatul Hidayah”. Kata al-Habib Umar: “Bacalah buku itu”. Maka
Syeikh Ali Baras membaca dengan khutbahnya. Selanjutnya, al-Habib Umar berkata
kepada Syeikh Ali Baras: “Berhentilah sampai di situ, aku telah memberimu ijazahdi
bidang Syari’at, Tareqat dan Hakekat, ini adalah ijazah yang diberikan
bertepatan pada saat terkabulnya semua do’a”.
Habib Isa ibnu Muhammad al-Habsyi berkata:
“Biasanya jika ada seorang datang dengan niat yang baik kepada al-Habib Umar,
maka beliau akan menerima segala pengaduannya serta menghormatnya dengan
menampakkan keramatnya, sifat-sifat mulia seperti ini yaitu niat yang baik dan
keyakinan yang kuat jarang dimiliki oleh tamu-tamu yang lain dan kekeramatan
beliau jarang dilihat orang kecuali seorang yang benar-benar ta’at, bagus
niatnya dan kuat aqidahnya”.
Syeikh Ali Baras pernah berkata kepada
al-Habib Umar: “Meskipun engkau sering mengunjungi Wadi ‘Amed dan desa-desa
lainnya, tetapi anehnya tidak banyak yang mendapat petunjuk dengan sebenarnya
dari engkau, padahal aku yakin bahwa jika seorang fakir bertemu dengan engkau
pasti ia akan menjadi muslim”. Jawab al-Habib Umar: “Andaikata aku bertemu
dengan seorang yang hatinya seperti engkau, tentunya aku dapat menyampaikan ia
kepada Allah di dalam waktu yang paling singkat, akan tetapi aku mendapati
orang-orang yang hanya membicarakan: “Habib akan pergi, habib akan datang”.
Dengan kata lain tidak mempunyai persiapan dan keyakinan kepada beliau”.
Disebutkan bahwa pada suatu hari ada seorang
murid datang kepada beliau dengan niat untuk memohon keputusan dari beliau.
Sebelum murid itu menyampaikan kepada beliau apa yang yang ada di hatinya, maka
dengan cara kasyaf beliau menjawab apa yang akan ditanyakan oleh murid
tersebut: “Wahai orang yang kebanyakan manusia meninggalkan apa yang semestinya
harus ia lakukan, tidak seorangpun yang datang kepadaku kecuali ingin
menanyakan tentang masalah-masalah duniawi seperti meminta hujan, menginginkan
anak atau meminta pendapat, padahal setiap murid yang datang kepadaku dengan
niat yang baik untuk mendapatkan masalah-masalah yang mulia, pasti ia akan
mendapatkan kebajikan yang ia inginkan”.
Ada seorang sholeh dari penduduk sebuah desa
Hadzyah yang bernama Ahmad ibnu Abdillah Bajusair, ia seorang guru ngaji bagi
anak-anak kecil. Biasanya jika penduduk desa Syibam berziarah ke tempat
al-Habib Umar al-Attas, maka mereka singgah di desa Hadzyah dan akan melewati
rumah guru ngaji ini, demikian pula jika mereka pulang dari tempat beliau. Pada
suatu kali, guru itu berkata kepada salah seorang yang didekatnya: “Aku lihat
penduduk Syibam yang pergi ke tempat al-Habib Umar dalam keadaan wajah
tertentu, dan mereka pulang dengan wajah yang berlainan dari wajah yang
sebelumnya. Mengapa demikian?” Ketika ucapan guru ngaji itu disampaikan kepada
al-Habib Umar, maka beliau berkata: “Katakanlah kepadanya, adakalanya manusia tugasnya
sebagai guru ngaji seperti kamu, adakalanya seorang pendidik, apakah dia tidak
mengerti bahwa saya seperti buaya, telurnya di darat dan ia tetap berada di
laut dan memelihara telurnya cukup dengan pandangan”.
Al-Habib Ahmad ibnu Hasyim al-Habsyi
berkata: “Dulunya aku dan as-Sayid Abdullah al-Haddad sering berkunjung kepada
al-Habib Umar al-Attas, tidak lama, maka al-Habib Abdullah mendapat pancaran
Ilahi (Futuh) sebelum aku mendapatkannya, sehingga minatku kepada beliau
berkurang. Ketika aku adukan keadaanku kepada Habib Umar, maka beliau menghadap
kepadaku dan mendo’akanku untuk mendapatkan seperti yang didapati al-Habib
Abdullah al-Haddad. Maka sejak saat itu akupun mendapat pancaran Ilahi.
Al-Habib Abdurrahman ibnu al-Habib Umar
al-Attas berkata: “Ketika aku keluar dari desa Ahrum, maka aku bertemu dengan
seorang Darwisy yang sedang mengembara. Waktu itu ia hendak menyeberang jalan.
Ketika aku memberi salam kepadanya, maka ia berkata, selamat datang wahai
fulan. Ia menyebut namaku dan ia menunjukkan kegembiraannya bersamaku meskipun
aku belum pernah bertemu dengannya pada waktu sebelumnya. Aku bertanya
kepadanya, bagaimana engkau tahu namaku, padahal engkau belum pernah berkenalan
denganku?” Jawab orang itu: “Bagaimana aku tidak mengenalmu, pada hal engkau
adalah putera guru kami, al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas. Sesungguhnya
ayahmu sering datang ke negeri kami secara ghaib dan nama beliau lebih dikenal
di tempat kami daripada di tempat kamu”.
Habib Ahmad ibnu Hussein ibnu Umar berkata:
“Aku pernah diberitahu oleh seorang yang aku tidak ragu akan kejujurannya bahwa
ia pernah bertemu dengan seorang Darwisy dari negeri Sind di Afrika yang
berkata: “Sesungguhnya al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas sering berkunjung
ke negeri kami di Sind untuk mengajari kami Tasawwuf dan ilmu Tareqat dan
beliau banyak dikenal di negeri kami”.
Syeikh Abdullah ibnu Abdurrahman Ba’ubad
menuturkan bahwa ketika ia bersama Syeikh Ali Baras dan tiga belas orang
sahabatnya datang ke tempat al-Habib Umar, maka yang pertama aku lihat adalah
sinar wajah beliau yang amat cemerlang, sehingga aku tidak ingat lagi akan
kehadiranku, sebab aku lihat diri beliau bagaikan mutiara yang berwarna putih
cemerlang, dan wajah beliau memancarkan sinar yang terang, maka timbul
keinginanku untuk tidak akan berpisah dari beliau sepanjang hidupku. Kami
sempat menetap di tempat beliau selama beberapa hari. Ketika beliau memberi
izin kami untuk pulang ke desa kami, maka beliau berkata kepadaku: “Wahai
puteraku, tempat dan sumber mata air serta perjalanan hanya ada satu macam,
barang siapa yang ingin memisahkan antara aku dari Syeikh Ali Baras, maka ia
tidak akan mendapat untung”.
Al-Habib Abdullah ibnu Alwi al-Haddad
berkata: “Ketika aku mengunjungi al-Habib Umar al-Attas, maka aku lihat pada diri
beliau, adanya sifat-sifat yang terdapat pada para sesepuh beliau hingga pada
diri Nabi SAW”.
Habib Isa ibnu Muhammad al-Habsyi dan para
arif billah lainnya, banyak menuturkan bahwa keadaan pribadi al-Habib Umar
al-Attas dan tindak lanjutnya jauh berbeda dengan para tokoh wali lainnya.
Meskipun keadaan dan kedudukan beliau sangat tinggi, namun beliau lebih senang
untuk rendah diri, lemah lembut, ramah tamah kepada semua orang dan akhlak yang
sangat tinggi di mana sangat sedikit sekali orang berakhlak seperti beliau.
Ketika menyebutkan sifat al-Habib Umar,
Habib Ahmad ibnu Zein al-Habsyi berkata: “Banyak orang dari kawan-kawan
beliau yang menerima kebajikan dari al-Habib Umar, banyak orang yang menjadi
murid beliau dan banyak pula yang menerima talkin dzikir dan menerima khirqoh
dari beliau”.
Kitab-kitab yang
dipesankan oleh Habib Umar al-Attas untuk dipelajari
+ Az Zubad karya tulis Syeikh Ibnu Ruslan. Habib Umar
selalu menyuruh anak-anak kita untuk menghafal nadzom kitab Zubad.
+ Bidaayatul Hidaayah karya tulis Imam Ghozali. Syeikh Ali Baras pernah membaca mukadimah kitab Bidaayatul Hidaayah di hadapan Habib Umar, kemudian beliau memberi ijazah bagi Syeikh Ali Baras sehingga Allah membuka cabang-cabang ma’rifat baginya.
+ Al Minhaaj karya tulis Imam Nawawi. Syeikh Abdullah ibnu Umar Ba’ubaid berkata: “Ketika aku berkunjung ke tempat Habib Umar, beliau berkata kepadaku: “Aku pernah membaca kitab al-Irsyad, karya tulis Syeikh Ismail al-Muqri”. Maka beliau berkata kepada Syeikh Ali Baras: “Wahai Ali, bacakan kepadanya kitab al-Minhaaj, karya tulis Imam Nawawi dan bacakan juga kitab itu kepada kawan-kawanmu, karena kitab tersebut membawa berkat dan memberi futuh, Insya-Allah, sebab penyusunnya seorang Wali Qutub dan ia berdo’a bagi setiap pembacanya, semoga diberi barakah”.
+ Ar Risalah karya tulis Imam Qusyairi dan Awarifu al-Ma’arif karya tulis Imam al-Saharwurdi. Al-Habib Umar al-Attas selalu membaca kedua kitab itu ke mana saja beliau pergi. Kata beliau: “Ar Risalah dan al-Awarif dan kitab-kitab sepertinya sangat penting untuk dibaca, sebab keduanya termasuk pemasok santapan rohani bagi paraahli Tasawwuf”.
+ Bidaayatul Hidaayah karya tulis Imam Ghozali. Syeikh Ali Baras pernah membaca mukadimah kitab Bidaayatul Hidaayah di hadapan Habib Umar, kemudian beliau memberi ijazah bagi Syeikh Ali Baras sehingga Allah membuka cabang-cabang ma’rifat baginya.
+ Al Minhaaj karya tulis Imam Nawawi. Syeikh Abdullah ibnu Umar Ba’ubaid berkata: “Ketika aku berkunjung ke tempat Habib Umar, beliau berkata kepadaku: “Aku pernah membaca kitab al-Irsyad, karya tulis Syeikh Ismail al-Muqri”. Maka beliau berkata kepada Syeikh Ali Baras: “Wahai Ali, bacakan kepadanya kitab al-Minhaaj, karya tulis Imam Nawawi dan bacakan juga kitab itu kepada kawan-kawanmu, karena kitab tersebut membawa berkat dan memberi futuh, Insya-Allah, sebab penyusunnya seorang Wali Qutub dan ia berdo’a bagi setiap pembacanya, semoga diberi barakah”.
+ Ar Risalah karya tulis Imam Qusyairi dan Awarifu al-Ma’arif karya tulis Imam al-Saharwurdi. Al-Habib Umar al-Attas selalu membaca kedua kitab itu ke mana saja beliau pergi. Kata beliau: “Ar Risalah dan al-Awarif dan kitab-kitab sepertinya sangat penting untuk dibaca, sebab keduanya termasuk pemasok santapan rohani bagi paraahli Tasawwuf”.
Kewara’an al-Habib Umar
al-Attas
Beliau dikenal sangat wara’. Beliau tak mau
pernah menerima pemberian apapun dari kaum penguasa, tidak pernah mau diajak
makan minum, sampai pun sekedar minum kopi bersama kaum penguasa, bahkan beliau
menolak arang bakar yang datangnya dari kaum penguasa. Kisah penolakkannya
terhadap pemberian Sultan Badar ibnu Abdillah al-Katsiri ketika datang
mengunjungi beliau, kelak akan saya sebutkan dalam fasal tersendiri.
Beliau tidak mau makan dari pemberian
orang-orang yang berbisnis dengan cara riba’.
Pada suatu kunjungan beliau di Wadi Amed,
maka beliau dipersilahkan singgah di rumah seorang dari keluarga Basulaib,
sedangkan mereka tidak mau memberikan bagian waris bagi anak-anak perempuan, maka
beliau menolak untuk singgah dan beliau berkata: “Bagaimana aku akan singgah di rumah
seorang yang tidak mau memberikan waris bagi anak-anak perempuannya? Padahal
Allah menyuruh memberikannya dalam al-Quran, Allah berfirman:
“Allah
mensyari’atkan bagimu tentang pembagian waris untuk anak-anakmu, yaitu bagian
seorang anak lelaki sama dengan bagian dua anak perempuan”.
Kata lelaki itu: “Mulai dari saat ini, aku
akan memberikan waris bagi anak-anak perempuanku”.
Maka Habib Umar mau singgah di rumah orang itu
dan beliau berdo’a bagi keluarga orang itu, sehingga mereka diberi barokah dan
kebahagiaan hidup”.
Pada suatu kali ketika beliau berkunjung ke
rumah seorang dari keluarga Basuwaid yang ada di desa Anaq. Maka beliau
disambut dengan sambutan yang luar biasa, dan beliau diberi labu. Beliau
bertanya: “Dari mana engkau peroleh buah labu ini?” Jawab
orang itu: “Aku memetiknya dari sebuah kebun milik wakaf”. Katanya beliau: “Kalau begitu,
kita tidak diperbolehkan makan dari kebun yang telah diwakafkan, sebab kebun
yang telah diwakafkan itu adalah milik semua orang Islam”. Kata
orang itu: “Mulai sekarang aku tak mau lagi makan dari hasil kebun yang telah
diwakafkan, lalu bagaimana hasil-hasilnya yang telah aku makan di masa-masa
sebelumnya?” Kata Habib Umar: “Untuk menebus dosanya yang lalu, maka rawatlah
kebun itu, kemudian bagikan hasilnya bagi kaum muslimin”. Maka sejak
saat itu, kebun yang telah diwakafkan itu mulai sebaik mungkin”.
Habib Umar tidak mau menerima harta wasiat
dari seorang kecuali bila beliau telah memperjelaskan benar-benar tentang ridhanya
ahli warisnya. Pada suatu kali ada seorang wanita yang mewasiatkan sebagian
dari perhiasannya senilai tiga Uqiyah. Ketika wanita pemilik harta itu wafat,
maka harta yang diwasiatkan itu diberikan kepada beliau, tetapi beliau tidak
mau menerimanya sampai setelah memperjelas ridha ahli warisnya tentang harta
wasiat itu”.
Disebutkan oleh Syeikh Ali ibnu Salim
al-Junaid, bahwa ayahnya yang bernama Salim pernah meminjam seekor keledai buat
kendaraan bagi perjalanan habib Umar yang akan pergi ke desa Lahrum. Anehnya,
sesampai di tengah perjalanan, keledai itu berhenti dan duduk di padang pasir,
padahal waktu itu udaranya amat panas. Kata Syeikh Salim: “Hampir aku pukul keledai
ini, tetapi beliau melarangku seraya berkata bahwa pemilik keledai ini tidak
mau keledainya dipukul”. Kemudian beliau berkata: “Peganglah kepalanya dan aku akan
membantumu, agar ia berjalan”. Demikian pula ketika keledai itu
mogok kembali, maka Salim hendak memukulnya, tetapi beliau menolaknya, dan
beliau membantunya agar ia mau berjalan”.
Dan jika telah masuk waktu sholat berjamaah,
sedangkan imam masjid ada didekat beliau, maka beliau mengusirnya seraya
berkata: “Pergilah engkau untuk menjadi imam, tidak dihalalkan anda duduk di sini,
bila waktu tugas anda sebagai imam telah tiba”.
Rasa tawadhu’ al-Habib
Umar al-Attas
Al-Habib Abdullah ibnu Alawi al-Haddad
berkata: “Itu orang (al-Habib Umar) yang pepohonnya ditanam atas dasar tawadhu’
dan lemah lembut, sehingga tangkai-tangkainya seperti itu juga”. Hal itu
menunjukkan kedua sifat budi pekerti beliau.
Al-Habib Abdullah ibnu Alawi al-Haddad
berkata: “Ketika kami berkunjung ke desa Huraidzah ke tempat Habib Umar, kami
melihat Habib Umar bersikap amat tawadhu’, tidak seorang pun dari orang-orang besar
yang dapat mengikuti perangai beliau seperti itu. Begitu tawadhu’nya perangai
beliau, meskipun tingginya kedudukan beliau, samapi beliau tidak dapat
dibezakan dengan kawan-kawan duduknya yang lain. Di tengah majlisnya, beliau
tidak duduk di tempat yang khusus, tidak pakai pakaian khusus, sehingga beliau
tidak berbeda dengan kawan-kawan duduk yang lain. Bila bangun kerana ada hajat
dan tempat duduknya ditempati orang lain, belaiu tidak marah dan tidak menyuruh
orang itu untuk pindah, bahkan beliau duduk di tempat lain, sampai aku pernah
berkata: “Alangkah tidak sopannya kalian terhadap Imam ini”.
Pada suatu kali, penduduk Syibam berebutan
untuk berjabat tangan dengan beliau, ada seorang yang ketika itu melihat
kesederhanaan pakaian Habib Umar dan ketawadhu’annya, maka ia berkata: “Seorang
yang seperti ini, kami di Tarim tidak mengajak berjabat tangan dengannya”.
Ketika ucapan itu didengar oleh Habib Umar, maka beliau berkata: “Memang pantas
ucapannya itu, sebab yang ada di Tarim hanyalah orang-orang yang wajah-wajahnya
bagaikan bulan”. Beliau mengulang-ulang berkali-kali.
Pada suatu hari ketika orang-orang datang ke
tempat Habib Umar untuk mengucapkan selamat atas lahirnya seorang anak beliau,
sedangkan dari penduduk kota itu tidak ada yang datang, mereka adalah
orang-orang yang berwatak keras dan meninggalkan sholat berjamaah dan Jum’at,
maka ada seorang dari penduduk desa itu yang mendengar bahwa Habib Umar
mempunyai anak, lalu dia mengatakan keledaiku mempunyai anak, suatu ucapan yang
mengejek dan sangat tidak pantas. Mendengar ejekan orang itu, Habib Umar tidak
marah, bahkan Habib Umar mendatangi rumah orang itu dengan tujuh kawan beliau.
Kedatangan beliau menjadikan orang itu amat bergembira, sehingga ia menjadi
amat kagum terhadap lemah lembut budi pekerti beliau. Kunjungan Habib Umar itu
di pagi hari Jum’at. Ketika Habib Umar hendak keluar, maka beliau bertanya
kepada orang itu dan kawan-kawannya yang tidak mau menghadiri sholat Jum’at: “Mengapa kalian
tidak menghadiri sholat Jum’at, padahal mempunyai pakaian-pakaian yang bagus
dan harum baunya?” Jawab mereka: “Apakah kami boleh menghadiri sholat
Jum’at dengan memakai pakaian-pakaian yang bagus dan harum?” Jawab Habib
Umar: “Boleh”. Maka
mereka keluar bersama-sama untuk menghadiri sholat Jum’at dengan perasaan
gembira dan puas karena akhlak dan perilaku Habib Umar.
Kedermamawan al-Habib
Umar al-Attas
Habib Umar al-Attas dikenal sebagai seorang
yang amat murah tangan, sehingga rumahnya selalu dibanjiri segala lapisan
masyarakat yang membutuhkan bantuan beliau. Kedermawan Habib Umar tidak pernah
membedakan orang, semua orang disamakan pelayanannya, baik dia orang yang fakir
atau pejabat tinggi. Habib Umar sangat peduli untuk memberi makan orang-orang,
sehingga menyuruh pembantu-pembantunya untuk menyimpan sebagian hasil panen
buat nanti bila datang musim paceklik. Sehingga kalau ada orang-orang yang
membutuhkan pertolongan, pasti kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Meskipun
besarnya kedermawan Habib Umar, tetapi beliau tidak pernah menyombongkan diri
di depan orang-orang lemah. beliau senantiasa memberi pelayanan kepada
orang-orang lemah dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka tidak pernah rasa
malu dengan beliau. Demikian pula, Habib Umar tidak pernah memaksa diri dalam
menjamu tamu-tamunya, adakalanya tamunya orang miskin, beliau hidangkan daging
bila beliau memilikinya. Adakalanya tamunya penguasa, beliau hidangkan
seadanya, bahkan beliau lebih mengutamakan kaum lemah dari kaum penguasa. Hal
itu terlihat pada perlakuan beliau terhadap Sultan Badar ibnu Muhammad
al-Katsiri. Yang demikian itu sengaja beliau lakukan agar tidak terasa di hati
Sultan bahwa beliau butuh bantuan dari Sultan atau ingin mendekatkan diri
kepadanya.
Adakalanya kalau ada orang-orang terpandang
mengunjungi beliau, sedangkan beliau tidak mempunyai hidangan yang pantas buat
dihidangkan kepada mereka. Tetapi beliau tidak segan mohon bantuan atau
pinjaman untuk menyembelih seekor kambing bagi tamu-tamunya yang terpandang
itu, agar mereka tidak kecewa bila penghormatannya atau hidangannya dirasa
kurang cukup.
Al-Habib Umar sebagaimana yang diceritakan
oleh putranya yaitu al-Habib Abdullah selalu menyisakan atau menyimpan sebagian
hasil panen tahunan untuk musim paceklik, meskipun kebanyakan orang tidak
memperhatikan hal ini. Karena itu bila banyak orang-orang yang mohon bantuan
bahan makanan di rumah beliau jika musim paceklik tiba, maka hal itu tidak
mengherankan sebab beliau telah lama bersiap-siap menghadapi krisis pangan
seperti itu. Di saat krisis pangan sedang melanda kaumnya, maka beliau menolong
orang-orang yang membutuhkan bahan makanan. Di antara mereka, ada yang setiap
saatnya diberi makan langsung di rumah beliau, tetapi ada pula yang dikirim
bahan pangan ke rumah-rumah mereka, terutama bagi keluarga-keluarga yang tidak
bisa mohon bantuan orang, tetapi masa paceklik yang memaksa mereka untuk cari
bantuan dan juga untuk mempererat tali silaturahim.
Adakalanya, ada sejumlah tamu yang datang ke
rumah beliau di akhir malam, dan beliau menyambut mereka dengan ramah-tamah.
Biasanya bila ada tamu di akhir malam hari, beliau membangunkan isterinya untuk
menyiapkan makan malam buat tamu-tamu yang datang di akhir malam, adakalanya
beliau menyimpan sebagian makan malamnya, persiapan barangkali ada tamu yang
datang. Biasanya jika bahan makanan pokok menipis, maka beliau dan keluarganya
tidak mau makan bahan pokok. Beliau dan keluarganya memilih bahan pangan
pengganti, sedang bahan pangan yang pokok diberikan bagi orang lain yang
membutuhkannya, terutama bagi para tamu yang datang ke rumah beliau. Kalau
bahan pangan pokok benar-benar habis, maka beliau berikan bahan pangan berupa
apa saja tanpa malu.
Habib Umar tidak senang
menonjolkan diri
Habib Umar dikenal sebagai seorang yang
selalu merahsiakan keistimewaan-keistimewaannya dan ketekunan beribadahnya.
Demikian pula, Habib Umar selalu mewasiatkan hal itu bagi murid-muridnya.
Habib Umar suka mengasingkan diri dari
masyarakatnya. Kata beliau:
“Menonjolkan diri merupakan penyakit yang tidak ada obatnya”.
Seorang murid beliau pernah melihat Habib
Umar duduk di tempat sholatnya secara tersendiri. Ketika beliau ditanya: “Mengapa
beliau mengasingkan diri?” Kata beliau: “Aku mengasingkan diri sebab
orang-orang itu selalu mendekati aku”.
Habib Ali bin Hasan al-Attas meriwayatkan
bahwa Thabarani menyebutkan bahwa Anas r.a berkata: “Aku datang ke tempat
Rasulullah SAW dan aku dapatkan beliau mendorongkan sesuatu dengan kedua
tangannya”. Aku berkata: “Wahai Rasulullah, kiranya apa yang tadi engkau
dorongkan dengan kedua tangannya ini?” Sabda beliau: “Tadi
aku didatangi dunia maka aku mengusirnya dariku”.
Salah satu dari tanda ketidaksenangan Habib
Umar untuk menampilkan diri dan tanda lemah lembutnya adalah jika beliau
mengunjungi suatu desa dan beliau tinggal di desa itu selama tiga hari atau
lebih atau kurang dari jumlah itu, tetapi kedatangan beliau itu hampir tidak
diketahui oleh penduduk desa yang beliau kunjungi, kecuali hanya si pemilik
rumah yang beliau singgahi dan tetangga-tetangga dekatnya. Pada umumnya beliau
suka berjalan di saat panas matahari atau di waktu tengah hari yang sangat
panas, dan beliau tidak senang ditemani orang lain, kecuali pembantunya. Jika
beliau tiba di suatu desa, maka beliau sengaja memilih singgah di suatu rumah
yang tidak akan dikenal orang banyak.
Gerakan dakwah al-Habib
Umar al-Attas
Habib Umar pernah berkata:”Ketika aku
diminta untuk bergerak di bidang da’wah, maka aku mengajukan berbagai alasan
untuk menerangkan ketidakmampuan melakukannya”. Maka diberitahukan
kepadaku: “Kami akan mendukungmu dalam melaksanakan tugas da’wah ini dengan
seorang yang amat mampu untuk melaksanakan tugas ini. Kemudian Syeikh Ali Baras
diperbantukan kepadaku”.
Dikarenakan seringnya perjalanan yang beliau
lakukan untuk berda’wah dan mendamaikan orang, sampai beliau mengatakan: “Dikarenakan
banyaknya perjalanan yang aku lakukan untuk berda’wah, sampai aku menjadi orang
pendatang (asing) sampai kewajiban sholat Jum’at tidak diwajibkan bagiku”.
Karena beliau selalu dalam keadaan musafir.
Al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Sebenarnya kami ingin mengunjungi makam-makam dan negeri-negeri, akan tetapi
kami terhalangi oleh kecintaan dan ketergantungan manusia kepada kami. Kami
ingin sekali seperti Habib Umar ibnu Abdurrahman al-Attas, karena beliau banyak
berkunjung ke berbagai tempat, untuk berda’wah dengan tidak ditemani orang
lain.
Al-Habib Abdullah al-Haddad berkata juga:
“Pada tahun 1071 H, tepatnya hari Isnin tanggal 21 Jamadil Akhir, ketika kami
berkunjung ke tempat al-Habib Umar al-Attas, maka kami meminta untuk berdua
dengan beliau tanpa diikuti orang lain. Ketika permintaanku itu dikabulkan oleh
Habib Umar dan beliau merestui dengan segala yang aku lakukan, beliau
menganjurkan aku untuk berdakwah secara khusus atau umum tanpa peduli ucapan
orang banyak”.
Habib Umar selalu giat berda’wah, menyuruh
yang baik dan melarang yang mungkar dengan cara yang lemah lembut, dan bersifat
mengayomi orang, sehingga banyak orang yang suka dan cinta dengan beliau. Tidak
sedikit orang-orang yang membangkang dan berbuat dosa terpengaruh oleh lemah
lembutnya da’wah beliau, sehingga mereka bertaubat dan menjadi orang-orang yang
taat kepada Allah. Beliau menggalakkan menghadiri sholat berjamaah dan sholat
Jum’at. Selain itu, berbagai cabang-cabang amal-amal soleh pun digalakkan di
tengah masyarakatnya. Pada waktu beliau sampai di desa Huraidzah untuk pertama
kalinya, beliau dapati masyarakatnya banyak yang bodoh, membangkang, kasar,
tidak suka tolong-menolong dan tidak mau berjamaah dan berjum’atan. Dengan
tekun Habib Umar mengajak mereka ke jalan Allah. Habib Umar tidak pernah
memaksa orang untuk berbuat baik, tetapi merayu mereka dengan cara-cara yang
menarik, sehingga akhirnya penduduk desa Huraidzah menjadi manusia-manusia yang
berbudi pekerti halus dan ramah-tamah.
Salah satu dari cara-cara menarik yang
dipakai Habib Umar dalam menarik hati masyarakatnya adalah sering mengunjungi
rumah-rumah mereka dan bercengkramah di rumah-rumah mereka, sampai mereka cinta
dengan cara yang dipakai oleh beliau. Meskipun demikian, beliau tidak segan
menasihati mereka bila ada perbuatan-perbuatan terlarang yang dilakukan oleh
mereka, misalnya cerita yang tertera di atas akan nasihat yang beliau berikan
kepada seorang Basuid yang menyuguhkan buah labu yang timbul di kebun milik
wakaf. Termasuk juga lemah lembut beliau terhadap orang yang mengatakan keledaiku
juga mempunyai anak, sewaktu orang-orang mengucapkan selamat atas lahirnya anak
beliau, yang mana mereka tidak mau melakukan sholat Jum’at. Sampai mereka mau
menghadiri sholat Jum’at dan mereka tertarik dengan cara-cara yang menarik dari
Habib Umar.
Terhadap orang-orang yang terang-terangan
menentang hukum Allah, maka beliau bersifat kasar terhadap mereka. Di antaranya
adalah beliau tidak mau singgah ke rumah seorang dari keluarga Bashalib yang
tidak mau memberikan waris bagi putri-putri mereka: “Ketika mereka bertanya,
maka beliau berkata: “Bagaimana aku mau akan berkunjung ke rumah seorang yang
tidak mau memberi hak waris bagi putri-putrinya?” Maka dengan ketegasan
Habib Umar itu, mereka menyatakan taubatnya, dan akhirnya beliau mau
mengunjungi rumah mereka.
Sedangkan terhadap orang-orang yang tidak
ada gunanya dengan cara-cara yang lemah lembut, maka beliau bersifat kasar dan
marah yang sangat marah. Hal itu dinampakkannya seperti tidak mau memasuki
rumah mereka, tidak mau menghadiri undangan mereka, sehingga banyak yang
bertaubat di tangan beliau.
Disebutkan juga bahwa Habib Umar pernah
menolak makan hidangan yang dihidangkan di rumah seorang yang tidak memisahkan
antara harta dari hasil yang halal maupun yang haram, khususnya dari harta
hasil riba’. Disebutkan bahwa pada suatu hari, Habib Umar diundang makan di
suatu rumah yang pemiliknya sedikit banyak suka makan harta hasil riba’. Ketika
hidangan makanan telah disuguhkan dan para tamu termasuk Habib Umar dan Syeikh
Ali Baras dipersilakan makan. Ketika itu Habib Umar merasa bahawa hidangan itu
ada unsur haramnya. Maka beliau memberitahukan kepada Syeikh Ali Baras tentang
hal itu. Kemudian keduanya meninggalkan jamuan makan tanpa menyantap sesuap pun
dari makanan yang dihidangkan itu sehingga pemilik rumah bertanya-tanya tentang
sebabnya. Kata Habib Umar: “Dalam hidanganmu ada harta yang tidak halal”.
Maka si pemilik rumah menangis dan berkata: “Kalau orang-orang yang baik
tidak mau makan makananku, maka aku adalah orang yang paling jelek”. Lalu
menyatakan taubatnya di hadapan Habib Umar dan ia berjanji tidak akan memungut
harta dari hasil riba’ lagi.
Disebutkan bahwa pada suatu hari Habib Umar
menghadiri majlis ta’lim Habib Aqil, saudara beliau, sepulangnya dari ziarah
ayahnya. Ketika itu ada seorang yang kaya yang suka menerima harta riba’
memberi suguhan kopi susu kepada para jamaah. Ketika Habib Umar merasa bahwa
dalam kopi yang disuguhkan itu ada unsur haramnya maka beliau berkata: “Angkatlah
kopimu, kami tidak dapat meminumnya sebab engkau suka menerima harta riba’”.
Habib Umar sangat marah terhadap orang itu maka lelaki itu berdiri sambil marah
dan nenentang Habib Umar sehingga Habib Umar berdoa bagi orang itu. Dengan izin
Allah, lelaki itu sakit dan mati tidak lama setelah itu. Kata Habib Ali bin
Hasan al-Attas: “Karena lelaki itu menampakkan diri menentang Allah dari dua
sisi, yang satu dengan harta riba’ yang ia makan. Allah berfirman:
“Maka
ketahuilah Allah dan Rasulnya akan memerangimu”
Dan karena ia menentang wali Allah, seperti
yang disebutkan dalam hadist Qudsi:
“Seorang
yang menentang wali-Ku maka Aku akan memeranginya”
Di akhir usianya ketika Habib Umar sholat
Jum’at di desa Nafhun, beliau duduk di pintu masjid. Maka beliau memberikan
mauidhoh hasanah dan memperingatkan hadirin dari siksa Allah karena itu mereka
diminta meningkatkan frekuensi ibadah mereka dan ketaqwaan mereka dan melarang
dari apa yang menyebabkan kemurkaan Allah. Setelah itu beliau berkata: “Apakah aku
telah menyampaikan pesan-pesan Allah ini?” Jawab para hadirin: “Ya”.
Maka beliau berkata: “Ya Allah, saksikanlah kesaksian mereka”.
Di saat itu ada seorang murid beliau yang
bernama Syeikh Abdul Kabir Baqais yang berkata: “Seolah-olah Habib Umar
memberikan nasihat yang terakhir”.
Habib Umar gemar
mendamaikan orang yang berselisih
Habib Umar al-Attas suka mendamaikan
orang-orang yang sedang berselisih demi untuk menjalankan ajaran Allah yang
pernah disebutkan Allah dalam firmannya:
“Tiada
kebaikan dalam sebagian besar bisik-bisik kalian kecuali seorang yang menyuruh
bersedekah dan menyuruh berbuat kebajikan atau mendamaikan di antara manusia
yang berselisih. Barang siapa yang mengerjakan hal itu karena berharap ridha
Allah, maka akan kami berikan pahala yang besar”
Disebutkan bahwa suatu hari beliau
mendamaikan di antara dua suku Kabilah Arab yang sedang bersengketa. Maka
masing-masing suku berkeras kepala, sehingga beliau bertanya kepada mereka: “Bagaimanakah
pendapat kalian bila seseorang di antara kalian berada di suatu lembah, bisakah
ia menjadikan lembah itu makmur atau bisakah ia menggali sumur seorang diri
atau menolak serangan musuh seorang diri?”
Jawab kedua suku itu: “Tidak bisa”. Jawab
Habib Umar: “Karena itu bersatulah kalian semua agar dapat menyelesaikan segala
persoalan secara bersama”. Berkat nasihat Habib Umar itu, maka
mereka bersatu kembali dan saling memaafkan”.
Dikisahkan oleh Syeikh Muhammad Ibnu Abdil
Kabir Baqais: “Pada suatu kali ketika Habib Umar menyeru perdamaian pada satu
kabilah Arab dengan lemah-lembut, maka mereka menolaknya dengan cara kasar
sehingga beliau melemparkan tasbihnya di antara mereka. Dengan kuasa Allah,
tasbih itu berubah seakan-akan menjadi ular besar yang merayap di antara mereka
sehingga mencari perlindungan di hadapan beliau. Maka mereka meminta maaf dari
Habib Umar dan menerima seruan perdamaian.
Disebutkan bahwa ada seorang yang berhutang
dan si pemberi hutang mengadukan masalah keduanya kepada Habib Umar. Akhirnya
setelah keduanya didamaikan oleh beliau, maka yang memberi hutang bersedia
memaafkan sebagian hutangnya asalkan yang berhutang mau melunasi sebagiannya.
Anehnya setelah keduanya keluar dari tempat Habib Umar, maka yang memberi
hutang mengingkari perjanjian tadi sehingga yang berhutang memberitahukan Habib
Umar. Maka Habib Umar marah pada si pemberi hutang seraya berkata: “Nanti engkau
akan terkena penyakit dan akan terkena sengatan api sebanyak bilangan yang yang
engkau ingkari janji kemudian akan menjadikan engkau mati”. Nyatanya
ucapan Habib Umar itu dikabulkan Allah, akhirnya si pemberi hutang mati setelah
ia menderita sakit beberapa waktu.
Disebutkan juga bahwa sebagian penduduk desa
Huraidzah dipaksa menyerahkan tanah perkebunannya kepada kaum penguasa. Maka penduduk
desa itu meminta bantuan dari Habib Umar untuk memaksa kaum penguasa itu agar
membatalkan tuntutan mereka kepada penduduk Huraidzah. Ketika para penguasa mau
menolak, maka Habib Umar mengancamnya akan mendoakan bagi mereka, maka mereka
terpaksa membatalkan tuntutan mereka.
Disebutkan ada dua bersaudara pemilik kebun
dari keluarga Ghanim yang berbuat zalim kepada tetangganya tentang pengairan
bagi kebunnya. Ketika kedua bersaudara itu dilaporkan kepada Habib Umar, maka
keduanya dinasihati agar memberikan hak tetangganya, tetapi keduanya menolak
bahkan menentang Habib Umar dengan penuh kurang ajar sehingga Habib Umar
berkata pada mereka: “Kalian akan kami masukkan ke dalam lautan yang tiada
bertepi”. Akibat ucapan Habib Umar itu, maka salah satu dari kedua
bersaudara itu ada yang berubah akalnya sehingga ia menyerang saudaranya, dan
saudaranya ikut tak sadar sehingga keduanya saling hunus senjata tajam,
akhirnya keduanya saling menikam hingga keduanya mati secara tidak terhormat.
Habib Umar selalu berfikiran
positif
Dikenal oleh banyak orang bahwa Habib Umar
selalu berfikiran positif dan pendapatnya dapat dijadikan petunjuk yang baik.
Beliau melihat dengan mata hati. Karena itu banyak orang yang selalu mohon
pendapat beliau. Bagi yang mengikuti pendapat dan kebijaksanaan beliau, maka ia
akan senang. Sebaliknya bagi yang menyalahi pendapat beliau tidak sedikit yang
menyesal dan rugi. Di antara pendapat beliau yang memberi manfaat adalah
pendapat yang beliau berikan kepada Syeikh
Muhammad ibnu Hussein al-Huraidhi untuk menghafal al-Quran. Sedangkan ia
telah lanjut usia lalu diterimanya maka ia diberi kemudahan oleh Allah.
Di antara pula pendapat beliau bagi Syeikh
Muhammad al-Amiri an-Nahdi untuk menanam pohon kurma di salah satu tempat yang
bernama Dhahirah, tetapi pendapat Habib Umar itu dianggap lemah oleh sebagian
orang. Untungnya Syeikh Muhammad al-Amiri menjalankannya,
sehingga ia berhasil mendapatkan untung besar.
Disebutkan bahwa Syeikh Abdullah ibnu Said Bamika, pemilik masjid
al-Aredh di kota Syibam termasuk salah satu dari orang-orang saleh yang gemar
beribadah dan menjalin persahabatan yang erat dengan Habib Umar. Syeikh
termasuk orang yang kaya, tetapi pada suatu masa kejayaannya menurun sampai ia
jadi miskin. Ketika ia mengadukan kepada Habib Umar, maka beliau memberi
petunjuk untuk melakukan suatu amal kebajikan. Syeikh Abdullah mengerti maksud
petunjuk beliau itu, sehingga ia menggali sebuah sumur dan ia membangun sebuah
masjid di tempat itu. Setelah itu, ia melaporkan apa yang ia lakukan kepada
Habib Umar. Dengan restu Habib Umar, maka kekayaan Syeikh Abdullah kembali
seperti sediakala.
Ketika penduduk Syibam bertanya kepada Habib Abdullah al-Haddad, mana yang bagus sholat di masjid
Abdullah Bamika ataukah di masjid milik orang lain, maka Habib Abdullah
al-Haddad menganjurkan orang untuk sholat di masjid Abdullah Bamika sebab
masjid tersebut dibangun atas petunjuk seorang wali Allah, yaitu Habib Umar
al-Attas.
Disebutkan juga bahwa ketika sebagian dari
penduduk dari suku Nahdi datang kepada Habib Umar tentang lamanya musim panas
di desa mereka, sampai kebun-kebun kurma mereka banyak yang kering. Habib Umar
menganjurkan mereka untuk menetap bersabar di desa mereka, mereka dilarang
untuk pindah ke tempat lain, semoga tidak lama Allah akan menurunkan hujan ke
desa mereka. Akhirnya dengan mengikuti petunjuk Habib Umar dengan tetap
bersabar, maka tidak lama kemudian Allah menurunkan air hujan bagi penduduk
desa itu, sehingga pengairan bagi kebun-kebun kurma mereka berjalan lancar lagi
seperti sediakala.
Disebutkan bahwa Syeikh Umar bin Ahmad al-Hilabi al-Juaydi selalu berhubungan
erat dan yakin sepenuhnya kepada Ahbib Umar, dan tidak pernah menyalahi
pendapat beliau. Karena itu Habib Umar memohon kebaikan kepada Allah bagi
Syeikh Umar al-Hilabi dan bagi anak cucunya. Pada suatu kali ketika Syeikh Umar
ini singgah di tempat Habib Umar, maka ia disambut oleh beliau. Waktu itu baru
menjelang musim panen. Ketika ia minta izin untuk meninggalkan tempat Habib
Umar, maka beliau berkata: “Hai Umar, jika engkau sampai di desamu, maka panenlah dan
ambillah hasil pohon kurmamu”.
Petunjuk Habib Umar itu dilaksanakan
sebaik-baiknya oleh Syeikh Umar tanpa ragu-ragu lagi karena kuatnya itikadnya
terhadap Habib Umar, padahal bila panen sekarang, maka hasilnya akan berkurang
sampai penduduk desanya menegur dengan keras, bahkan di antara mereka ada yang
menganggap Syeikh Umar sudah gila, untungnya ia tetap menghargai petunjuk Habib
Umar.
Tidak lama kemudian ketika pasukan belalang
menyerbu pohon-pohon kurma penduduk desa itu, semua hasil yang akan dipanen
oleh penduduk desa itu rosak sehingga mereka menyesali nasib mereka karena
tidak mendapat hasil panen kurma pada musim panen itu, sedangkan Syeikh Umar
telah memetik hasilnya sebelum pasukan belalang menyerbu tanamannya. Maka
mereka sadar akan rahasia petunjuk Habib Umar dan faedah mengikuti pendapatnya.
Disebutkan bahwa putra Syeikh Abdullah bin Muhammad bin Ahmad bin Afif sering ke desa
Huraidzah untuk mengunjungi Habib Umar, karena ayah mereka adalah kawan dekat
Habib Umar.
Pada suatu kali, Syeikh Ma’ruf, putra Syeikh
Abdullah menginap di rumah Habib Umar selama beberapa hari, ia tidak mau ke
tempat lain kecuali jika sudah mendapat izin dari Habib Umar.
Suatu hari ketika Syeikh Ma’ruf minta izin
akan pulang, maka Habib Umar tidak mengizinkannya, setelah beberapa waktu ia
minta pamit lagi, tetapi Habib Umar menolaknya, tetapi ia minta secara
berkali-kali agar ia diberi izin. Setelah ia agak memaksa, maka Habib Umar
berkata: “Kami menahan anda untuk pulang agar anda terhindar dari tuduhan pencurian
yang akan terjadi dituduhkan penduduk desamu kepada saudara-saudaramu dan
keluargamu”. Maka apa yang dikatakan oleh Habib Umar itu memang
terjadi, sehingga Syeikh Ma’ruf terhindar dari tuduhan pencurian. Tetapi tidak
lamapun tuduhan pencurian itu ditarik oleh penduduk desa Hajraian, karena
pencuri yang sebenarnya dapat segera ditangkap.
Pada suatu hari ketika beliau berkumpul
dengan tokoh-tokoh masyarakat dari kaumnya, maka beliau menasihati mereka untuk
segera memperbaiki saluran-saluran air yang dipergunakan untuk mengairi kebun
kurma mereka. Nasihat Habib Umar ini dilaksanakan oleh kaumnya meskipun bulan
itu adalah bulan suci Ramadhan. Kebetulan setelah mereka selesai
mengerjakannya, mereka pulang, maka tidak lama kemudian datang banjir, sehingga
airnya melimpah ruah di tempat-tempat penampungan air yang telah mereka
perbaiki.
Disebutkan pula bahwa pada suatu hari musim
panas dan di mana paceklik yang luar biasa, tiba-tiba ada seorang lelaki yang
sudah lanjut usia minta izin untuk ke Yaman. Ia telah menyimpan bekal makanan
di rumahnya, tidak seorang pun yang tahu apa yang ia telah lakukan. Kata Habib
Umar: “Mengapa
engkau sore ini akan melakukan perjalanan ke tempat yang amat jauh dan
perjalanannya pun amat berbahaya, padahal engkau masih menyimpan sejumlah bahan
makanan di tempat yang amat rahasia sehingga tidak seorangpun yang mengetahuinya
selain Allah”.
Setelah mendengar nasihat dan pertanyaan
dari Habib Umar, maka orang tua itu mengurungkan niatnya. Tidak lama dari
kejadian itu, maka ia sakit dan wafat, sehingga sejumlah bahan makanan yang ia
sembunyikan itu jadi hidangan para pelawat jenazah orang tua itu.
Sikap Habib Umar tehadap
kaum penguasa
Habib Umar dikenal sebagai seorang yang
tidak merasa takut terhadap kaum penguasa. Beliau suka menasihati mereka
meskipun nasihat beliau adakalanya dirasakan pahit oleh kaum penguasa. Dan
beliau selalu menolak pemberian maupun hidangan mereka, sampaipun kayu bakar
dari mereka beliau tidak mau menggunakannya.
Pada suatu hari, ketika utusan Sultan Badar
al-Katsiri memberitahu bahwa Sultan Badar akan mengunjungi beliau di Huraidzah,
maka beliau memberitahukan bahwa beliau yang akan mendatangi Sultan di mana ia
berada, karena itu beliau minta akan Sultan tetap berada di mana ia sekarang
berada. Kemudian Habib Umar segera berangkat dan beliau menyuruh pelayannya
untuk membawa kopi, kayu bakar dan api, yang mana kopi itu untuk beliau minum
di tempat Sultan, sebab beliau tidak mau minum apapun dari milik Sultan atau
milik kaum penguasa.
Setelah beliau berhadapan dengan Sultan
Badar, maka beliau memberinya nasihat-nasihat yang berguna mengenai dunia dan
akhiratnya. Pada saat itu, Sultan Badar menyuruh pelayannya membuat kopi yang
dicampur dengan madu dan diminta untuk dihidangkan kepada Habib Umar dan
rombongannya. Setelah dimasak dalam waktu yang lama, maka Sultan menyuruh
pembantunya untuk segera menyuguhkannya ke hadapan Habib Umar. Ketika si
pembantu melihat ke dalam tempat air yang sedang dimasak, ia menjadi terkejut
sebab di tempat air itu, air dan madunya tidak ada sehingga ia segera melapor
kepada Sultan Badar. Laporan dari si pembantu itu menjadikan Sultan Badar
menyadari bahwa Habib Umar sangat tinggi rasa wara’nya dan ia merasa bahwa air
kopi itu habis dikarenakan besarnya karomah beliau. Akhirnya Sultan Badar
segera minta maaf kepada Habib Umar. Kata Sultan Badar: “Mengapa anda sampai
kami ajak minum secangkir kopi dari kami saja anda tidak mau?” Jawab Habib
Umar: “Memang,
kalau kami tidak menjaga diri, tentunya kami tak akan dapat berbuat seperti
itu”.
Biasanya jika penguasa minta pendapat dari
Habib Umar, maka beliau memberi pendapat yang sejujurnya, walaupun pendapat
beliau itu dirasa tidak menyenangkan hatinya.
Disebutkan ketika ada seorang penguasa di
Hadramaut berkata kepada Habib Umar: “Kami selalu mengingatimu dan mengharap
doamu wahai Habib Umar”.
Jawab Habib Umar: “Kami tidak takut kalian akan
terkena gangguan dari warga barat dan timur, kecuali jika ada seorang yang
teraniaya hak-haknya yang berdoa, sebab doa orang yang teraniaya akan segera
dikabulkan oleh Allah. Di saat itu doaku tak dapat berguna bagi kalian”.
Habib Umar al-Attas dikenal sebagai seorang
yang tidak mau menerima pemberian apapun bentuknya dari kaum penguasa. Meskipun
demikian setiap hadiah yang diberikan kepada Habib Umar maka beliau menerimanya
dengan penuh karomah selanjutnya beliau memberikannya lagi kepada yang memberinya
dengan cara yang penuh hormat sehingga yang memberi tidak merasa tersinggung
atau disedekahkan kepada fakir miskin.
Habib Umar sangat
memperhatikan kepada para pengikutnya yang mencintainya
Keterkaitan perasaan Habib Umar terhadap
pengikut-pengikutnya yang mencintainya amat besar. Tentang masalah ini banyak
dikenal orang.
Di antaranya adalah sebagaimana yang
dikisahkan oleh Syeikh Muhammad ibnu Ahmad Bamasymus berikut ini: “Waktu
aku masih kecil, aku sempat menempuh perjalanan di padang pasir yang amat luas
dan tandus bersama sekelompok rombongan. Ketika kami tiba di suatu tempat yang
tidak ada airnya, maka kami merasa sangat haus, sehingga rombongan kami
melarikan diri dan aku ditinggalkan seorang diri di tengah padang pasir yang
tandus tidak dapat menyusul mereka. Kemudian tidak lama aku mendapatkan sebuah
mata air sehingga aku minum airnya dengan sepuas-puasnya. Aku kira mata air itu
adalah mata air lama yang biasa diambil airnya, kemudian aku melanjutkan
perjalananku dan aku mendapatkan orang-orang yang meninggalkan aku tadi sedang
berebut minum air di suatu mata air. Kemudian mereka merebahkan diri karena
lelah dan haus. Ketika mereka melihat aku datang maka mereka menyilahkan aku
minum di mata air itu, tetapi aku katakan bahawa aku telah minum di suatu mata
air yang tadi kalian telah melewatinya. Mereka merasa heran akan perkataanku
karena mereka merasa bahwa tidak mendapati mata air selain dari tempat mereka
berada di saat itu. Setelah aku dewasa, ketika aku bertemu dengan Habib Umar,
maka beliau bertanya kepadaku: “Wahai Muhammad, ingatkah engkau ketika engkau
berada di suatu tempat yang tandus dan engkau hampir mati dari kehausan, maka
engkau segera mendapati mata air dan engkau meminum sepuas-puasnya?” Ucapan
Habib Umar itu mengingatkan aku bahwa hal itu suatu karomah dari beliau”.
Disebutkan Syeikh Muhammad Bamasymus juga
bahwa pada suatu hari ketika kami dan Syeikh Ali Baras dan rombongannya
berkunjung ke desa Habib Umar di Huraidzah, maka beliau menyuruh kami untuk
meneruskan perjalanan ke bagian bawah Hadramaut. Ketika kami tiba di kota
Tarim, aku menderita sakit hingga tidak dapat mengikuti rombongan Syeikh Ali
Baras. Lalu ia menyuruh , maka sewaktu aku sampai di desa Dhibiy, bertambah
keras sakitku sampai aku pingsan. Di malam hari ketika aku dalam keadaan
sakit-sakitan, aku mendengar Habib Umar sedang berdehem di rumahnya di
Huraidzah sedangkan aku sekarang di Wadi Dhibi. Maka di saat itu hilanglah
penyakitku dan kesehatanku telah pulih kembali. Hal itu tidak lain dikarenakan
kekeramatan beliau.
Dikisahkan oleh Syeikh Salim ibnu Abdul Qawi bahwa ayahnya yang
bernama Abdul Qawi bin Muhammad Baqais, bahwa pada suatu hari Syeikh Abdul Qawi
berjalan di suatu pergunungan bersama seorang kawannya. Ketika keduanya akan
naik ke atas, maka keduanya mencari jalan yang dilewati agar dapat sampai ke
atas. Singkat katanya, keduanya mendapati satu jalan sempit ke arah atas. Jalan
itu hanya dapat dilewati seorang saja. Ketika kawannya naik lebih dahulu,
tiba-tiba satu batu besar jatuh ke bawah. Kebetulan pada waktu itu Syeikh Abdul
Qawi sedang naik ke atas sehingga batu besar yang melewati jalan yang sempit
itu sehingga Syeikh Abdul Qawi merasa terancam dan ia terkejut. Untung pada
saat itu ia ingat kepada Habib Umar sehingga ia berteriak memanggil nama Habib Umar
al-Attas. Dengan izin Allah, maka batu itu sudah berada di belakangnya sampai
ia terhindar. Tentunya kejadian itu adalah sebagai bukti adanya pertolongan
Allah dan adanya kekeramatan Habib Umar al-Attas.
Disebutkan bahwa Syeikh Salmin ibnu Umar dan kawan-kawannya
pergi ke Yaman. Mereka naik kuda. Syeikh Salmin dikenal sebagai penunggang yang
mahir. Ketika rombongan melewati suatu pantai, tiba-tiba kuda yang ditunggangi
Syeikh Salmin berjalan di tepi laut. Kebetulan di saat itu ada gelombang yang menerjang
kuda Syeikh Salmin, hingga kudanya Syeikh Salmin terseret ke tengah laut sampai
kawan-kawannya sangat menyesalkan keadaan kawannya yang terseret ke tengah
lautan itu. Mereka tidak dapat memberikan bantuan sedikitpun pada Syeikh
Salmin. Kebetulan Syeikh Salmin yang sedang menghadapi maut itu ingat kepada
Habib Umar sehingga ia berteriak menyebut nama Habib Umar dan ia bernazar jika
ia diselamatkan Allah dari bahaya maut itu, maka ia akan memberikan harga kuda
itu kepada Habib Umar. Dengan rahmat Allah, maka ia seolah-olah diselamatkan
oleh seseorang yang sedang naik seekor kuda. Setelah ia selamat, maka ia
menaiki kudanya yang tadi ikut terseret ke tengah lautan itu. Tidak lamapun ia
dapat mengejar kawan-kawannya hingga mereka tercengan dan merasa gembira. Maka
ia menceritakan apa saja yang ia dapati dan iapun memenuhi nazarnya bagi Habib
Umar.
Disebutkan juga bahwa Muhammad ibnu Hushin al-Huraidhi yang pernah
diajarkan oleh Habib Umar al-Attas untuk menghafalkan Al-Quran meskipun usia
sudah lanjut, dengan keyakinannya, maka ia melakukan anjuran Habib Umar dan
akhirnya ia dapat menghafal Al-Quran di luar kepala.
Pada suatu hari, Muhammmad ibnu Hushin
al-Huraidhi ini bergadang bersama teman-temannya. Kebetulan pada waktu itu
sedang musim belalang yang merosak tanaman. Mereka sepakat untuk membakar
belalang mulai dari sarangnya yang ada di suatu gua di tempat yang bernama
Gorgodah sebelah utara desa Huraidzah. Pada malam itu, mereka keluar dengan
membawa api dan pelepah-pelepah pohon kurma menuju gua yang dimaksud.
Sesampainya di dalam gua dari obor seorang di antara mereka menimbulkan api
membara di tempat sekitarnya. Nampaknya api itu dianggap remeh oleh mereka,
karena itu mereka tidak memperdulikannya. Setelah api makin membesar maka
mereka tidak mendapat jalan keluar dari gua itu sehingga mereka yakin bahwa
mereka akan binasa. Maka di saat itu mereka teringat terhadap Habib Umar,
kemudian mereka memohon ampun kepada Allah dengan bertawasul kepada Habib Umar.
Maka dengan balas kasih Allah salah satu dari celah gua itu terbuka sehingga
terbentang jalan keluar bagi mereka dari gua itu. Itula salah satu dari
kesekian cerita dari kekeramatan Habib Umar. Kata Habib Ali ibnu Hasan
al-Attas: ” Kisah yang dialami Muhammad ibnu Hushin dan kawan-kawannya di dalam
gua itu sangat mirip dengan kisah 3 lelaki Bani Israel yang terjebak dalam gua
seperti yang disebutkan di dalam Hadith Bukhari”. Bahkan keadaan ini lebih
menakutkan.
Kasih sayang Habib Umar
terhadap binatang
Habib Umar amat sayang kepada binatang. Hal
itu terlihat dari kejadian-kejadian berikut ini. Disebutkan beliau bila masuk
ke rumahnya, maka ia minta diambilkan sejumlah makanan yang dimiliki
keluarganya demi untuk keledainya yang baru beliau tunggangi.
Disebutkan juga bahwa Habib Umar melarang
Syeikh Salim al-Junaid untuk memukul keledainya yang mogok di suatu tempat yang
amat panas. Beliau suruh Syeikh Salim untuk mengangkat leher keledainya dan
Habib Umar ikut membantunya. Meskipun keledainya itu mogok berkali-kali, tetapi
Habib Umar tetap melarang Syeikh Salim untuk memukulnya.
Pada suatu kali, ada seorang dari Lahrum
yang membawa ternaknya dengan memukuli ternaknya dengan keras. Maka ia datang
kepada Habib Umar. Ketika ia hendak berjabat tangan dengan Habib Umar, maka
Habib Umar menolak berjabat tangan dengannya. Jawab Habib Umar: “Aku tidak mau
berjabat tangan denganmu karena tanganku sakit”. Maka orang tadi
bertanya: “Karena apa?” Jawab beliau: “Dari sakitnya pukulan tersebut ketika engkau
memukuli binatang-binatang ternakmu tadi”. Ketika orang itu minta
maaf kepada Habib Umar maka beliau menasihatinya dengan keras agar ia tidak
mengulangi perbuatannya itu.
Gangguan-gangguan yang menimpa
Habib Umar al-Attas
Seorang yang mempunyai tugas sebagai Da’i
sekaligus penegak kebenaran, maka gangguan-gangguannya tidak sedikit, bahkan
beliau mendengar seorang yang berkata kepada beliau: “Alangkah enaknya anda
wahai Habib Umar, sebab seorang semacam anda tidak akan ada orang yang berani
membenci anda”. Maka beliau berkata: “Katakan kalimat Lailaaha illallah sebanyak
orang-orang yang membenci Habib Umar”. Hal ini menunjukkan akan
banyaknya orang-orang yang memusuhi beliau.
Orang-orang yang mengganggu dan menyakiti
Habib Umar itu bukan sahaja dari orang-orang luar, tapi dari orang dalam rumah
beliau sendiri, yaitu dari isteri beliau sendiri. Adapun ceritanya sebagai
berikut:
Pada suatu malam anda serombongan tamu datang ke rumah Habib Umar. Maka beliau membangunkan isterinya dan menyuruhnya membuatkan makanan malam bagi tamu-tamu beliau, tetapi isteri beliau menolaknya. Habib Umar memintanya dengan lemah lembut tetapi isteri beliau tetap menolaknya. Akhirnya Habib Umar terpaksa keluar rumah tetangganya minta tolong agar isterinya memasak buat makan malam tamu-tamu beliau. Maka isteri tetangga itu berkenan membuatkan makan malam bagi tamu-tamu Habib Umar.
Pada suatu malam anda serombongan tamu datang ke rumah Habib Umar. Maka beliau membangunkan isterinya dan menyuruhnya membuatkan makanan malam bagi tamu-tamu beliau, tetapi isteri beliau menolaknya. Habib Umar memintanya dengan lemah lembut tetapi isteri beliau tetap menolaknya. Akhirnya Habib Umar terpaksa keluar rumah tetangganya minta tolong agar isterinya memasak buat makan malam tamu-tamu beliau. Maka isteri tetangga itu berkenan membuatkan makan malam bagi tamu-tamu Habib Umar.
Yang menyakitkan Habib Umar tidak saja
terjadi semasa Habib Umar masih hidup, tetapi setelah beliau wafatpun, tidak
sedikit yang menghasut dan mencaci-maki beliau. Anehnya setelah orang-orang
yang menghasut itu melihat kekeramatan Habib Umar, maka baru mereka menyesal
dan mengakui besarnya kekeramatan beliau.
Isteri-isteri Habib Umar
al-Attas
Menurut berita yang dapat dipercaya
disebutkan bahwa Habib Umar pernah menikah dengan tiga belas orang wanita. Ada delapan
wanita yang sempat memberi anak bagi beliau, sedangkan yang lima orang tidak
sempat memberi anak bagi beliau.
Adapun
isteri-isteri beliau yang sempat memberi anak bagi Habib Umar adalah:
- Sultonah binti Umar bin Reba’ sempat memberi dua anak bagi beliau, yaitu Salim dan Musyayakh.
- Aliyah binti Rasam. Ia dari keluarga Isa bin Abdillah al-Abdali. Ia sempat memberi tiga putera, yaitu Hussein, Abdurrahman dan Ali.
- Putri Mubarak bin Jamil Baras. Ia sempat memberi seorang putra yaitu Muhsin.
- Ruqoqah binti Ali Ba’isa. Ia sempat memberi dua putra yaitu Syeikh dan Abdullah dan seorang putri iaitu Syaikha.
- Fatimah binti Abdullah al-Masawa. Ia sempat memberi dua orang putri iaitu Alwiyah dan Asma’
- Habsyiyah dari keluarga Ghanim. Wanita ini sempat memberi seorang putri yang bernama Fatimah.
- Fatimah binti Umar bin Sulaiman al-Amiri an-Nahdi. Ia sempat memberi anak perempuan iaitu Salma.
- seorang wanita dari Hautoh Zubdah. Ia memberi seorang anak yang bernama Syeikh al-Albar. Putra beliau yang satu ini wafat di waktu kecil, ia dimakamkan di sebelah kubur Syeikha Sulthonah.
Adapun isteri-isteri beliau yang tidak sempat memberi anak:
Seorang wanita dari keluarga Basurah Baalwi dari Hainan. Beliau mengawini wanita ini sebab wanita ini mengalami terlambat kawin.
Seorang wanita dari desa Huraidzah, ia bernama Solahah. Beliau mengahwinnya tepat diawal beliau di desa Huraidzah.
Beliau sempat menikah dengan dua orang wanita dari keluarga Bajabir dari Andal.
Beliau pernah menikah dengan seorang wanita dari Manwab.
Ketika Habib Umar berkunjung ke desa Qaydun untuk mengunjungi Syeikh Said bin Isa al-Amudi maka beliau sempat melamar putri Habib Abu Bakar bin Muhammad Bafaqih. Lamaran beliau diterima oleh Habib Abu Bakar. Dengan ini, maka terjadilah hubungan yang sangat erat antara dua tokoh ini, hanya saja tidak sampai jadi perkahwinan.
- Sultonah binti Umar bin Reba’ sempat memberi dua anak bagi beliau, yaitu Salim dan Musyayakh.
- Aliyah binti Rasam. Ia dari keluarga Isa bin Abdillah al-Abdali. Ia sempat memberi tiga putera, yaitu Hussein, Abdurrahman dan Ali.
- Putri Mubarak bin Jamil Baras. Ia sempat memberi seorang putra yaitu Muhsin.
- Ruqoqah binti Ali Ba’isa. Ia sempat memberi dua putra yaitu Syeikh dan Abdullah dan seorang putri iaitu Syaikha.
- Fatimah binti Abdullah al-Masawa. Ia sempat memberi dua orang putri iaitu Alwiyah dan Asma’
- Habsyiyah dari keluarga Ghanim. Wanita ini sempat memberi seorang putri yang bernama Fatimah.
- Fatimah binti Umar bin Sulaiman al-Amiri an-Nahdi. Ia sempat memberi anak perempuan iaitu Salma.
- seorang wanita dari Hautoh Zubdah. Ia memberi seorang anak yang bernama Syeikh al-Albar. Putra beliau yang satu ini wafat di waktu kecil, ia dimakamkan di sebelah kubur Syeikha Sulthonah.
Adapun isteri-isteri beliau yang tidak sempat memberi anak:
Seorang wanita dari keluarga Basurah Baalwi dari Hainan. Beliau mengawini wanita ini sebab wanita ini mengalami terlambat kawin.
Seorang wanita dari desa Huraidzah, ia bernama Solahah. Beliau mengahwinnya tepat diawal beliau di desa Huraidzah.
Beliau sempat menikah dengan dua orang wanita dari keluarga Bajabir dari Andal.
Beliau pernah menikah dengan seorang wanita dari Manwab.
Ketika Habib Umar berkunjung ke desa Qaydun untuk mengunjungi Syeikh Said bin Isa al-Amudi maka beliau sempat melamar putri Habib Abu Bakar bin Muhammad Bafaqih. Lamaran beliau diterima oleh Habib Abu Bakar. Dengan ini, maka terjadilah hubungan yang sangat erat antara dua tokoh ini, hanya saja tidak sampai jadi perkahwinan.
Anak-anak Habib Umar
Jumlah anak-anak Habib Umar ada 14 orang, 9
anak-anak lelaki, 5 anak-anak perempuan. Adapun anak-anak lelaki beliau adalah:
Salim, Musyayakh, Hussein, Abdurrahman, Ali, Syeikh al-Albar, Muhsin, Syeikh
dan Abdullah.
Adapun anak-anak perempuan beliau adalah:
Syeikha, Alwiyah, Fatimah, Asma’ dan Salma.
Selain itu, beliau masih mempunyai banyak
anak-anak lelaki dan perempuan yang wafat di waktu kecil.
Di antara anak-anak lelaki beliau yang
menurunkan anak cucu adalah: Salim, Hussein, Abdurrahman, Syeikh dan Abdullah.
Sedangkan anak-anak beliau yang lain tidak mempunyai anak.
Isyarat tentang dekatnya
ajal beliau
Disebutkan bahwa Habib Umar al-Attas pernah
memberitahukan dekatnya ajalnya, adakalanya pemberitahuan itu berupa
isyarat-isyarat yang dapat dimengerti, tetapi ada pula yang terang-terangan.
Disebutkan bahwa ketika beliau ditanya oleh seorang pada umur berapa beliau
akan wafat, maka beliau mengisyaratkan pada usia 80 tahun. Kenyataannya memang
demikian. Berita tersebut pernah disampaikan oleh Habib Abdullah, putra beliau.
Disebutkan pula, ketika beliau bertemu
dengan tokoh-tokoh Ba’alawi seperti habib Abdullah al-Haddad, Habib Ahmad bin
Hashim dan Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi di desa Sad’beh. beliau sempat
memberi pesan-pesan terakhir bagi mereka dan beliau mengatakan: “Mungkin saat
ini adalah pertemuan terakhir dengan kalian di dunia, aku akan menemui kalian
kelak”. Kemudian beliau meninggalkan desa Sad’beh menuju desa
Nafhun. Tidak lama setelah beliau tiba di desa Nafhun, beliau wafat.
Di akhir hayat beliau, ketika beliau sholat
Jum’at di masjid desa Nafhun, maka beliau duduk di depan pintu masjid
sebagaimana tertera di atas. Beliau memberi nasihat-nasihat yang baik bagi
pengikut-pengikutnya, kemudian beliau bertanya kepada mereka: “Bukankah aku
telah menyampaikan pesan-pesan Allah ini?” Jawab pengikut-pengikut
beliau: “Ya”. Kemudian beliau berkata: “Ya Allah, saksikanlah ucapan mereka,
sesungguhnya Engkau sebaik-baik yang menyaksikan”. Setelah mendengar
ucapan beliau yang terakhir itu, salah seorang pengikut beliau ada yang berkata
kepada putra beliau, Habib Hussein: “Ucapan ayahmu yang terakhir ini
mengisyaratkan bahwa beliau akan meninggalkan kita, lalu memberikan bela
sungkawa terhadap Habib Hussein”.
Awal sakit beliau
Disebutkan oleh Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi, bahwa ketika
beliau berkunjung ke tempat Habib Umar beserta murid-muridnya ke Huraidah
tetapi Habib Umar berada di Sahrun. Habib Isa tidak diperkenankan masuk ke
tempat Habib Umar dan beliau menyuruh untuk menunggu. Demikian pula ketika al-Habib Ahmad bin Hasyim al-Habsyi tiba di tempat itu
dan ingin berkunjung Habib Umar, maka beliau pun ditolak menemui Habib Umar,
sebelum diizinkan oleh beliau. Pada hari itu juga al-Habib Abdullah al-Haddad tiba bersama-sama
murid-muridnya di tempat itu dan beliau disuruh menunggu di tempat itu.
Tidak lama kemudian Habib Umar menemui
ketiga tokoh Ba’alawi itu bersama rombongannya secara singkat. Dalam pertemuan
itu, beliau berdo’a dan beliau memberi libas kepadanya mengajak membaca surat
al-Fatihah. Kemudian beliau berkata: “Hari ini adalah hari pertemuan terakhir di dunia
ini, semoga kita dapat bertemu lagi di sisi Allah”. Kemudian Habib
Umar menyuruh kepada Habib Abdullah al-Haddad untuk pergi ke Haynan dan Habib
Ahmad bin Hasyim untuk pergi ke Hajrain dan beliau juga memberikan libas
kepadanya. Sedangkan Habib Isa bin Muhammad diajak ke desa Huraidzah bersama
beliau. Setelah keduanya tiba di desa Andal maka keduanya menghadiri majlis
pembacaan Maulud Nabi S.A.W. Selanjutnya pada keesokan harinya sewaktu sampai
di desa Hunfur, Habib Isa diperintahkan ke desanya dan selanjutnya diminta pada
malam Khamis untuk pergi ke desa Nafhun. Kata Habib Isa: “Aku tiba di desa
Nafhun pada malam Khamis dan aku dapatkan putra-putra Habib Umar dan
kawan-kawan serta murid-muridnya yang datang dari berbagai tempat sedang
berkumpul dengan beliau”.
Di waktu menjelang saat wafatnya Habib Umar,
beliau mengulang-ulang mengucapkan bait puisi:
“Wajah kekasihku adalah tatapanku, aku senantiasa
menghadapkan wajahku kepada-Nya,
cukuplah dia sebagai kiblatku dan aku pun pasrah diri kepada-Nya”. Kedua bait puisi di atas adalah ucapan Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus al-Adni.
cukuplah dia sebagai kiblatku dan aku pun pasrah diri kepada-Nya”. Kedua bait puisi di atas adalah ucapan Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus al-Adni.
Al-Habib Hussein bin Umar al-Attas: “Ketika
saat menjelang kewafatannya, ayahku mengulang-ulangi bait-bait puisi al-Faqih
Umar Bamahramah:
“Jika bukan dikarenakan besarnya harapan
kepada Allah dan berkeyakinan yang baik terhadap orang-orang yang menghiasi
masjid dengan yang selalu menghadiri sholat berjamaah, tentunya tak seorangpun
di antara kami yang mengharapkan kesenangan pada sisa umur, sebab beristirahat
di perkuburan adalah lebih baik dan lebih bermanfaat dari hidup di dunia, berada
di antara orang-orang yang suka berbuat fitnah dan suka menghasut”.
Dikatakan pula oleh al-Habib Hussein bahwa
sebelum tiba saat kewafatannya, Habib Umar sempat mengulang firman Allah:
“Katakan,
hai hamba-hamba-Ku yang telah menzalimi dirinya, janganlah kalia berputus-asa
dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah berkenan memberi ampun seluruh dosa-dosa,
sesungguhnya Dia Maha Pemberi Ampun dan Maha Penyayang”.
Dikatakan pula bahwa Habib Umar sering
membaca surat al-Fatihah kemudian beliau mengusap tangannya ke wajahnya. aku
pernah bertanya kepada beliau: “Mengapa aku sering melihatmu membaca al-Fatihah
kemudian engkau mengusapkan tanganmu ke wajahmu?” Jawab Habib Umar: “Kira-kira
mengapa aku melakukan hal itu?” Kata Habib Hussein: “Aku tidak
tahu”. Kata Habib Umar: “Apa yang dikatakan orang banyak?” Jawab Habib
Hussein: “Mereka sering mengeluh tentang kesulitan mereka”. Kata Habib Umar: “Sesungguhnya
aku memperbanyak membaca al-Fatihah dengan harapan semoga mereka dijauhkan dari
segala bencana dan diberi kebahagian sebab mereka perlu diperhatikan”.
Kata al-Habib Hussein bin Umar: “Selama
dalam sakitnya, ayahku sering tidak sadarkan diri. Jika beliau sadar, maka
beliau sering menanyakan keadaan para sesepuh ulama yang ada beliau. Ketika
beliau ditanya tentang dimanakah beliau harus dikuburkan, maka beliau berkata: “Mohonlah
petunjuk kepada Allah, nanti Allah memberi petunjuk kepadamu”.
Nyatanya setelah beliau wafat, maka banyak pertolongan-pertolongan yang
datangnya dari berbagai tempat. Sebelum beliau menghembuskan nafasnya yang
terakhir, beliau berwasiat kepada kami: “Perhatikanlah keadaan agama kalian,
hendaknya kalian saling tolong-menolong dan bersabar, sebab bersabar akan
memberi hasil yang memuaskan”. Di saat itu pula beliau berdo’a
memohonkan pertolongan bagi orang-orang Islam agar diberi kesabaran bila mereka
berpisah dengan beliau”.
Di saat yang sekritis itu, beliau bertanya
tentang muridnya Syeikh Abbas bin Abdillah Bahafash, apakah ia sudah
datang dari desa Huraidzah, sebab beliau minta dimandikan oleh Syeikh Abbas.
Untungnya Syeikh Abbas tiba di malam harinya sebelum beliau wafat, sehingga
beliau bergembira atas kedatangannya.
Ketika sedang menghadapi saat-saat terakhir,
maka beliau menyuruh orang-orang yang ada di sekitarnya untuk berzikir di
sisinya dengan suara keras, sehingga terdengar seperti gaungnya Tawon. Beliau
menghembuskan nafas terakhir dengan keadaan berzikir dan diiringi dengan suara dzikir
dari orang-orang yang ada di sekitarnya.
Sebelum beliau menghembuskan nafasnya yang
terakhir, beliau minta diwudhui. Maka Syeikh Abbas bin Bahafash mewudhui
beliau. Ketika Syeikh Abbas lupa menyela-nyela janggut beliau, maka beliau
mengingatkannya dengan gerakan tangan sebab pada waktu itu beliau sudah tak
dapat berkata-kata, tentunya hal itu ada sebagai petanda bahwa beliau selalu
mengikuti jejak sunnah Rasulullah S.A.W. Sekalipun di saat yang sangat kritis.
Di saat itu, salah seorang murid beliau yang
menyebut-nyebut kalimah Laa Ilaaha Illallah di sebelah telinga beliau
sebagaimana yang disunnahkan Rasulullah S.A.W. meskipun orang itu telah
diberitahu bahwa perbuatan semacam itu tidak perlu dilakukan terhadap Habib
Umar yang telah menjadikan kalimat dzikir telah menyatu dengan darah dan
dagingnya.
Habib Umar menghembuskan nafasnya yang
terakhir di tengah malam , yaitu malam Khamis tanggal 23 Rabi’ul Akhir 1072H.
Wafatnya Habib Umar membuat murid-murid dan pengikut beliau sedih yang sangat
mendalam baik kecil maupun besar. Beliau wafat di desa Nafhun , tetapi jenazah
beliau dimakamkan di desa Huraidzah pada hari Khamis sore. Para pelawat jenazah
beliau mengadakan pembacaan al-Quran dan mengkhatamkannya berkali-kali dan hal
itu berlangsung delapan hari di sisi kubur beliau. Hal itu menunjukkan betapa
besarnya karomah beliau. Tepat pada dikuburkannya Habib Umar, suasana di desa
itu diliputi mendung dan hujan. Kepergian Habib Umar banyak membangkitkan
keinginan para penyair untuk menuangkan duka-cita mereka dalam bait-bait puisi
yang indah. Di antara puisi al-Faqih Umar bin Qadim.
Beberapa mimpi tentang
keadaan Habib Umar setelah beliau wafat
Tepat di malam wafatnya Habib Umar al-Attas,
salah seorang saleh dari keluarga Ba’alawi di Tarim bermimpi seolah-olah bulan
dan matahari terjatuh di tanah keluarga Ba’alawi, nyatanya ia mendengar khabar
tentang wafatnya Habib Umar.
Disebutkan oleh Syeikh Abdullah bin Syeikh Ali bin Abdullah Baras, katanya ketika Syeikh Ali telah wafat, maka Syeikh Muhammad bin Ahmad Bamasymus mimpi bertemu dengan Syeikh Ali Baras dan ia bertanya kepadanya: “Di manakah engkau bertemu dengan Habib Umar?” Jawab Syeikh Ali Baras: “Aku sempat berjabatan tangan dengan Habib Umar di dekat Arasy Tuhan”.
Disebutkan oleh seorang keluarga Bawazir, bahwa ia bermimpi di suatu malam seolah-olah hari kiamat telah tiba. Pada saat itu seolah-olah manusia sedang berkumpul di padang Mahsyar, jumlah mereka amat banyak. Ketika mereka sedang berada di tengah-tengah padang Mahsyar, tiba-tiba ada api di bawah Hadraumaut, sedangkan Malaikat menggiring manusia dengan besi yang amat panjang. Ketika orang-orang itu melihat api dan rantai yang panjang, maka mereka berlarian ke sebuah tempat di Wadi Amed, maka aku lihat ada cahaya turun dari langit seperti awan putih yang mengumpal. Ketika aku tanyakan: “Apa kejadian ini?” Maka dikatakan: “Ini adalah cahaya Tuhan Yang Maha Mulia yang hendak menghakimi manusia di padang Mahsyar. Di saat itu aku lihat Habib Umar berdiri di bawah pancaran cahaya itu, sedangkan Malaikat Ridwan berada di sebelah kanan beliau. Demikian pula Malaikat Malik hadir dengan wajah yang seram. Kemudian aku lihat Habib Umar memohon syafaat kepada Allah bagi umat Muhammad S.A.W: “Wahai Tuhan kami, mereka adalah umat Muhammad S.A.W, mereka datang kepada Engkau dengan menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan menyaksikan bahwa Muhammad utusan Allah, mereka mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, beribadah Haji, bersedekah, menyambung tali kekerabatan, menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat, karena takut kepada-Mu. Jika Engkau siksa mereka, maka mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Ucapan Habib Umar itu dibantah oleh Malaikat Malik: “Wahai Tuhan kami, mereka tidak seperti yang dikatakan oleh Habib Umar. Mereka meninggalkan sholat, tidak mau bayar zakat, tidak berpuasa dan tidak berhaji, dan mereka selalu melanggar larangan-larangan-Mu. Habib Umar mengulangi permohonannya sekali lagi dan Malaikat Malik pun mengulangi bantahannya pula, sampai akhirnya Allah berfirman: “Demi kemuliaan-Ku, Aku terima permohonan Habib Umar dan Aku berkenan mengampuni mereka”. Allah berfirman: “Wahai Malaikat Ridwan, bukalah pintu Syurga dan ajaklah mereka masuk ke dalamnya”. Maka Malaikat Ridwan bangkit dan bergembira dan melaksanakan perintah Allah kepadanya. Sedangkan Malaikat Malik terlihat amat geram. kata orang yang bermimpi itu: “Pada saat itu, seolah-olah aku berdiri bersama mereka dengan memegangi baju Habib Umar dan aku merasa amat takut sehingga aku berkata kepada Habib Umar: “Wahai Habib Umar, bicaralah kepada Malaikat Ridwan agar aku dimasukkan Syurga bersamanya”. Kata Habib Umar: “Pergilah engkau bersama mereka ke dalam Syurga karena permohonanku telah diterima oleh Allah bagi umat ini”. Kataku: “Bicarakanlah dengan Malaikat Ridwan untuk membawa ke dalam Syurga, sebab aku takut dengan dosa-dosaku yang amat banyak”. Kata Habib Umar: “Wahai Malaikat Ridwan, bawalah orang ini ke dalam Syurga”. Jawab Malaikat Ridwan: “Biarkan ia pergi bersama”. Ketika Malaikat Ridwan memegangi tanganku dan mengajakku ke dalam Syurga, maka aku terbangun karena terasa amat senang”.
Disebutkan oleh Syeikh Abdullah bin Syeikh Ali bin Abdullah Baras, katanya ketika Syeikh Ali telah wafat, maka Syeikh Muhammad bin Ahmad Bamasymus mimpi bertemu dengan Syeikh Ali Baras dan ia bertanya kepadanya: “Di manakah engkau bertemu dengan Habib Umar?” Jawab Syeikh Ali Baras: “Aku sempat berjabatan tangan dengan Habib Umar di dekat Arasy Tuhan”.
Disebutkan oleh seorang keluarga Bawazir, bahwa ia bermimpi di suatu malam seolah-olah hari kiamat telah tiba. Pada saat itu seolah-olah manusia sedang berkumpul di padang Mahsyar, jumlah mereka amat banyak. Ketika mereka sedang berada di tengah-tengah padang Mahsyar, tiba-tiba ada api di bawah Hadraumaut, sedangkan Malaikat menggiring manusia dengan besi yang amat panjang. Ketika orang-orang itu melihat api dan rantai yang panjang, maka mereka berlarian ke sebuah tempat di Wadi Amed, maka aku lihat ada cahaya turun dari langit seperti awan putih yang mengumpal. Ketika aku tanyakan: “Apa kejadian ini?” Maka dikatakan: “Ini adalah cahaya Tuhan Yang Maha Mulia yang hendak menghakimi manusia di padang Mahsyar. Di saat itu aku lihat Habib Umar berdiri di bawah pancaran cahaya itu, sedangkan Malaikat Ridwan berada di sebelah kanan beliau. Demikian pula Malaikat Malik hadir dengan wajah yang seram. Kemudian aku lihat Habib Umar memohon syafaat kepada Allah bagi umat Muhammad S.A.W: “Wahai Tuhan kami, mereka adalah umat Muhammad S.A.W, mereka datang kepada Engkau dengan menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan menyaksikan bahwa Muhammad utusan Allah, mereka mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, beribadah Haji, bersedekah, menyambung tali kekerabatan, menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat, karena takut kepada-Mu. Jika Engkau siksa mereka, maka mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Ucapan Habib Umar itu dibantah oleh Malaikat Malik: “Wahai Tuhan kami, mereka tidak seperti yang dikatakan oleh Habib Umar. Mereka meninggalkan sholat, tidak mau bayar zakat, tidak berpuasa dan tidak berhaji, dan mereka selalu melanggar larangan-larangan-Mu. Habib Umar mengulangi permohonannya sekali lagi dan Malaikat Malik pun mengulangi bantahannya pula, sampai akhirnya Allah berfirman: “Demi kemuliaan-Ku, Aku terima permohonan Habib Umar dan Aku berkenan mengampuni mereka”. Allah berfirman: “Wahai Malaikat Ridwan, bukalah pintu Syurga dan ajaklah mereka masuk ke dalamnya”. Maka Malaikat Ridwan bangkit dan bergembira dan melaksanakan perintah Allah kepadanya. Sedangkan Malaikat Malik terlihat amat geram. kata orang yang bermimpi itu: “Pada saat itu, seolah-olah aku berdiri bersama mereka dengan memegangi baju Habib Umar dan aku merasa amat takut sehingga aku berkata kepada Habib Umar: “Wahai Habib Umar, bicaralah kepada Malaikat Ridwan agar aku dimasukkan Syurga bersamanya”. Kata Habib Umar: “Pergilah engkau bersama mereka ke dalam Syurga karena permohonanku telah diterima oleh Allah bagi umat ini”. Kataku: “Bicarakanlah dengan Malaikat Ridwan untuk membawa ke dalam Syurga, sebab aku takut dengan dosa-dosaku yang amat banyak”. Kata Habib Umar: “Wahai Malaikat Ridwan, bawalah orang ini ke dalam Syurga”. Jawab Malaikat Ridwan: “Biarkan ia pergi bersama”. Ketika Malaikat Ridwan memegangi tanganku dan mengajakku ke dalam Syurga, maka aku terbangun karena terasa amat senang”.
Kata-kata mutiara dari
Habib Umar al-Attas
Habib Umar pernah berkata: “Perhatikan
kebiasaan baik yang engkau inginkan, wafat dalam kebiasaan itu, karena itu
tetaplah engkau dalam kebiasaan seperti itu, dan perhatikanlah kebiasaan buruk
yang tidak engkau inginkan wafat dalam kebiasaan seperti itu, kerana itu
jauhilah kebiasaan itu”.
Habib Umar berkata: “Jika engkau
melihat seorang selalu berkelakuan baik, maka yakinlah engkau orang itu teguh agamanya”.
Habib Umar berkata: “Sumber-sumber
ilmu tidak akan berkurang sedikitpun dari generasi terkemudian, akan tetapi
pada umumnya mereka datang dengan membawa wadah yang bocor, sehingga tidak
memperoleh ilmu kecuali sedikit.”
Habib Umar berkata: “Sebagian orang
yang datang dengan membawa benjana yang dapat mencukupinya dalam waktu sebulan,
ada yang mencukupinya hanya 8 hari, ada juga yang mencukupinya sehari, tetapi
ada juga yang dapat mencukupinya sepanjang hidupnya”.
Ketika beliau mendengar sabda Nabi S.A.W:
“Seseorang
adakalanya beramal kebajikan-kebajikan sampai antara ia dengan Syurga hanya
tinggal sejengkal, tetapi dalam ketentuan Illahi, ia ditetapkan sebagai
penghuni Neraka, sehingga ia melakukan perbuatan-perbuatan amal penghuni
Neraka, sampai ia masuk ke dalam Neraka. Seseorang adakalanya beramal
kejahatan-kejahatan sampai antara ia dengan Neraka hanya tinggal sejengkal,
tetapi dalam ketetapan Illahi, ia ditetapkan sebagai calon penghuni Syurga,
sampai ia masuk ke dalam Syurga”.
Komentar Habib Umar: “Seseorang yang selalu
mengerjakan amal-amal ahli Syurga, kebanyakkannya akan masuk ke dalam Syurga,
sebab perbuatan lahiriyah adalah lambang perbuatan batiniyah. Jika ia sampai
masuk ke dalam neraka, maka hal itu jarang sekali. Hal itu seperti seorang yang
jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, tentunya orang itu tidak akan
berbahaya. Demikian pula seorang yang melakukan amal-amal penduduk neraka,
kebanyakannya ia akan masuk ke dalam neraka. Tetapi kalau ia masuk ke dalam
Syurga, maka hal itu jarang terjadi sekali. Hal itu seperti seorang yang jatuh
dari puncak gunung, kebanyakannya akan mati”.
Habib Umar berkata: “Seorang yang
melakukan amal kebajikan tetapi ia suka makan yang diharamkan, maka ia seperti
seorang yang mengambil air dengan tempayan yang datar, alias tidak akan
memperoleh pahala sedikitpun”.
Habib Umar berkata: “Dulu di antara
manusia, ada yang datang membawa pelitanya lengkap dengan minyak dan koreknya
yakni dengan persiapan yang lengkap, sehingga gurunya dapat menyalakan. Tetapi
kini, banyak di antara yang datang kepada gurunya tetapi mereka tidak membawa
apapun gurunya dapat menyalakan”.
Habib Umar berkata: “Bersabar itu
akibatnya adalah positif. Allah akan selalu memberi akibat positif bagi seorang
yang bersabar. Alhamdulillah apa yang dikehendaki Allah pasti akan ditentukan,
dan apa yang akan dilaksanakan Allah, maka akan terlaksana”.
Habib Umar berkata pada sekelompok kaum
petani: “Apakah kaum petani akan tidur nyenyak di malam hari, bila di malam hari
ada pembagian air untuk sawah-sawah mereka yang dapat mengairi sawah-sawah
mereka?” Jawab mereka: “Tidak seorangpun akan tidur di antara kami.”
Kata Habib Umar: “Hendaknya orang-orang yang menghendaki keselamatan di
akhirat meninggalkan tidurnya, demi untuk mendapatkan siraman rahmat di tengah
malam hari”.
Ketika dibacakan bait puisi Syeikh Abdul Hadi Assudi:
“Siapa yang mencinta Suad, hendaknya selalu
tidak tidur di malam hari”.
Habib Umar memberi komentarnya: “Siapa mencintai Huraidzah, maka ia tidak tidur di malam hari, artinya siapa yang mencintai seorang, maka ia harus mengikuti perjalanannya, sebab mengikuti perilaku seseorang sebagai tanda cinta kepadanya”.
Habib Umar memberi komentarnya: “Siapa mencintai Huraidzah, maka ia tidak tidur di malam hari, artinya siapa yang mencintai seorang, maka ia harus mengikuti perjalanannya, sebab mengikuti perilaku seseorang sebagai tanda cinta kepadanya”.
Habib Umar berkata: “Hendaknya
kalian senantiasa menghadirkan hati kalian kepada Allah dan hendaknya kalian
bertawakal kepada-Nya sepenuh hati, sebab Allah mengetahui di manapun kalian
berada.”
Habib Umar berkata: “Syaitan dapat
menggoda manusia dari sisi manapun yang tak pernah ia perkirakan”.
Habib Umar berkata: “Buah kurma
atau buah ketimun dari sumber yang halal lebih baik dari bubur daging dari
sumber syubhat”.
Habib Umar berkata: “Janganlah
terlalu perduli kepada dunia dan penghuninya dan janganlah merasa iri pula
dengan pakaian atau makanan yang dimiliki oleh penghuninya”.
Pada suatu hari, ketika banyak orang yang
mengucapkan kata belasungkawa kepada Habib Umar atas wafatnya putranya beliau
yang masih kecil, maka beliau berkata dengan ungkapan yang dipenuhi rasa heran:
“Alangkah
entengnya musibah dalam agama menurut kalian, padahal kalian tidak pernah
menyatakan belasungkawa andaikata aku terlambat sholat berjamaah artinya
terlambat sholat berjamaah lebih pantas untuk disesali atas kewafatan seseorang
anak kecil”.
Ketika beliau mendengar kekaguman sebagian
orang yang menyaksikan kekeramatan seseorang wali, maka beliau berkata: “Sesungguhnya
semua itu hanyalah kemurahan Allah yang memberikan kepada seorang hamba”.
Ketika disebutkan kepada beliau: “Mengapa
dialek bahasamu tidak berubah, padahal engkau telah lama tinggal di bagian atas
Hadramaut?” Jawab Habib Umar: “Seorang yang merubah dialek bahasanya adalah
seorang yang kurang akalnya”.
Habib Umar berkata: “Desa Huraidzah adalah
wilayah kehormatan kami, adapun wilayah kehormatan Syeikh Abdul Qadir Djaelani
ada di masa sebelum kami, barangsiapa yang melakukan perbuatan yang
lahiriyahnya maka akan kami lakukan baginya perbuatan lahiriyah pula, demikian
pula barangsiapa yang melakukan perbuatan batiniyah, maka kamipun akan
melakukan hal serupa baginya”.
Ketika ada seorang berkata kepada Habib
Umar: “Wahai Habib Umar, kelak kami ingin dikubur bersebelahan dan berdekatan
denganmu”. kata Habib Umar: “Kami harap akan memberi syafaat bagi seluruh penduduk
Huraidzah atau penduduk dunia”.
Ketika ada sebagian orang berkata si fulan
lebih baik dari si fulan, maka Habib Umar berkata: “Yang dikatakan orang baik adalah
seorang yang telah melewati pintu Syurga sampai masuk ke dalamnya”.
Habib Umar berkata: “Aku beserta
putra-putraku di mana saja mereka berada”. Ditanyakan kepada beliau: “Wahai
Habib Umar, bagaimana mungkin engkau dan putra-putramu berada di tempat ini
yang jauh dari kota-kota yang besar dan yang terkenal dengan wali-wali seperti
kota-kota Tarim?” Jawab Habib Umar: “Harumnya suatu tempat tergantung keharuman
penduduknya, demikian pula kami akan mengharumi negeri kami sendiri”.
Habib Umar berkata: “Kezaliman kaum penguasa
terhadap rakyatnya akan menambah kebajikan bagi rakyat negeri itu, baik di
dalam masalah dunia maupun akhirat, yang sedemikian itu sama halnya dengan
sebuah sumur, makin banyak diambil airnya maka sumur itu makin banyak
memancarkan air, sebaliknya jika sumur itu tidak diambil airnya, maka tidak
akan bertambah airnya sedikitpun, mungkin airnya akan menjadi busuk, karena air
di dalamnya tidak pernah bergerak”.
Ketika ada seorang dermawan yang mengeluh
kepada Habib Umar bahwa ia tidak bisa mengerjakan sholat di awal waktunya,
dikarenakan ia tidak mau menolak permintaan orang yang minta bantuan
daripadanya meskipun telah tiba waktu sholat, maka Habib Umar berkata: “Wahai
saudaraku, bila waktu sholat telah tiba, tinggalkan semua kegiatanmu sebab
Allah lebih pantas untuk diperhatikan daripada yang lain”.
Beliau menganjurkan setiap orang yang telah
mengkhatamkan bacaan al-Quran yang ditujukan bagi arwah-arwah orang-orang yang
telah wafat, hendaknya ia membaca Tahlil yaitu mengucapkan Laa Ilaaha Illallah
seberapa banyak yang ia kehendaki, kemudian dilanjutkan Subhaanallahi Wabihamdi
beberapa banyak yang ia kehendaki, kemudian dilanjutkan dengan membaca Laa
Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah sebanyak 3 kali dengan memanjangkan
bacaannya, kemudian hendaknya ia mengucapkan sholawat sebanyak 3 kali iaitu
Allahumma Solli ‘Alaa Habibika Sayyidina Muhammadin Wa Alihi Wa Shohbihi Wasallim,
kemudian hendaknya ia mengucapkan Ya Rasulullah ‘Alaika Salam Ya Rasulullah
Salamun Fi Salamin ‘Alaika sebanyak 3 kali, setelah itu hendaknya membaca
al-Fatihah sebanyak 1 kali, surat al-Ikhlas 11 kali, surat al-Falaq sebanyak 1
kali, surat an-Naas sebanyak 1 kali, ayat Kursi 1 kali, akhir surat al-Baqarah
1 kali dan surat al-Qadar 1 kali dengan niat menghadiahkan pahalanya kepada
arwah yang dituju”.
Pernah Habib Umar menganjurkan muridnya
membaca Istighfar dan Alhamdulillah sebanyak mungkin setelah seorang membaca
Maulud.
Habib Umar menganjurkan untuk memperbanyak
membaca Istighfar dan Solawat, sebab keduanya adalah sebaik-baik dzikir yang
dapat menolong kesulitan di masa kini.
Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata:
“Jika engkau mengucapkan sebanyak 11 kali tiap kali kalimat-kalimat ini,
berarti engkau telah menjalankan apa yang pernah diajarkan oleh Habib Umar
al-Attas:
Disebutkan ada seorang pengikut Habib Umar
berkata beliau: “Aku lihat orang-orang yang berada di majlis ini Wali
semuanya”. Kata Habib Umar: “Apa yang engkau katakan itu memang benar”.
Ketika orang itu keluar dari Majlis Habib Umar, maka beliau ditanya oleh
seorang yang hadir dari Majlis itu tentang maksud ucapan beliau kepada orang
tersebut. Maka Habib Umar berkata: “Sesungguhnya orang itu telah diangkat menjadi Wali
Allah, sehingga melihat orang lain menurut cerminnya, sebab seorang mukmin
menjadi cermin mukmin hainya”.
Kesaksian orang-orang
mulia tentang kebesaran al-Habib Umar al-Attas
Disebutkan ketika Habib Umar al-Attas dan sekelompok
orang datang ke tempat Habib Husin bin Syeikh Abu Bakar bin Salim, maka Habib
Umar berada di jajaran paling belakang di antara mereka dan pakaian beliau pun
agak lusuh dan buta kedua matanya. Ketika Habib Husin melihat pada diri Habib
Umar, maka beliau berkata kawan-kawan Habib Umar: “Mengapa kalian lebih menonjolkan
hal-hal yang nampak saja sampai kalian tidak mau memuliakan orang ini pada
tempat yang semestinya. Andaikata kamu tahu kedudukan Habib Umar yang
sebenarnya, pasti kalian akan tunduk kepadanya dan pasti kalian akan lebih
memuliakan kepada beliau”.
Ketika Habib
Muhammad bin Alawi bin Abu Bakar bin Ahmad bin Syeikh Abdurrahman as-Seggaf, seorang wali yang
berdomisili di kota Makkah menerima salam dari Habib Umar lewat Syeikh Salim
bin Ali Ba’ubad, maka ia menundukkan kepalanya sejenak, kemudian ia berkata: “Hendaknya setiap orang yang berkepala rela menundukkan
kepalanya demi menghormati Habib Umar al-Attas dan demi menghormati kebesaran
Allah, sesungguhnya aku mendengar suara gemerincing dari langit, demi untuk
menghormati Habib Umar. Beliau juga mengatakan kini tidak seorangpun di kolong
langit yang lebih mulia dari Habib Umar al-Attas.
Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad pernah
menyatakan di sebuah suratnya yang ditunjukkan pada seorang muridnya bahwa di
zaman itu tidak seorang walipun yang setara dengan Habib Umar al-Attas.
Disebutkan oleh salah seorang murid Habib
Abdullah al-Haddad, bahwa ketika aku berada di majlis Habib Abdullah al-Haddad,
maka tergerak hatiku untuk menanyakan kepada beliau tentang sifat Habib Umar
al-Attas. Maka secara spontan Habib
Abdullah al-Haddad berkata: “Seorang yang mengenali Habib Umar
al-Attas, maka ia akan dapati sifat Habib Umar al-Attas mirip dengan Sayyidina
Abdurrahman as-Seggaf”.
Kata al-Habib Abdullah al-Haddad: “Habib Umar
al-Attas adalah ibarat hati dan kebenaran yang dimiliki oleh seseorang dan
orang itu tidak memiliki nafsu apapun.”
Ketika Habib Abdullah al-Haddad ditanya
seseorang, apakah Habib Umar al-Attas meninggalkan karya tulis atau bait-bait
puisi?” Jawab Habib Abdullah: “Yang ditinggalkan oleh Habib Umar adalah
orang-orang seperti aku, Syeikh Ali Baras dan Syeikh Muhammad Bamasymus”.
Ketika orang menyebut-nyebut sifat Habib
Umar al-Attas di hadapan Habib Abdullah al-Haddad, maka beliau berkata: “Itu orang
(al-Habib Umar) yang pepohonnya ditanam atas dasar tawadhu dan lemah-lembut,
sehingga tangkai-tangkainya seperti itu juga”.
Selanjutnya Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi
menyebutkan berbagai sifat yang dimiliki oleh Habib Umar al-Attas sebagai
berikut:
Habib Umar al-Attas, sejak di usia kecil,
beliau sudah gemar beribadah, zuhud dan menjaga dirinya baik-baik dari sifat
buruk.
Beliau sentiasa menghormati para Wali Allah, pengayom kaum Muslim, wanita-wanita janda dan anak-anak yatim.
Beliau sentiasa menghormati para Wali Allah, pengayom kaum Muslim, wanita-wanita janda dan anak-anak yatim.
Habib Umar selalu menghibur mereka dengan
berita-berita baik, sehingga mereka amat meyakini dan mencintai Habib Umar
sepenuh hati.
Di kalangan umum dan khusus, Habib Umar
dikenal sebagai orang yang penuh kasih sayang.
Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Al-Habib Husin bin Syeikh Abu Bakar sangat sangat bangga dikarenakan Habib Umar menuntut ilmu dari beliau”.
Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Al-Habib Husin bin Syeikh Abu Bakar sangat sangat bangga dikarenakan Habib Umar menuntut ilmu dari beliau”.
Habib Ali al-Attas berkata: “Habib Umar al-Attas
sangat bangga dikarenakan Habib Abdullah al-Haddad menuntut ilmu dari beliau”.
Habib Muhammad bin Abdurrahman Madihij
selalu menganjurkan murid-muridnya untuk pergi ke kota Huraidzah bila mereka
memohon ijazah ilmu dari beliau sebab ketika itu Habib Umar al-Attas masih
hidup. Menurut beliau Habib Umar adalah tokoh semua keluarga Ba’alawi.
Murid-murid yang pernah
belajar dari Habib Umar al-Attas
Di antara murid-murid yang pernah belajar
dari Habib Umar adalah: Putra-putra beliau, di antaranya adalah Habib Husin,
Habib Salim, Habib Abdurahman, saudara-saudara beliau Habib Aqil, Habib
Abdullah al-Haddad,
Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi, Habib Ahmad bin Hasyim al-Habsyi, Habib
Abdullah bin Ahmad Balfaqih, Habib Muhammad bin Abdurrahman Madihij, Sayis Ali
bin Umar bin Husein bin Ali bin Syeikh Abu Bakar, Syeikh
Ali Baras,
Syeikh Muhammad Bamasymus, Syeikh Muhammad bin Umar Alamudi yang
dikenal dengan jolokan Ghozali di Budzah, Syeikh Abdullah bin Usman Alamudi,
Syeikh Abdullah bin Ahmad Ba’afif Alamudi, Syeikh Aqil bin Amir bin Daghmusy,
Syeikh Sahal bin Syeikh Ahmad bin Sahal Ishaq, Syeikh Abdul Kabir bin
Abdurrahman Baqis, Syeikh Muhammad bin Abdul Kabir Baqis, Syeikh Alfaqih Ahmad
bin Abdullah bin Syeikh Umar Syarahil Syeikh Umar bin Salim Badzib, Syeikh bin
Salim Baubad, Habib Husein bin Syeikh Ali bin muhammad al-Aidrus, Habib
Ahmad bin Umar al-Hinduan, Habib Zein bin Imron Ba’alawi, Syeikh Abbas bin
Abdillah Bahafash, Syeikh Umar bin Ahmad al-Hilabi, Abu Said, Habib
Abdullah bin Muhammad bin Basurah, Syeikh Muzahim bin Ali Bajabir, Syeikh Ali
bin Sholeh, Qouzan Zahir, Al-Faqih Abdurrahim Bakatir, Syeikh Salim bin
Abdurrahman Junaid Bawazir, Syeikh Abu Bakar bin Abdurrahman bin Abdul Ma’bud
Wazir, Muhammad bin Umar Bawazir, Syeikh Abdullah bin Sad Bamika Syibami,
Syeikh Ahmad bin Muhammad Bajamal, Syeikh Ali bin Toha as-Seggaf, Syeikh Umar
bin Ali az-Zubaidi Al-Faqih Abdullah bin Umar Ba’ubad, Syeikh Ali bin Ahmad bin
Wurud Bawazir, Habib Aqil bin Syeikh as-Seggaf, Habib Syeikh bin Abdurrahman
al-Habsyi, Syeikh Ali bin Haulan, Syeikh Ali bin Kosim al-Udzri, Syeikh
Mahmud Jummal an-Najar yang pernah bertemu dengan Hidzir tetapi tidak meminta
do’a karena merasa cukup dengan do’a gurunya yaitu Habib Umar.
Habib
Umar bin Abdurrahman Albar pernah berkata kepada Habib Ali bin Hasan
al-Attas: “Wahai Ali, sesungguhnya seluruh penduduk Hadhramaut pernah
berhubungan dengan kakekmu al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas. Di antara
mereka ada yang berhubungan dengan beliau dari satu jalur, ada yang berhubungan
dengan beliau dari dua jalur, bahkan ada yang berhubungan dengan beliau dari
tiga jalur”.
Ratib Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas
Al-Fatihatu ilaa hadhrati al-habib Sayyidina
Muhammadin S.A.W. wa aalihi wa sahbihi wa man waalaahu. Wa ilaa ruuhi sayyidina
al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, shohibi ratib, wa syeich Ali bin
Abdillaahi al-Baaras. wa usuulihim wa furuu’ihim annallaaha jataghasyaahum
bir’rahmati wal maghfirati al-fatiha. A’uudhu billaahi minasy’yaitaani rajiim.
Bismillaahirahmaanirahiim. Alhamdulillaahi rabbil aalamiin. Arrahmaanirahiim
maalikijawmid’diin. Ijaakana’buduu wa ijaa kanastaiin.Ihdinas’siraatal
mustaqiim. Siraathal’ladhiina anámtu alaihim Ghairil maghdhuu alaihim walaa
dhaaliin. Aamiin. Lau’anzalnaa haadhal qur’aana alaa Jabalin lara’aitahu
ghaasyian mutasad’dian min ghasy’yatil’laahi wa tilkal amthaalu nadhribuhaa
linnaasi la’allahum jatafakkaruun. Huwallaahul ladhii laa ilaaha illaa huwa
aalimul ghai’bi wa shahaadati huwa rahmaanirahiim. Huwallaahul ladhii laa
ilaaha illaa huwa al-malikul Qud’duusu salaamul mu’minul muhaiminul aziizul
Jabbaarul mutakabbiru subhaanallaahi amma jusyrikuun. Huwallaahul ghaalikul
baari’ul musawwiru lahul asmaa’ul husnaa jusabbihu lahu maa fii samaawaati wal
ardhi wa huwal aziizul haqiim.
A’uudhu billaahis samii’il aliimi
minasy’syaitaani rajiim(3x).
A’uudhu bikalimaatillaahi taamaati min syarri
maa ghalaqa(3x).
Bismillaahil ladhii laa jadhurru ma’asmihii
syai’un fil ardhi walaa fis’samaa’i wahuwassamii’ul aliim(3x).
Bismillaahirahmaanirahiim, walaa hawlaa walaa
quwwata illaabillaahil alijjil adhiim(10x).
Bismillaahirahmaanirahiim(3x).
Bismillaahi tahassanaa billaahi, bismillaahi
tawakkalnaa billlaahi(3x).
Bismillaahi aamannaa billaahi wa man ju’min
billaahi laa ghawfun alaihi(3x).
Subhaanallaahi azzallaahu subhaanallaahi
jal’lallaahu(3x).
Subhaanalaahi wa bihamdihi subhaanallaahil
adhiim(3x).
Subhaanallaahi wal handulillaahi walaa ilaaha
illallaahu wallaahu akbar(4x).
Yaa, lathiifan bighalqihi yaa, Aliiman
bighalqihi yaa, ghabiiran bighalqihi al-tufbinaa yaa, lathiifu yaa, aliimu yaa,
ghabiir(3x).
Yaa, lathiifan lam jazal al-tufbinaa fiimaa
nazal innaka lathiifu lam tazal al-tufbinaa wal muslimiin(3x).
Laa ilaaha illallaah(40x).
Muhammadur’rasuulullaah(1x).
Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil(7x).
Allahumma salli alaa Muhammadin allahumma
salli alaihi wa sallim(11x).
Astghfirullaah(11x).
Taa’ibuuna illallaah(3x).
Yaa, allaahu bihaa yaa, allaahu yaa, kariimu
yaa, allaahu bihusnil ghaatimah(3x).
Ghufranaka rabbanaa wa ilajkal masiir laa
jukalliful’laaha nafsan illaa wus’ahaa lahaa maa kasabat wa alaihaa maa
aktasabat rabbanaa laa tu’agidhnaa in’nasiinaa aw’agta’naa rabbanaa walaa
tahmil alainaa isran kamaa hamaltahu alal’ladhiina min qablinaa rabbanaa walaa
tuhammilnaa maalaa qatalanaa bihi wa’fu annaa wagh firlanaa warhamnaa anta
mawlaanaa fansurnaa alal qawmil kaafiriin. Al-Fatihatu ilaa Hadhrati sayyidinaa
wa Habibinaa wa Syafi’inaa rasuulillaahi Muhammad ibn Abdillaahi sallallaahu
alaihi wa aalihi wa ashaabihi wa azwaajihi wa dhurri’jaatihi bi’annallaaha ju’lii
darajaatihim fil jannati wa janfa’unaa bi asraarihim wa anwaarihim wa uluumihim
fid’diini wa dunjaa wal aaghirati wa jadz’alunaa min hizbihim wa jarzuqnaa
mahabbatuhum wa jatawafaanaa alaa millatihim wa jah’syurnaa fii zumratihim.
Al-Fatiha athaa bakumullaah.(Surat al-fatiha).
—————————————————————————————–
Makna
Ratib
Perkataan Ratib mempunyai banyak
erti. Ratib yang dimaksudkan di sini berasal dari perkataan (rattaba)
bererti mengaturkan atau menyusun. Ratib adalah sesuatu yang tersusun, teratur
dengan rapinya. Sembahyang sunnah Rawatib adalah antara sembahyang-sembahyang
sunnah yang diamalkan pada waktu-waktu yang tertentu oleh Nabi s.a.w. Ratib
al-Attas mengandungi dzikir, ayat-ayat al-Quran dan doa-doa yang telah sedia
tersusun oleh al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas yang juga dibaca pada
waktu-waktu yang tertentu.
Istilah Ratib digunakan
kebanyakkannya di negeri Hadhramaut dalam menyebut zikir-zikir yang biasanya
pendek dengan bilangan kiraan dzikir yang sedikit (seperti 3, 7, 10, 11 dan 40
kali), senang diamalkan dan dibaca pada waktu-waktu yang tertentu yaitu sekali
pada waktu pagi dan sekali pada waktu malam. Terdapat Ratib al-Haddad, Ratib
al-Aidrus, Ratib al-Muhdhor dan lain-lain.
Keutamaan Ratib
Berkata sebilangan ulama ahli
salaf, antara keutamaan ratib ini bagi mereka yang tetap mengamalkannya, adalah
dipanjangkan umur, mendapat Husnul-Khatimah,menjaga
segala kepunyaannya di laut dan di bumi dan senantiasa berada dalam
perlindungan Allah.
Bagi mereka yang mempunyai hajat
yang tertentu, membaca ratib pada suatu tempat yang kosong dengan berwudhu,
mengadap kiblat dan berniat apa kehendaknya, Insya-Allah dimustajabkan Allah.
Para salaf berkata ia amat mujarrab dalam menyampaikan segala permintaan jika
dibacanya sebanyak 41 kali.
Antara kelebihan ratib ini adalah,
ia menjaga rumahnya dan 40 rumah-rumah jirannya dari kebakaran, kecurian dan
terkena sihir. As-Syeikh
Ali Baras berkata: “Apabila dibaca
dalam suatu kampung atau suatu tempat, ia mengamankan ahlinya seperti dijaga
oleh 70 pahlawan yang bekuda. Ratib ini mengandungi rahsia-rahsia yang
bermanfaat. Mereka yang tetap mengamalkannya akan diampunkan Allah dosa-dosanya
walaupun sebanyak buih di laut.”
Bagi mereka yang terkena sihir dan
membaca ratib, Insya-Allah diselamatkan Allah dengan berkat Asma’ Allah,
ayat-ayat al-Quran dan amalan Nabi Muhammad s.a.w.
Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein
al-Attas berkata: “Mereka yang mengamalkan
ratib dan terpatuk ular niscaya tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya. Bagi
orang yang takut niscaya akan selamat dari segala yang ditakuti. Pernah ada
seorang yang diserang oleh 15 orang pencuri dan dia selamat.”
Pernah datang satu kumpulan
mengadu akan hal mereka yang dikelilingi musuh. Al-Habib Husein menyuruh mereka
membaca ratib dan beliau jamin Insya-Allah mereka akan selamat.
Ada sebuah kampung yang cukup
yakin dengan Habib Umar al-Attas dan tidak tinggal dalam membaca ratibnya.
Kecil, besar, tua dan muda setiap malam mereka membaca ratib beramai-ramai
dengan suara yang kuat. Kebetulan kampung itu mempunyai musuh yang hendak
menyerang mereka. Kumpulan musuh ini menghantar seorang pengintip untuk mencari
rahsia tempat mereka supaya dapat diserang. Kebetulan pada waktu si pengintip
datang dengan sembunyi-sembunyi mereka sedang membaca ratib dan sampai kepada
zikir:
Ertinya: Dengan nama Allah, kami beriman kepada Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah tiada takut baginya!
Ertinya: Dengan nama Allah, kami beriman kepada Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah tiada takut baginya!
Mendengar tiada takut baginya, dan
diulangi sampai tiga kali, si pengintip terus menjadi takut dan kembali lalu
menceritakan kepada orang-orangnya apa yang dia dengar dan mereka tidak jadi
menyerang. Maka selamatlah kampung itu.
Nama-nama Ratib
Nama-nama Ratib
Ratib al-Habib Umar bin
Abdurrahman ini mempunyai banyak nama. Antaranya adalah:
Ertinya: Sesuatu yang sukar diperolehi dan kunci bagi pintu penghubung kepada Allah.Nama inilah yang dipilih oleh al-Habib Muhammad bin Salem al-Attas apabila menyusun Ratib al-Habib Umar dalam bahasa Arab, Melayu dan Tamil.
Ertinya: Kubu yang kukuh.
Ertinya: Belerang yang merah. Satu istilah bagi mentafsirkan sesuatu benda yang amat berharga yang sukar didapati pada sebarang waktu atau tempat.
Ertinya: Pati segala zikir.
Ertinya: Magnet rahsia-rahsia bagi mereka yang tetap mengamalkannya pada waktu malam dan siang.
Ertinya: Penawar bagi racun yang mujarrab. Menurut kata al-Habib Husein bin Abdullah al-Attas, nama ini dinamakan oleh gurunya al-Habib Ahmad bin Hasan apabila menerangkan kelebihan Ratib al-Habib Umar.
Ertinya: Sumber pencapaian dan kunci bagi pintu penghubung kepada Allah. Nama ini hanya terdapat di Tajul A’ras oleh al-Habib Ali bin Husein yang menerangkan bahwa dalam kitab al-Qirtas yang beliau perolehi tertulis nama Ratib al-Attas sebagai Manhal al-Manal dan tidak Azizul Manal.
Sejarah Ratib
Ratib ini dikarang oleh al-Habib
Umar bin Abdurrahman al-Attas dan sekarang telah berusia kira-kira 400 tahun.
Ratib ini sehingga kini banyak dibaca di negara-negara seperti di Afrika
termasuk Darussalam, Mombassa dan Afrika Selatan. Juga di England, Burma
(Myanmar), India dan negara-negara Arab. Di Afrika ia disebarkan oleh
murid-murid al-Habib Ahmad bin Hasan seperti al-Habib Ahmad Masyhur al-Haddad
dan lain-lain. Di India, Kemboja dan Burma oleh al-Habib Abdullah bin Alawi
al-Attas. Sehingga sekarang kumpulan-kumpulan ratib al-Habib Umar atau Zawiyah
masih diamalkan di Rangoon dan di beberapa daerah di Burma. Tetapi mereka lebih
terkenal di sana dengan Tariqah al-Attasiyah.
Ratib ini telah lama sampai di
Malaya, Singapura, Brunei dan Indonesia. Antara keterangan ratib ini yang
diterbitkan dalam bahasa Melayu di Singapura adalah sebuah kitab kecil yang
bernama Fathu
Rabbin-Nas yang
dikarang oleh al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein
al-Attas. Tarikh selesai karangan ini adalah pada pagi Jumaat 20hb Jumadil Awal
1342 (20hb Disember 1923). Ia diterbitkan dengan perbelanjaan C.H Kizar
Muhammad Ain Company pengedar kain pelekat cap kerusi yang beribu pejabat di
Madras, India dan dicetak oleh Qalam Singapura.
Pada tahun 1939, al-Habib Muhammad
bin Salim al-Attas telah menerbitkan sebuah kitab yang bernama Miftahul Imdad yang
dicetak di Matbaah al-Huda di Pulau Pinang. Kitab ini mengandungi wirid-wirid
datuk beliau al-Habib Ahmad bin Hasan al-Attas tetapi terdapat juga ratib
al-habib Umar bin Abdurrahman al-Attas di dalamnya.
Mengikut al-Habib Muhammad bin
Salem al-Attas, al-Habib Hasan bin Ahmad al-Attas pada suatu masa dahulu telah
mencetak Ratib al-Attas menerusi percetakannya Mutaaba’ah al-Attas (Al-Attas
Press) yang pejabatnya terletak di Wadi Hasan, Johor Bahru, Malaysia.
Percetakan ini bergiat di Johor pada kira-kira tahun 1927.
Waktu membaca Ratib al-Attas
Disebutkan di dalam kitab
al-Qirtas: “Telah menjadi tradisi bagi para sesepuh kami, khususnya tradisi
dari al-Habib Husein bin Umar membaca Ratib al-Attas adalah setelah solat
Isya’. Kebiasaan itu dilakukan oleh Habib Husein beserta pengikut-pengikutnya
secara turun-temurun kecuali di bulan Ramadhan. Adapun di bulan Ramadhan bacaan
ratib itu dibaca sebelum solat Isya’. Tetapi bagi yang gemar berzikir banyak
yang membaca ratib al-Attas ini di waktu pagi dan di waktu sore, sebab di
antara kalimat-kalimat yang dizikirkan ada zikir-zikir yang disunnahkan untuk
membacanya di waktu pagi dan di waktu sore seperti tertera di dalam hadis-hadis
Nabi s.a.w.
Dikatakan oleh Habib Ali bin Hasan
al-Attas di dalam kitab al-Qirtas bahwa Habib Umar suka membaca ratibnya secara
rahasia tanpa suara, sebab beliau menginginkan bacaan ratibnya itu lebih
berkesan di hati yang membacanya dan lebih ikhlas karena Allah. Hal itu sesuai
dengan firman Allah:
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”.(Al A’raf: 205)
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”.(Al A’raf: 205)
Dan firman Allah:
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Luqman: 19)
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Luqman: 19)
Jika ratib al-Attas ini dibaca
secara berkelompok, maka hendaklah dibaca dengan suara yang tiada terlalu keras
dan tiada terlalu pelan, sesuai dengan firman Allah:
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam solatmu dan janganlah pula selalu merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara keduanya”. (Al-Isra’: 110)
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam solatmu dan janganlah pula selalu merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara keduanya”. (Al-Isra’: 110)
Ratib Habib Umar
Ratib Habib Umar yang diberi nama Azizul Manal Wa Fathu Bab al-Wisol seperti dikatakan oleh Habib Ali bin
Hasan al-Attas di dalam kitab al-Qirtas bagian kedua juz pertama: “Ratib Habib
Umar merupakan hadiah yang tertinggi dari Allah bagi umat Islam lewat Habib
Umar.” Peninggalan beliau yang paling mahal hanyalah ratib yang beliau
tinggalkan bagi umat ini. Ratib Habib Umar merupakan wirid yang banyak
mendatangkan faedah bagi yang membacanya setiap waktu, terutama bagi yang
sedang menghadapi kesulitan. Al-Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi mengatakan bahwa
Habib Umar banyak sekali menyebutkan akan keutamaan-keutamaan ratib ini. Pernah
disebutkan bahwa ketika ada sekelompok orang datang kepada Habib Umar mengeluh
kesulitan pencarian dan lamanya musim kemarau yang menimpa kepada mereka selama
beberapa waktu. Mereka diperintah membaca Ratib beliau dan dzikir Tauhid. Setelah
mereka mengerjakannya, maka dengan berkat bacaan itu, Allah memberi keluasan
hidup bagi mereka.
Menurut Syeikh Ali Baras, jika
Ratib Habib Umar dibacakan bagi penduduk suatu desa atau bagi suatu keluarga,
maka desa itu atau keluarga itu akan dipelihara oleh Allah dengan peliharaan
yang amat ketat. Selanjutnya Syeikh Ali berkata: “Pernah aku diceritai oleh
sebagian orang bahawa ketika mereka takut menghadapi rampok yang akan menjarah
rumah mereka, maka mereka membaca Ratib Habib Umar sehingga rumah mereka tidak
sampai dijarah oleh kaum perampok itu meskipun jumlah mereka sebanyak 15
orang”.
1 komentar:
Salam. Saya ingin bertanya, antara bacaan ratib2 dan al-ma'thurat yang dihimpunkan oleh Imam Asy-Syahid Hassan al-Banna, yang mana satu lebih afdhal diamalkan?
Tentunya kita harus memilih salah satu bukan? Karna zikir dalam kehidupan ini nggak hanya terbatas pada zikr lafzi saja.
Posting Komentar