Al-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah Bin Alawi
Al-Haddad
Al Imam Al Alamah Al Habib Abdullah bin Alwi
Al Haddad
Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad lahir
pada hari Rabu malam Kamis tanggal 5 Safar 1044 H/3 Agustus 1634 M Di Tarim,
Hadromaut.
Nasabnya adalah Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad
bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Al Haddad dan seterusnyahingga Ahmad bin Isa bin
Muhammad An naqib bin Ali Uroidhi bin Ja'far As Shodiq bin Muhammad Al Baqir
bin Ali Zainal Abidin bin Imam As Sibth Al Husain bin Al Imam Amirul
Mu'minin Ali bin Abu Thalib, suami
Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.
Ayah beliau yakni Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad di
kenal sebagai orang yang saleh. Ayahnya lahir dan tumbuh di kota Tarim dan
sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salma wanita ahli makrifat
dan dikenal kewaliannya, bahkan Habib Abdullah Al Haddad sendiri banyak
meriwayatkan kekeramatan Syarifah Salma.
Suatu hari ayah Habib Abdullah Al haddad
mendatangi rumah Al Arif Billah
Habib Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Pada waktu itu ia belum
berkeluarga, lalu ia meminta Habib Ahmad Al Habsyi mendoakannya. Lalu
Habib Ahmad berkata kepadanya, " anakmu adalah anakku, di antara
mereka ada keberkahan".
Habib Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Pada waktu itu ia belum
berkeluarga, lalu ia meminta Habib Ahmad Al Habsyi mendoakannya. Lalu
Habib Ahmad berkata kepadanya, " anakmu adalah anakku, di antara
mereka ada keberkahan".
Kemudian ia menikah dengan cucu Habib Ahmad itu, Salma
binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Habib Idrus ini adalah saudara
Habib Husain bin Ahmad bin Muhammad Al Habsy, kakek Habib Ali bin Muhammad
bin Husain Al Habsyi (Shohib Simtud Duror).
Dari pernikahan tersebut lahirlah Habib Abdullah bin
Alwi Al haddad. Ketika putranya lahir, ayahnya berujar, "aku sebelumnya
tidak mengerti makna tersirat yang diucapkan Habib Ahmad Al Habsyi dulu,
setelah lahirnya Abdullah aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya
tanda-tanda sinar wilayah (kewalian).
Pada umur empat tahun beliau terkena penyakit cacar
yang menyebabkan buta. Namun cacat yang beliau derita telah membawa hikmah,
beliau tidak bermain sebagaimana anak kecil sebayanya. Beliau habiskan waktunya
dengan menghafal Al Qur'an, Mujahaddah Al Nafs (beribadah dengan tekun melawan
hawa nafsu), dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak
kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi
kepada Allah SWT.
Memang sejak kecil begitu banyak perhatian yang beliau
dapatkan dari Allah SWT. Allah SWT menjaga pandangannya dari segala yang
diharamkan. Penglihatan lahirnya diambil oleh Allah SWT dan diganti oleh
penglihatan batin, yang jauh lebih kuat dan berharga. Hal itu merupakan salah
satu pendorongnya lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah SWT menuntut
ilmu agama.
Pada tahun 1072 H / 1662 M, malam Senin tanggal 21
bulan Rajab, ayah beliau wafat. Ketika itu beliau berusia 28 tahun. Lalu
beberapa hari kemudian ibunya wafat, setelah sebelumnya menderita sakit dan
semakin lama semakin parah, yaitu tepat pada hari Rabu tanggal 24 Rajab 1072 H
/ 1662 M.
Setelah kedua-orangtuanya wafat, beliau diambil oleh
salah seorang gurunya, Sayyid Umar bin Abdurrahman Al
Attas. Pada waktu itu, beliau menulis surat pada saudaranya
, Al Hamid, yang berada di India, memberitahunya perihal yang menimpa kedua
orangtua mereka, dan menghiburnya agar bersabar.
Pada 1079 H/1669 M, dalam usia 35 tahun Habib Abdullah
Al Haddad melaksanakan haji ke Baitullah, Mekah, dan berziarah ke makam Nabi
Muhammad SAW serta para syuhada di madinah. Beliau memasuki kota Mekah pada
waktu Subuh di bulan Dzulhijjah 1079 H. Pada waktu itu wukuf di Arafah jatuh
pada hari Jumat.
Setelah menunaikan ibadah haji, beliau menuju Madinah
dan berada di sana selama 40 hari. Kemudian beliau kembali lagi ke Mekah hingga
bulan Rabiul Awwal.
Suatu hari di musim haji, di masjid Namirah, Arafah ,
salah seorang muridnya Ba Salim menuturkan, ketika aku gelarkan sajadah tuanku
di Masjid Namirah datang seseorang dengan gaya dan logat Turki dan langsung
duduk di atas sajadah itu. Tidak begitu lama masjid itu makin sesak dengan
pengunjungnya. Aku jadi bingung terhadap orang tersebut, sedangkan tuanku belum
datang.
Tidak begitu lama, tuanku datang dan aku tidak melihat
lagi orang itu duduk di atas sajadah tersebut. Seakan-akan ia duduk diatasnya
agar tempat itu tidak diduduki oleh orang lain selain Habib Abdullah Al Haddad.
Masjid Habib Abdullah bin Alwi Al
Haddad.
Bercahaya Bagaikan Bulan
Al Imam Abdullah Al Haddad memiliki perawakan yang
tinggi, berdada bidang, tidak kurus juga tidak terlalu gempal, dan berkulit
putih. Pribadinya sangat memancarkan wibawa. Wajahnya senantiasa manis dan
menggembirakan hati orang lain di dalam majlisnya. Tertawanya sekedar senyuman
manis. Apabila merasa senang dan gembira wajahnya bercahaya bagaikan bulan.
Majelisnya senantiasa tenang dan penuh kehormatan sehingga tidak terdapat
hadirin yang berbicara maupun bergerak-gerak.
Beliau selalu shalat wajib pada awal waktu dan tidak
pernah terlihat shalat wajib sendirian. Selain itu beliau juga tidak pernah
terlihat tergesa-gesa dalam shalatnya. Beliau sangat tidak suka berbicara
antara adzan dan iqomah. Beliau sangat tidak suka diajak berbicara oleh
rekan-rekannya hingga usai shalat.
Ketika ditanya mengapa demikian, beliau menjawab,
" Kita akan shalat untuk berkumpul dan hadir serta melepaskan segala
sesuatu yang tidak berkaitan dengan-Nya."
Berkaitan dengan masalah perasaan hadir dalam shalat,
menurutnya tidak disyariatkan shalat sunah sebelum shalat wajib melainkan
karena untuk berusaha mewujudkan perasaan dekatnya hati dengan Allah SWT hingga
memasuki shalat dengan perasaan hadir dan bertemu dengan-Nya.
Beliau mengatakan, "Seorang hamba tidak di tuntut
untuk menjalankannya di dalam batin hingga ia dapat memperbaiki bentuk shalat
secara lahir. Bila dia telah menjalankan secara lahir dengan baik, akan kembali
pula shalatnya secara batin. Ingat, tidak mungkin melakukan shalat secara batin
kecuali dengan melakukan latihan olah hati sebagai pendahuluan, dan
meninggalkan pendalaman dalam berbagai hal sebelum melakukannya. Seandainya
bukan karena keutamaan shalat jama'ah, kami tidak akan melakukannya, dan lebih
baik menjalankan shalat sendiri."
Beliau memulai harinya sejak dini hari dan sarat
dengan berbagai amal ibadah. Biasanya beliau tidur dan bangun sebelum sebelum
subuh untuk melakukan shalat witir dan shalat fajar. Beliau tidur sebagaimana
tidurnya Nabi Muhammad SAW, yakni hanya sesaat dan kemudian bangun melakukan
kegiatan ibadah kembali hingga adzan subuh.
Selain itu beliau mempunyai kebiasan setiap Jumat sore
setelah shalat ashar di Masjid Hujairah, berziarah ke makam Zanbal, makam para
salaf Ba'alwi. Menurut Habib Muhammad bin Zain bin Smith, muridnya, dipilihnya
waktu sore pada hari Jumat karena itu termasuk saat-saat terkabulnya doa, dan
juga merupakan tradisi para salaf.
Mereka yang menghadiri majelisnya, lupa akan kehidupan
dunia, bahkan terkadang si lapar pun lupa akan kelaparannya, si sakit hilang rasa
sakitnya, dan si demam sembuh dari demamnya. Ini terbukti dari tidak seorang
pun yang mau meninggalkan majelisnya.
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka
yang gemar alam akhirat. Beliau tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli
majelisnya, bahkan mereka senantiasa diutamakan dengan kasih sayang tanpa
membuatnya lalai dari mengingat Allah walau sekejap. Beliau pernah menegaskan,
" tidak seorang pun yang berada di majelisku menggangguku dari mengingat
Allah SWT."
Beliau adalah teladan bagi insan dalam soal
pembicaraan dan amalan, mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat yang di
contohkan Nabi yang mengalir dalam kehidupannya. Beliau memiliki semangat yang
tinggi dan keinginan yang kuat dalam hal keagamaan, beliau juga senantiasa
menangani segala urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian dari
orang lain, bahkan senantiasa mempercepat segala tugasnya tanpa
membuang-buang waktu.
Lautan Ilmu Pengetahuan
Al Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos mengatakan ,
"Habib Abdullah Al Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di
zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja di tunda kehidupan
beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad ke-12)". Al Habib Abdullah
Al Aydrus menegaskan kedudukannya bagi kalangan Ba'alwi, Ia mengatakan,"
Sayyid Abdullah Al Haddad adalah sultan seluruh golongan Ba'alwi". Al
Habib Muhammad bin Abdurrahman Madih mengatakan," Mutiara ucapan Habib
Abdullah Al Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang, sebab
mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini
jangan tertipu oleh siapapun, walaupun kamu melihatnya sudah memperlihatkan
banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan Karomah.
Sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat
apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Habib Abdullah Al
Haddad, sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak
mungkin dapat di ukur.
Habib Muhammad bin Zain bin Smith pernah mengatakan,
"masa kecil Habib Abdullah Al Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya
semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masala-masalah sufistis yang
sulit, seperti mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al Faridh, Ibnu Arabi, Ibnu
Athailah, dan kitab-kitab Al Ghozali. Beliau tumbuh dari fitrah yang asli dan
sempurna dalam kemanusannya, wataknya, dan kepribadiannya".
Habib Ahmad bin Zain Al Habsy seorang murid beliau
yang mendapat besar darinya, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan
mengatakan, " Seandainya aku dan Tuanku berziarah ke makam, kemudian
beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya,
pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang yang hidup dengan izin Allah SWT.
Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana beliau setiap hari telah mampu
menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat.
Beliau adalah lautan ilmu pengetahuan yang tiada tepi yang sampai pada
tingkatan mujtahid dalam ilmu-ilmu islam, iman, dan ihsan. Beliau adalah
mujadid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini.
Kejujuran Mengikuti Syariat
Beliau pernah ditanya tentang masalah karomah, dan
beliau menjawab bahwa orang yang mengingkari adanya karomah para wali,
sebagaimana yang termaktub dalam kitab Latha'if Al Minan, karya
Syaikh Abu Turab An Nakhsabi, termasuk kufur dana kufur (yakni
kufur nikmat).
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa karomah termasuk
bagian dari mukjizat para nabi. Hanya saja, bila mukjizat bersifat otonom,
karomah para wali hanya bersifat tabi'iyah (mengikut). Yakni,
mukjizat menunjukkan kebenaran seorang Rasul, sedangkan karomah seorang wali
menunjukkan kejujuran dalam mengikuti syariat Rasul tersebut. Oleh karena itu,
ajaran yang diikutinya benar.
Terlambat Menghadapi Suatu Urusan
Penulis buku Tatsbit Al Fuad, Syaikh Ahmad Asy
Syajjar, mengatakan, " disaat-saat beliau melakukan semua yang telah
menjadi kebiasaannya sehari-hari, pada hari Kamis, 27 bulan Ramadhan 1132 H
beliau merasakan penyakitnya yang biasa di derita kambuh kembali. Sejak
kambuhnya penyakit itu beliau mulai tidak dapat keluar rumah untuk menunaikan
shalat jamaah di masjid. Dan tidak pula memberikan pelajaran-pelajaran
sebagaimana yang sudah biasa dilakukan. Beliau hanya dapat keluar rumah hanya
pada saat-saat merasa sehat dan kuat. Demikianlah yang beliau lakukan hingga
saat penyakitnya bertambah keras dan tidak dapat keluar sama sekali dari rumah.
Banyak orang berjubel di depan pintu rumahnya dengan maksud hendak
menjenguk".
Pada pagi hari 'Id dua orang sahabat, Habib Zainal
Abidin Al Aydrus dan saudaranya datang menjenguk, kepada dua orang sahabat itu
beliau berkata,"Sebabnya penyakit ini di samping takdir Allah, menurut
hemat saya adalah karena saya terlambat menghadapi suatu urusan seperti
pengajaran. Yaitu karena saya mendatangi sayyid-sayyid dari keluarga Al Faqih pada
malam Rabu 26 bulan Ramadhan. Padahal Rasulullah SAW pada hari-hari seperti itu
meninggalkan semua urusan keduniaan, beliau ber'itikaf, tidak menginap di salah
satu rumah istri-istrinya. Demikianlah kebiasaan Rasulullah. Akan tetapi itu
saya lakukan semata-mata untuk memenuhi kewajiban, bukan dorongan selain itu,
dan bukan pula karena saya mempunyai keinginan..." Sebagaimana diketahui
beliau datang ke pemukiman Al Faqih karena mempunyai seorang istri dari
keluarga mereka.
Pada hari-hari terakhir hayatnya beliau sering
mengangkat tangan lalu kedua-duanya diletakkan di bawah dada, seperti orang
yang sedang shalat. Kemudian telapak tangannya diletakkan pada lutut sambil
menggenggam jari-jarinya sambil memegang tasbih, seperti orang yang
bertasyahud. Kemudian tepat pada hari ke-40 dari sakitnya, ketika usianya
memasuki 88 tahun lebih 9 bulan kurang 3 hari, pada malam selasa tanggal 7
Dzulqo'dah 1132 H/ 11 September 1720 M, Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad
dengan tenang berpulang ke Rahmatullah di rumah kediamannya di Al Hawi dan
kemudian disemayamkan di pemakaman Zanbal, Tarim, Hadromaut. Semoga Allah SWT
melimpahkan cucuran rahmatNya kepada beliau.
Makam Habib Abdullah bin Alwi Al
Haddad.
Wa Allahu A'lam.
Al-Imam Al-’Allamah
Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, di lahirkan di Syubair di salah
satu ujung Kota Tarim di provinsi Hadhramaut-Yaman pada tanggal 5 Safar tahun
1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan di saat beliau berumur 4 tahun,
beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkan kedua mata beliau tidak
dapat melihat.
Meskipun kedua mata
beliau tidak dapat melihat sejak usia dini, beliau tetap tidak memutuskan
gairahnya untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan mengisi masa kecilnya dengan
berbagai macam ibadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT, sehingga mulai dari
sejak usia dini, hidupnya sangat berkah dan berguna.
Ayah
beliau, al-Habib Alawi bin Muhammad al-Haddad berkata: “Sebelum aku menikah, aku berkunjung
kerumah al-’Arif Billah al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib
untuk meminta do’a. Lalu al-Habib Ahmad menjawabku:
“Awlaaduka Awlaadunaa Fiihim Albarakah”
Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.”
“Awlaaduka Awlaadunaa Fiihim Albarakah”
Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.”
Selanjutnya, al-Habib
Alawi al-Haddad berkata: “Aku tidak mengerti arti ucapan al-Habib Ahmad itu,
sampai setelah lahirnya puteraku, Abdullah dan berbagai tanda-tanda kewalian
dan kejeniusannya.”
Semenjak kecil, al-Habib
Abdullah al-Haddad telah termotivasi untuk menimba ilmu dan gemar beribadah.
Tentang masa kecilnya, al-Habib Abdullah berkata: “Jika aku kembali dari tempat
belajarku pada waktu Dhuha, maka aku mendatangi sejumlah masjid untuk melakukan
shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian untuk
mengetahui betapa besar kemauan beliau untuk beribadah di masa kecilnya,
al-Habib Abdullah menuturkannya sebagai berikut: “Di masa kecilku, aku sangat
gemar dan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mujahadah, sampai nenekku seorang
wanita shalihah yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad
al-Manfar Ba’alawi berkata: ‘Wahai anak
kasihanilah dirimu.’ Ia mengucapkan kalimat itu, karena merasa
kasihan kepadaku ketika melihat kesungguhanku dalam ibadah dan bermujahadah.”
Seorang sahabat dekat
al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Ketika aku berkunjung kerumah al-Habib
Abdullah bin Ahmad Bilfagih, maka ia bercerita kepada kami: ‘Sesungguhnya kami
dan al-Habib Abdullah al-Haddad tumbuh bersama, namun Allah SWT memberinya
kelebihan lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup al-Habib
Abdullah sejak masa kecilnya telah mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu ketika
ia membaca Surat Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan menangis
sejadi-jadinya, sehingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan surat yang mulia
itu, maka dari kejadian itu dapat kami maklumi bahwa al-Habib Abdullah telah
diberi kelebihan tersendiri sejak di masa kecilnya.”
Al-Habib Abdullah sering
berziarah kubur pada Hari Jum’at sore setelah melakukan shalat Ashar di masjid
al-Hujairah. Selain itu, al-Habib Abdullah al-Haddad sering berziarah kubur
pada Hari Selasa sore. Setelah usianya semakin lanjut dan kekuatannya semakin
menurun, maka al-Habib Abdullah tidak berziarah pada Hari Jum’at dan Selasa
seperti biasanya, adakalanya beliau berziarah pada Hari Sabtu dan hari-hari
lainnya sebelum matahari naik.
Di antara wirid al-Habib
Abdullah bin Alawi al-Haddad setiap harinya adalah kalimat “LAA ILAAHA
ILLALLAH”
sebanyak seribu kali. Tetapi di Bulan Ramadhan dibaca sebanyak dua ribu kali
setiap harinya. Beliau menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu kali pada
waktu enam hari di Bulan Syawal. Selain itu, beliau mengucapkan “LAA ILAAHA
ILLALLAH AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak seratus kali setelah Shalat Dzuhur.
Al-Habib Abdullah
berkata: “Kami biasa melakukan shalat al-Awwabin
sebanyak dua puluh rakaat.”
Al-Habib
Abdullah sering berpuasa sunnah, khususnya pada hari-hari yang dianjurkan,
seperti Hari Senin dan Hari Kamis, hari-hari putih (Ayyamul baidh), Hari
Asyura, Hari Arafah, enam hari di Bulan Syawal dan lain sebagainya sampai di
masa senjanya. Beliau selalu
menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh kepada orang lain.
menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh kepada orang lain.
Selain di kenal sebagai
ahli ibadah dan mujahadah, al-Habib Abdullah juga dikenal seorang yang
istiqomah dalam ibadah dan mujahadahnya seperti yang dilakukan Rasulullah SAW
dan para sahabatnya. al-Habib Ahmad an-Naqli berkata: “al-Habib
Abdullah adalah seorang yang sangat istiqamah dalam mengikuti semua jejak
kakeknya, Rasulullah SAW.”
Dalam masalah ini,
al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Kami
telah mengamalkan semua jejak Nabi Muhammad SAW dan kami tidak meninggalkan
sedikitpun daripadanya, kecuali hanya memanjangkan rambut sampai di bawah ujung
telinga, karena Nabi SAW memanjangkan rambutnya sampai di bawah ujung kedua
telinganya.”
Tentang kesabaran
al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, sejak masa kecil beliau sudah mengalami
berbagai cobaan, diantaranya adalah ketika ia menderita penyakit cacar sampai
kedua matanya tidak dapat melihat. Meskipun begitu, ia rajin mencari ilmu dan
beribadah di masa kecilnya, hingga melakukan shalat sunnah seratus rakaat
setiap paginya hingga Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa ia selalu
menyembunyikan berbagai cobaan yang dideritanya, sampai di akhir usianya. Dalam
masalah ini beliau berkata kepada seorang kawan dekatnya:
“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorang pun yang mengetahui penyakitku ini, sampai pun keluargaku sendiri.”
“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorang pun yang mengetahui penyakitku ini, sampai pun keluargaku sendiri.”
Tentang Tarekat
al-Ba’alawi, al-Habib Abdullah mengatakan:
“Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
“Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
Al-Habib Abdullah
kembali menjelaskan:
“Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al-Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka.”
“Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al-Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka.”
Telah kami sebutkan
bahwa di masa kecil beliau, al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus
rakaat setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena
itulah tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘WALI
AL-QUTHUB’
sejak
usianya masih remaja.
Disebutkan bahwa beliau
mendapat kedudukan Wali al-Quthub lebih dari ‘ENAM PULUH TAHUN’. Beliau
menerima libas atau pakaian kewalian dari al-’Arif Billah al-Habib Muhammad
bin Alawi (Shahib
Makkah). Beliau menerima libas tersebut tepat ketika al-Habib Muhammad bin
Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada waktu itu, usia al-Habib
Abdullah 26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub itu beliau sandang hingga beliau
wafat (1132 H). Jadi beliau menjadi Wali al-Quthub lebih dari ’60 TAHUN’.
Beliau menuntut ilmu
pada ulama’-ulama’ di zamannya, diantaranya guru-guru beliau adalah: Sayyiduna
Al-Quthub Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, Al-Habib
Al-’Allamah Agil bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman
bin Syeikh Aidid,
Al-Habib
Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi, dan termasuk guru-guru
beliau juga adalah Al-Imam Al-’Allamah guru besar kota Makkah Al-Mukarromah, Al-Habib Muhammad
bin Alwi As-Segaf,
dan masih banyak lagi guru-guru beliau yang lainnya.
Beliau memiliki banyak
murid, diantara murid-murid belia adalah: Al-Habib Hasan bin Abdullah
Al-Haddad
(putera beliau sendiri), Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi, Al-Habib
Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih, Al-Habib Umar bin Zain bin Smith, Al-Habib Muhammad
bin Zain bin Smith, Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar, Al-Habib Ali bin
Abdullah bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Muhammad bin Umar bin Thoha
Ash-Shafi As-Segaf, dan masih banyak lagi murid-murid beliau.
Di antara karya-karya
tulis al-Habib Abdullah adalah: ar-Risalah
Adab as-Suluk al-Murid, ar-Risalatul al-Mu’awanah, an-Nafaais
al-’Ulwiyah Fi al-Masailis as-Sufiyah, Sabiilul Iddikar, al-Ithaaf
as-Saail, at-Tatsbiitul Fuaad, ad-Da’wah at-Taamah,
an-Nasaih ad-Diiniyah, dan masih banyak lagi lainnya.
Dan termasuk wirid-wirid
yang beliau susun diantaranya yang sangat terkenal adalah ‘Ratib
Al-Haddad’ yang
beliau susun di malam Lailatul Qadr tahun 1071 H.
Beliau wafat hari Senin
Malam Selasa tanggal 7 Dzulqa’dah 1132 H, dan di makamkan di pemakaman Zambal
di kota Tarim-Hadhramaut-Yaman.
Semoga Allah merahmati
beliau dengan rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta memberi kita
manfaat dan barokah beliau serta ilmu-ilmu beliau di dunia dan akhirat.
Aamiin..
Karamah adalah suatu
keistimewaan yang diberikan kepada seorang Wali Allah SWT sebagai karunia
khusus baginya, sebagaimana mukjizat yang diberikan kepada seorang Nabi atau
Rasul sebagai bukti kenabian dan kerasulannya. Kalau seorang Nabi atau Rasul
diperintah memperkenalkan diri dan tugasnya kepada umatnya, dan untuk
membuktikan kerasulan atau kenabiannya, maka ia dibolehkan memperlihatkan
mukjizatnya, seperti ketika Nabi Allah Musa as di perintah melempar tongkatnya
di depan Fir’aun, sehingga tongkatnya berubah menjadi seekor ular.
Berbeda
dengan seorang wali dan karamahnya. Ia tidak diperintah memperkenalkan diri dan
menampakkan karamahnya kepada orang lain, karena ia tidak diperintah untuk
menyebarkan risalah agama. Hanya saja, seorang wali dianjurkan mengajak orang
lain ke jalan Allah SWT. Kalau di tengah dakwahnya, ia membutuhkan suatu bukti,
maka ia boleh minta diberi karamah, misalnya ketika Sunan Bonang dihadang oleh
seorang preman, maka beliau menunjuk tangannya ke atas pohon, dengan izin Allah
SWT si preman melihat buah pohon yang ada di atasnya berupa emas, sehingga ia
tidak putus-putusnya memandang emas yang ada di atas pohon itu, sampai Sunan
Bonang dapat meneruskan perjalanannya dengan lancar. Adapun buah pohon yang
berubah menjadi emas adalah karamah Allah SWT yang diberikan kepada Sunan
Bonang, sehingga beliau dapat selamat dalam perjalanannya.
Adapun karamah yang
diberikan kepada al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad cukup banyak, sehingga
kalau diungkapkan satu persatunya, maka akan membutuhkan waktu yang panjang.
Sehingga kami hanya mengungkapkan sebagian kecil saja, seperti yang dapat di
baca di bawah ini:
Seorang sahabat dekat
al-Habib Abdullah berkata: “Pada suatu kali aku terlilit hutang yang banyak dan
aku tidak dapat melunasinya, karena aku tidak mempunyai uang. Ketika aku
menyampaikan keluhanku kepada al-Habib Abdullah al-Haddad, maka beliau berkata:
‘Semoga esok pagi semua hutangmu dapat
terlunasi.’ Ternyata keesokan paginya, ada seorang lelaki memberiku
sepuluh potong pakaian.Setelah aku
menerimanya, kemudian akupun menjualnya, maka aku mendapat keuntungan yang lebih besar dari jumlah hutangku, semua itu adalah berkah karamah al-Habib Abdullah al-Haddad.”
menerimanya, kemudian akupun menjualnya, maka aku mendapat keuntungan yang lebih besar dari jumlah hutangku, semua itu adalah berkah karamah al-Habib Abdullah al-Haddad.”
Salah satu sahabat
al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Salah seorang yang sangat cinta kepada al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: ‘Aku pernah dirampok sampai semua hartaku habis. Maka akupun mendatangi al-Habib Abdullah untuk meminta tolong dan minta do’a. Ketika aku akan pamitan, maka ia berkata kepadaku, semoga engkau mendapat ganti yang lebih bagus daripada hartamu yang dirampok. Tetapi bacalah setiap paginya ‘YA RAZZAK’ sebanyak tiga ratus delapan puluh kali dan do’a sebagai berikut sebanyak empat kali:
“Allahumma Aghninii Bichalaalika ‘An Charaamika, Wa Bithaa’atika ‘An Ma’shiyatika Wa Bifadhlika ‘Amman Siwaak.”
“Salah seorang yang sangat cinta kepada al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: ‘Aku pernah dirampok sampai semua hartaku habis. Maka akupun mendatangi al-Habib Abdullah untuk meminta tolong dan minta do’a. Ketika aku akan pamitan, maka ia berkata kepadaku, semoga engkau mendapat ganti yang lebih bagus daripada hartamu yang dirampok. Tetapi bacalah setiap paginya ‘YA RAZZAK’ sebanyak tiga ratus delapan puluh kali dan do’a sebagai berikut sebanyak empat kali:
“Allahumma Aghninii Bichalaalika ‘An Charaamika, Wa Bithaa’atika ‘An Ma’shiyatika Wa Bifadhlika ‘Amman Siwaak.”
Maka dengan izin Allah
SWT, lelaki itu kembali dalam keadaan yang lebih baik, karena hidupnya lebih
baik dan hutang-hutangnya sudah terlunasi. Ia termasuk seorang yang shaleh,
bertakwa dan wara’. Ia banyak mengerjakan amal-amal kebajikan, terutama sedekah.
Ia sangat yakin kepada al-Habib Abdullah dan kepada orang-orang shaleh. Ia
wafat di Kota Syibam pada tahun empat puluh. Semoga Allah SWT merahmatinya dan
menempatkannya di surga-Nya yang sangat luas.”
Selain itu, asy-Syeikh
Abdullah Syarahil menceritakan kisah asy-Syeikh Umar Bahmid sebagai berikut:
“Ada seorang datang mengadu kepada al-Habib Abdullah tentang sakit perut dan
darah yang banyak keluar dari duburnya, dan ketika itu aku ada di sisinya. Maka
al-Habib Abdullah berkata kepadaku: “Wahai
Bahmid, obatilah orang ini.” Maka
aku memegang perutnya, kemudian aku meniupnya. Maka penyakit orang itu sembuh
pada waktu itu juga. Kemudian penyakit orang itu berpindah kepadaku, sampai aku
mengeluh kepada al-Habib Abdullah. Kemudian beliau memberi makanan kepadaku
sambil mengusap perutku dengan tangannya yang mulia, maka dengan izin Allah SWT
penyakitku segera sembuh pada waktu itu juga.”
Asy-Syeikh Abdullah
Syarahil menuturkan, bahwa al-Habib Ahmad berkata kepadaku: “Aku diberitahu
oleh al-Habib Ahmad, bahwa al-Habib Abdullah al-Haddad berkata kepadanya: “Aku
melihat ada seorang yang mengeluh sakit gigi dan ia minta do’a kesembuhan
darimu.”
Maka aku berkata kepadanya: “Mengapa orang itu meminta do’a kepadaku, padahal engkau masih ada di dekatnya?”
Lalu al-Habib Abdullah mengatakan kepadaku: “Laksanakan saja perintahku.”
Maka aku berkata kepadanya: “Mengapa orang itu meminta do’a kepadaku, padahal engkau masih ada di dekatnya?”
Lalu al-Habib Abdullah mengatakan kepadaku: “Laksanakan saja perintahku.”
“Lalu akupun segera
melaksanakan perintahnya, hingga penyakit orang itu sembuh, tetapi rasa
sakitnya berpindah pada diriku. Ketika aku menghadap kepada al-Habib Abdullah,
maka beliau memberitahuku: “Penyakit orang itu
sudah sembuh, tetapi rasa sakitnya pindah kepadamu.”
“Memang aku merasakan sakitnya orang itu, namun segera hilang dengan berkahnya,” katanya.
“Memang aku merasakan sakitnya orang itu, namun segera hilang dengan berkahnya,” katanya.
Selain itu masih ada
lagi kisah karamah yang dialami oleh al-Habib Abdullah sebagai berikut:
“Disebutkan bahwa ketika
al-Habib Abdullah pergi menunaikan ibadah haji, maka ada seekor unta yang
melompat-lompat karena emosi, sehingga tidak seorangpun yang berani mendekati
dan menungganginya, karena lompatannya sangat keras. Ketika al-Habib Abdullah
diberitahu tentang masalah itu, maka beliau mendatangi unta itu dan meletakkan
tangannya di lehernya, maka dengan izin Allah SWT, maka unta itu menundukkan
kepala kepadanya.”
Salah seorang sahabat
dekat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Aku diberitahu oleh
salah seorang murid yang selalu mengikuti al-Habib Abdullah al-Haddad: “Pada
suatu hari aku keluar untuk mengunjungi seorang syeikh yang dikenal oleh
penduduk Kota Tarim dengan nama asy-Syeikh Maula ar-Rakah, dan aku kesana tanpa
memberitahu kepada al-Habib Abdullah lebih dahulu, sehingga aku kesana dalam keadaan demam yang sangat keras. Aku berkata dalam diriku sendiri: “Mungkin penyakitku ini disebabkan aku tidak memberitahu kepada al-Habib Abdullah terlebih dahulu.”
memberitahu kepada al-Habib Abdullah lebih dahulu, sehingga aku kesana dalam keadaan demam yang sangat keras. Aku berkata dalam diriku sendiri: “Mungkin penyakitku ini disebabkan aku tidak memberitahu kepada al-Habib Abdullah terlebih dahulu.”
Ketika aku mendatangi
al-Habib Abdullah dan mengeluh kepadanya, maka al-Habib Abdullah mengusap
badanku dengan tangannya yang mulia. Dengan izin Allah dan berkah al-Habib
Abdullah penyakitku
Semoga Allah merahmati
beliau dengan rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta memberi kita
manfaat dan barokah beliau serta ilmu-ilmu beliau di dunia dan akhirat.
Aamiin..
Sekilas
Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad, lahir hari Rabu, Malam
Kamis tanggal 5 Bulan Syafar 1044 H di Desa Sabir di Kota Tarim, wilayah
Hadhromaut, Negeri Yaman.
Nasab
Beliau adalah seorang Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad
bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwy bin Ahmad bin Abu
Bakar Al–Thowil bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-Faqih bin
Abdurrohman bin Alwy bin Muhammad Shôhib Mirbath bin Ali Khôli’ Qosam bin Alwi
bin Muhammad Shôhib Shouma’ah bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Muhâjir Ilallôh
Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqîb bin Ali Al-Uraidhi bin Imam Jakfar Ash-Shodiq
bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As-Sibth Al-Husein bin
Al-Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib suami Az-Zahro Fathimah Al-Batul
binti Rosulullah Muhammad SAW.
Orang-tuanya
Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad, Ayah Syaikh Abdullah Al-Haddad dikenal sebagai seorang yang saleh. Lahir
dan tumbuh di kota Tarim, Sayyid Alwy, sejak kecil berada di bawah asuhan
ibunya Syarifah Salwa, yang dikenal sebagai wanita ahli ma’rifah dan wilayah.
Bahkan Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad sendiri banyak meriwayatkan
kekeramatannya. Kakek Al-Haddad dari sisi ibunya ialah Syaikh Umar bin Ahmad
Al-Manfar Ba Alawy yang termasuk ulama yang mencapai derajat ma’rifah sempurna.
Suatu hari Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad
mendatangi rumah Al-Arif Billah Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, pada waktu
itu ia belum berkeluarga, lalu ia meminta Syaikh Ahmad Al-Habsy mendoakannya,
lalu Syaikh Ahmad berkata kepadanya, ”Anakmu adalah anakku, di antara
mereka ada keberkahan”. Kemudian ia menikah dengan cucu Syaikh Ahmad
Al-Habsy, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Al-Habib Idrus
adalah saudara dari Al-Habib Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Yang mana
Al-Habib Husein ini adalah kakek dari Al-Arifbillah Al-Habib Ali bin Muhammad
bin Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy (Mu’alif Simtud Durror). Maka
lahirlah dari pernikahan itu Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad.
Ketika Syaikh Al-Hadad lahir ayahnya berujar, “Aku sebelumnya tidak
mengerti makna tersirat yang ducapkan Syaikh Ahmad Al-Habsy terdahulu, setelah
lahirnya Abdullah, aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda
sinar Al-wilayah (kewalian)”.
Masa Kecil
Dari semenjak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari
Allah. Allah menjaga pandangan beliau dari segala apa yang diharomkan.
Penglihatan lahiriah Beliau diambil oleh Allah dan diganti oleh penglihatan
batin yang jauh yang lebih kuat dan berharga. Yang mana hal itu merupakan salah
satu pendorong beliau lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah menuntut ilmu
agama.
Pada umur 4 tahun beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkannya
buta. Cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak bermain
sebagaimana anak kecil sebayanya, beliau habiskan waktunya dengan menghapal
Al-Quran, mujahaddah al-nafs (beribadah dengan tekun melawan hawa nafsu) dan
mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa
ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Dakwahnya
Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang beliau miliki pada saat usia
yang sangat dini, beliau dinobatkan oleh Allah dan guru-guru beliau sebagai
da’i, yang menjadikan nama beliau harum di seluruh penjuru wilayah Hadhromaut
dan mengundang datangnya para murid yang berminat besar dalam mencari ilmu.
Mereka ini tidak datang hanya dari Hadhromaut tetapi juga datang dari luar
Hadhromaut. Mereka datang dengan tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan
wejangan serta tabarukan (mencari berkah), memohon doa dari Al-Habib Abdullah
Al-Haddad. Di antara murid-murid senior Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah
putranya, Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Alwy Al-Haddad, Al-Habib Ahmad bin
Zein bin Alwy bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, Al-Habib Ahmad bin Abdullah
Ba-Faqih, Al-Habib Abdurrohman bin Abdullah Bilfaqih, dll.
Selain mengkader pakar-pakar ilmu agama, mencetak generasi unggulan yang
diharapkan mampu melanjutkan perjuangan kakek beliau, Rosullullah SAW, beliau
juga aktif merangkum dan menyusun buku-buku nasihat dan wejangan baik dalam
bentuk kitab, koresponden (surat-menyurat) atau dalam bentuk syair sehingga
banyak buku-buku beliau yang terbit dan dicetak, dipelajari dan diajarkan,
dibaca dan dialihbahasakan, sehingga ilmu beliau benar-benar ilmu yang
bermanfaat. Tidak lupa beliau juga menyusun wirid-wirid yang dipergunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat untuk agama, dunia dan akhirat,
salah satunya yang agung dan terkenal adalah Rotib ini. Rotib ini disusun oleh
beliau dimalam Lailatul Qodar tahun 1071 H.
Akhlaq dan Budi Pekerti
Al-Imam Al-Haddad (rahimahullah) memiliki perwatakan badan yang tinggi,
berdada bidang, tidak terlalu gempal, berkulit putih, sangat berhaibah dan
tidak pula di wajahnya kesan mahupun parut cacar.
Wajahnya sentiasa manis dan menggembirakan orang lain di dalam majlisnya.
Ketawanya sekadar senyuman manis; apabila beliau gembira dan girang, wajahnya
bercahaya bagaikan bulan. Majlis kendalian beliau sentiasa tenang dan penuh
kehormatan sehinggakan tidak terdapat hadhirin berbicara mahupun bergerak
keterlaluan bagaikan terletak seekor burung di atas kepala mereka.
Mereka yang menghadhiri ke majlis Al-Habib bagaikan terlupa kehidupan dunia
bahkan terkadang Si-lapar lupa hal kelaparannya; Si-sakit hilang sakitnya;
Si-demam sembuh dari demamnya. Ini dibuktikan apabila tiada seorang pun yang
yang sanggup meninggalkan majlisnya.
Al-Imam sentiasa berbicara dengan orang lain menurut kadar akal mereka dan
sentiasa memberi hak yang sesuai dengan taraf kedudukan masing-masing.
Sehinggakan apabila dikunjungi pembesar, beliau memberi haknya sebagai
pembesar; kiranya didatangi orang lemah, dilayani dengan penuh mulia dan dijaga
hatinya. Apatah lagi kepada Si-miskin.
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka
yang gemar kepada alam akhirat. Al-Habib tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli
majlisnya bahkan sentiasa diutamakan mereka dengan kaseh sayang serta penuh
rahmah; tanpa melalaikan beliau dari mengingati Allah walau sedetik. Beliau
pernah menegaskan “Tiada seorang pun yang berada dimajlisku mengganguku
dari mengingati Allah”.
Majlis Al-Imam sentiasa dipenuhi dengan pembacaan
kitab-kitab yang bermanfaat, perbincangan dalam soal keagamaan sehingga para
hadhirin sama ada yang alim ataupun jahil tidak akan berbicara perkara yang
mengakibatkan dosa seperti mengumpat ataupun mencaci. Bahkan tidak terdapat
juga perbicaraan kosong yang tidak menghasilkan faedah. Apa yang ditutur
hanyalah zikir, diskusi keagamaan, nasihat untuk muslimin, serta rayuan kepada
mereka dan selainnya supaya beramal soleh. Inilah yang ditegaskan oleh beliau “Tiada
seorang pun yang patut menyoal hal keduniaan atau menyebut tentangnya kerana
yang demikian adalah tidak wajar; sewajibnya masa diperuntuk sepenuhnya untuk
akhirat sahaja. Silalah bincang perihal keduniaan dengan selain dariku.”
Al-Habib (rahimahullah) adalah contoh bagi insan dalam soal perbicaraan
mahupun amalan; mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat Al-Muhammadiah
yang mengalir dalam hidup beliau. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan azam
yang kuat dalam hal keagamaan. Al-Imam juga sentiasa menangani sebarang urusan
dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian atau keutamaan dari oramg lain;
bahkan beliau sentiasa mempercepatkan segala tugasnya tanpa membuang masa.
Beliau bersifat mulia dan pemurah lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan. Ciri
inilah menyebabkan ramai orang dari pelusuk kampung sering berbuka puasa
bersama beliau di rumahnya dengan hidangan yang tidak pernah putus semata mata
mencari barakah Al-Imam.
Al-Imam menyatakan “Sesuap makanan yang dihadiahkan atau disedekahkan mampu menolak
kesengsaraan”. Katanya lagi “Kiranya ditangan kita ada kemampuan, nescaya
segala keperluan fakir miskin dipenuhi, sesungguhnya permulaan agama ini tidak
akan terdiri melainkan dengan kelemahan Muslimin”.
Beliau adalah seorang yang memiliki hati yang amat
suci, sentiasa sabar terhadap sikap buruk dari yang selainnya serta tidak
pernah merasa marah. Kalaupun ia memarahi, bukan kerana peribadi seseorang
tetapi sebab amalan mungkarnya yang telah membuat Al-Imam benar-benar marah.
Inilah yang ditegaskan oleh Al-Habib“Adapun segala kesalahan berkait dengan
hak aku, aku telah maafkan; tetapi hak Allah sesungguhnya tidak akan
dimaafkan”.
Al-Imam amatlah menegah dari mendoa’ agar keburukan
dilanda orang yang menzalimi mereka. Sehingga bersama beliau terdapat seorang
pembantu yang terkadangkala melakukan kesilapan yang boleh menyebabkan
kemarahan Al-Imam. Namun beliau menahan marahnya; bahkan kepada si-Pembantu itu
diberi hadiah oleh Al-Habib untuk meredakan rasa marah beliau sehinggakan
pembantunya berkata:“alangkah baiknya jika Al-Imam sentiasa memarahiku”.
Segala pengurusan hidupnya berlandaskan sunnah; kehidupannya penuh dengan
keilmuan ditambah pula dengan sifat wara’. Apabila beliau memberi upah dan sewa
sentiasa dengan jumlah yang lebih dari asal tanpa diminta. Kesenangannya adalah
membina dan mengimarahkan masjid. Di Nuwaidarah dibinanya masjid bernama
Al-Awwabin begitu juga, Masjid Ba-Alawi di Seiyoun, Masjid Al-Abrar di
As-Sabir, Masjid Al-Fatah di Al-Hawi, Masjid Al-Abdal di Shibam, Masjid Al-Asrar
di Madudah dan banyak lagi.
Diantara sifat Al-Imam termasuk tawaadu’ (merendah
diri). Ini terselah pada kata-katanya, syair-syairnya dan tulisannya. Al-Imam
pernah mengutusi Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Aidarus. “Doailah untuk
saudaramu ini yang lemah semoga diampuni Allah”
Wafatnya
Beliau wafat hari Senin, malam Selasa, tanggal 7 Dhul-Qo’dah 1132 H, dalam
usia 98 tahun. Beliau disemayamkan di pemakaman Zambal, di Kota Tarim,
Hadhromaut, Yaman. Semoga Allah melimpahkan rohmat-Nya kepada beliau juga kita
yang ditinggalkannya.
Habib Abdullah Al Haddad dimata Para Ulama
Al-Arifbillah Quthbil Anfas Al-Imam Habib Umar bin
Abdurrohman Al-Athos ra. mengatakan, “Al-Habib Abdullah Al-Haddad
ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk
orang terdahulu, hanya saja ditunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di
zaman ini (abad 12 H)”.
Al-Imam Arifbillah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus
ra. mengatakan, “Sayyid Abdullah bin Alwy Al-Haddad adalah Sultan
seluruh golongan Ba Alawy”.
Al-Imam Arifbillah Muhammad bin Abdurrohman Madehej
ra. mengatakan, “Mutiara ucapan Al-Habib Abdullah Al-Haddad merupakan
obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang sebab mutiara beliau segar dan
baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini kamu jangan tertipu dengan
siapapun, walaupun kamu sudah melihat dia sudah memperlihatkan banyak melakukan
amal ibadah dan menampakkan karomah, sesungguhnya orang zaman sekarang tidak
mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan
Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau
banyak hal yang tidak mungkin dapat diukur.”
Al-Imam Abdullah bin Ahmad Bafaqih ra.
mengatakan, “Sejak kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad bila matahari
mulai menyising, mencari beberapa masjid yang ada di kota Tarim untuk sholat
sunnah 100 hingga 200 raka’at kemudian berdoa dan sering membaca Yasin sambil
menangis. Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah mendapat anugrah (fath) dari Allah
sejak masa kecilnya”.
Sayyid Syaikh Al-Imam Khoir Al-Diin Al-Dzarkali ra. menyebut Al-Habib
Abdullah Al-Haddad sebagai fadhillun min ahli Tarim (orang utama dari Kota
Tarim).
Al-Habib Muhammad bin Zein bin Smith ra.
berkata, “Masa kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah masa kecil yang
unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masalah-masalah
sufistik yang sulit seperti mengaji dan mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu
Al-Faridh, Ibnu Aroby, Ibnu Athoilah dan kitab-kitab Al-Ghodzali. Beliau tumbuh
dari fitroh yang asli dan sempurna dalam kemanusiaannya, wataknya dan
kepribadiannya”.
Al-Habib Hasan bin Alwy bin Awudh Bahsin ra.
mengatakan, “Bahwa Allah telah mengumpulkan pada diri Al-Habib
Al-Haddad syarat-syarat Al-Quthbaniyyah.”
Al-Habib Abu Bakar bin Said Al-Jufri ra. berkata
tentang majelis Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai majelis ilmu tanpa belajar
(ilmun billa ta’alum) dan merupakan kebaikan secara menyeluruh. Dalam
kesempatan yang lain beliau mengatakan, “Aku telah berkumpul dengan
lebih dari 40 Waliyullah, tetapi aku tidak pernah menyaksikan yang seperti
Al-Habib Abdullah Al-Haddad dan tidak ada pula yang mengunggulinya, beliau
adalah Nafs Rohmani, bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah asal dan tiada
segala sesuatu kecuali dari dirinya.”
Seorang guru Masjidil Harom dan Nabawi, Syaikh Syihab
Ahmad al-Tanbakati ra. berkata, “Aku dulu sangat ber-ta’alluq
(bergantung) kepada Sayyidi Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Kadang-kadang dia
tampak di hadapan mataku. Akan tetapi setelah aku ber-intima’ (condong) kepada
Al-Habib Abdullah Al-Haddad, maka aku tidak lagi melihatnya. Kejadian ini aku
sampaikan kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Beliau berkata,’Syaikh Abdul
Qodir Al-Jailani di sisi kami bagaikan ayah. Bila yang satu ghoib (tidak
terlihat), maka akan diganti dengan yang lainnya. Allah lebih mengetahui.’ Maka
semenjak itu aku ber-ta’alluq kepadanya.”
Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi ra. seorang murid
Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang mendapat mandat besar dari beliau, menyatakan
kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, ”Seandainya aku dan
tuanku Al-Habib Abdullah Al-Haddad ziaroh ke makam, kemudian beliau mengatakan
kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan
bangkit sebagai orang-orang hidup dengan izin Allah. Karena aku menyaksikan
sendiri bagaimana dia setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang
bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lauatan ilmu
pengetahuan yang tiada bertepi, yang sampai pada tingkatan Mujtahid dalam
ilmu-ilmu Islam, Iman dan Ihsan. Beliau adalah mujaddid pada ilmu-ilmu tersebut
bagi penghuni zaman ini. ”
Syaikh Abdurrohman Al-Baiti ra. pernah berziaroh
bersama Al-Habib Abdullah Al-Haddad ke makam Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam
Muhammad bin Ali Ba’Alawy, dalam hatinya terbetik sebuah pertanyaan ketika
sedang berziaroh, “Bila dalam sebuah majelis zikir para sufi hadir
Al-Faqih Al-Muqaddam, Syaikh Abdurrohman Asseqaff, Syaikh Umar al-Mukhdor,
Syaikh Abdullah Al-Idrus, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, dan yang semisal
setara dengan mereka, mana diantara mereka yang akan berada di baris depan?
Pada waktu itu guruku, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, menyingkap apa yang ada
dibenakku, kemudian dia mengatakan, ‘Saya adalah jalan keluar bagi mereka, dan
tiada seseorang yang bisa masuk kepada mereka kecuali melaluiku.’ Setelah itu
aku memahami bahwa beliau Al-Habib Abdullah Al-Haddad, adalah dari abad 2 H,
yang diakhirkan kemunculannya oleh Allah SWT pada abad ini sebagai rohmat bagi
penghuninya.”
Al-Habib Ahmad bin Umar bin Semith ra.
mengatakan, “Bahwa Allah memudahkan bagi pembaca karya-karya Al-Habib
Abdullah Al-Haddad untuk mendapat pemahaman (futuh), dan berkah membaca
karyanya Allah memudahkan segala urusannya agama, dunia dan akhirat, serta akan
diberi ‘Afiat (kesejahteraan) yang sempurna dan besar kepadanya.”
Al-Habib Thohir bin Umar Al-Hadad ra.
mengatakan, “Semoga Allah mencurahkan kebahagiaan dan kelapangan, serta
rezeki yang halal, banyak dan memudahkannya, bagi mereka yang hendak membaca
karya-karya Al-Quthb Aqthob wal Ghouts Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad
ra.”
Al-Habib Umar bin Zain bin Semith ra. mengatakan bahwa
seseorang yang hidup sezaman dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad ra., bermukim
di Mekkah, sehari setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad wafat, ia memberitahukan
kepada sejumlah orang bahwa semalam beliau ra. sudah wafat. Ketika ditanya
darimana ia mengetahuinya, ia menjawab, “Tiap hari, siang dan malam,
saya melihat beliau selalu datang berthowaf mengitari Ka’bah (padahal beliau
berada di Tarim, Hadhromaut). Hari ini saya tidak melihatnya lagi, karena
itulah saya mengetahui bahwa beliau sudah wafat.”
Karya-karyanya
Beliau meninggalkan kepada umat Islam khazanah ilmu yang banyak, yang tidak
ternilai, melalui kitab-kitab dan syair-syair karangan beliau. Antaranya ialah:
1. An-Nashaa’ih Ad-Dinniyah Wal-Washaya Al-Imaniyah.
2. Ad-Dakwah At Tammah.
3. Risalah Al-Mudzakarah Ma’al-Ikhwan Wal-Muhibbin.
4. Al Fushuul Al-Ilmiyah.
5. Al-Hikam.
6. Risalah Adab Sulukil-Murid.
7. Sabilul Iddikar.
8. Risalah Al-Mu’awanah.
9. Ittihafus-Sa’il Bi-Ajwibatil-Masa’il.
10. Ad-Durrul Manzhum Al-Jami’i Lil-Hikam Wal-Ulum.
1 komentar:
subhanallah...
Posting Komentar