page

Sabtu, 14 April 2012

Dzuriyyah Rasul SAW ( Shohibul Ratib Al Haddad )


Al-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad 


Al Imam Al Alamah Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad

                                                 
Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad lahir pada hari Rabu malam Kamis tanggal 5 Safar 1044 H/3 Agustus 1634 M Di Tarim, Hadromaut.
Nasabnya adalah Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Al Haddad dan seterusnyahingga Ahmad bin Isa bin Muhammad An naqib bin Ali Uroidhi bin Ja'far As Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As Sibth Al Husain bin Al Imam Amirul Mu'minin Ali bin Abu Thalib, suami Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.
Ayah beliau yakni Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad di kenal sebagai orang yang saleh. Ayahnya lahir dan tumbuh di kota Tarim dan sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salma wanita ahli makrifat dan dikenal kewaliannya, bahkan Habib Abdullah Al Haddad sendiri banyak meriwayatkan kekeramatan Syarifah Salma.
Suatu hari ayah Habib Abdullah Al haddad mendatangi rumah Al Arif Billah


Habib Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Pada waktu itu ia belum 


berkeluarga, lalu ia meminta Habib Ahmad Al Habsyi mendoakannya. Lalu 


Habib Ahmad berkata kepadanya, " anakmu adalah anakku, di antara 


mereka ada keberkahan".
Kemudian ia menikah dengan cucu Habib Ahmad itu, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Habib Idrus ini adalah saudara Habib Husain bin Ahmad bin Muhammad Al Habsy, kakek Habib Ali bin Muhammad  bin Husain Al Habsyi (Shohib Simtud Duror).
Dari pernikahan tersebut lahirlah Habib Abdullah bin Alwi Al haddad. Ketika putranya lahir, ayahnya berujar, "aku sebelumnya tidak mengerti makna tersirat yang diucapkan Habib Ahmad Al Habsyi dulu, setelah lahirnya Abdullah aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar wilayah (kewalian).
Pada umur empat tahun beliau terkena penyakit cacar yang menyebabkan buta. Namun cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak bermain sebagaimana anak kecil sebayanya. Beliau habiskan waktunya dengan menghafal Al Qur'an, Mujahaddah Al Nafs (beribadah dengan tekun melawan hawa nafsu), dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Memang sejak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah SWT. Allah SWT menjaga pandangannya dari segala yang diharamkan. Penglihatan lahirnya diambil oleh Allah SWT dan diganti oleh penglihatan batin, yang jauh lebih kuat dan berharga. Hal itu merupakan salah satu pendorongnya lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah SWT menuntut ilmu agama.
                            
Pada tahun 1072 H / 1662 M, malam Senin tanggal 21 bulan Rajab, ayah beliau wafat. Ketika itu beliau berusia 28 tahun. Lalu beberapa hari kemudian ibunya wafat, setelah sebelumnya menderita sakit dan semakin lama semakin parah, yaitu tepat pada hari Rabu tanggal 24 Rajab 1072 H / 1662 M.
Setelah kedua-orangtuanya wafat, beliau diambil oleh salah seorang gurunya, Sayyid Umar bin Abdurrahman Al Attas. Pada waktu itu, beliau menulis surat pada saudaranya , Al Hamid, yang berada di India, memberitahunya perihal yang menimpa kedua orangtua mereka, dan menghiburnya agar bersabar.
Pada 1079 H/1669 M, dalam usia 35 tahun Habib Abdullah Al Haddad melaksanakan haji ke Baitullah, Mekah, dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW serta para syuhada di madinah. Beliau memasuki kota Mekah pada waktu Subuh di bulan Dzulhijjah 1079 H. Pada waktu itu wukuf di Arafah jatuh pada hari Jumat.
Setelah menunaikan ibadah haji, beliau menuju Madinah dan berada di sana selama 40 hari. Kemudian beliau kembali lagi ke Mekah hingga bulan Rabiul Awwal.
Suatu hari di musim haji, di masjid Namirah, Arafah , salah seorang muridnya Ba Salim menuturkan, ketika aku gelarkan sajadah tuanku di Masjid Namirah datang seseorang dengan gaya dan logat Turki dan langsung duduk di atas sajadah itu. Tidak begitu lama masjid itu makin sesak dengan pengunjungnya. Aku jadi bingung terhadap orang tersebut, sedangkan tuanku belum datang.
Tidak begitu lama, tuanku datang dan aku tidak melihat lagi orang itu duduk di atas sajadah tersebut. Seakan-akan ia duduk diatasnya agar tempat itu tidak diduduki oleh orang lain selain Habib Abdullah Al Haddad.
                      
                              Masjid Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad. 
                                                      
Bercahaya Bagaikan Bulan
Al Imam Abdullah Al Haddad memiliki perawakan yang tinggi, berdada bidang, tidak kurus juga tidak terlalu gempal, dan berkulit putih. Pribadinya sangat memancarkan wibawa. Wajahnya senantiasa manis dan menggembirakan hati orang lain di dalam majlisnya. Tertawanya sekedar senyuman manis. Apabila merasa senang dan gembira wajahnya bercahaya bagaikan bulan. Majelisnya senantiasa tenang dan penuh kehormatan sehingga tidak terdapat hadirin yang berbicara maupun bergerak-gerak.
Beliau selalu shalat wajib pada awal waktu dan tidak pernah terlihat shalat wajib sendirian. Selain itu beliau juga tidak pernah terlihat tergesa-gesa dalam shalatnya. Beliau sangat tidak suka berbicara antara adzan dan iqomah. Beliau sangat tidak suka diajak berbicara oleh rekan-rekannya hingga usai shalat.
Ketika ditanya mengapa demikian, beliau menjawab, " Kita akan shalat untuk berkumpul dan hadir serta melepaskan segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan-Nya."
Berkaitan dengan masalah perasaan hadir dalam shalat, menurutnya tidak disyariatkan shalat sunah sebelum shalat wajib melainkan karena untuk berusaha mewujudkan perasaan dekatnya hati dengan Allah SWT hingga memasuki shalat dengan perasaan hadir dan bertemu dengan-Nya.
                                                    Tempat Kholwat Habib Abdullah bin Alwi Al Hadad. 
Beliau mengatakan, "Seorang hamba tidak di tuntut untuk menjalankannya di dalam batin hingga ia dapat memperbaiki bentuk shalat secara lahir. Bila dia telah menjalankan secara lahir dengan baik, akan kembali pula shalatnya secara batin. Ingat, tidak mungkin melakukan shalat secara batin kecuali dengan melakukan latihan olah hati sebagai pendahuluan, dan meninggalkan pendalaman dalam berbagai hal sebelum melakukannya. Seandainya bukan karena keutamaan shalat jama'ah, kami tidak akan melakukannya, dan lebih baik menjalankan shalat sendiri."
Beliau memulai harinya sejak dini hari dan sarat dengan berbagai amal ibadah. Biasanya beliau tidur dan bangun sebelum sebelum subuh untuk melakukan shalat witir dan shalat fajar. Beliau tidur sebagaimana tidurnya Nabi Muhammad SAW, yakni hanya sesaat dan kemudian bangun melakukan kegiatan ibadah kembali hingga adzan subuh.
Selain itu beliau mempunyai kebiasan setiap Jumat sore setelah shalat ashar di Masjid Hujairah, berziarah ke makam Zanbal, makam para salaf Ba'alwi. Menurut Habib Muhammad bin Zain bin Smith, muridnya, dipilihnya waktu sore pada hari Jumat karena itu termasuk saat-saat terkabulnya doa, dan juga merupakan tradisi para salaf.
Mereka yang menghadiri majelisnya, lupa akan kehidupan dunia, bahkan terkadang si lapar pun lupa akan kelaparannya, si sakit hilang rasa sakitnya, dan si demam sembuh dari demamnya. Ini terbukti dari tidak seorang pun yang mau meninggalkan majelisnya.
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar alam akhirat. Beliau tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majelisnya, bahkan mereka senantiasa diutamakan dengan kasih sayang tanpa membuatnya lalai dari mengingat Allah walau sekejap. Beliau pernah menegaskan, " tidak seorang pun yang berada di majelisku menggangguku dari mengingat Allah SWT."
Beliau adalah teladan bagi insan dalam soal pembicaraan dan amalan, mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat yang di contohkan Nabi yang mengalir dalam kehidupannya. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan keinginan yang kuat dalam hal keagamaan, beliau juga senantiasa menangani segala urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian dari orang lain, bahkan senantiasa mempercepat segala  tugasnya tanpa membuang-buang waktu. 

Lautan Ilmu Pengetahuan
Al Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos mengatakan , "Habib Abdullah Al Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja di tunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad ke-12)". Al Habib Abdullah Al Aydrus menegaskan kedudukannya bagi kalangan Ba'alwi, Ia mengatakan," Sayyid Abdullah Al Haddad adalah sultan seluruh golongan Ba'alwi". Al Habib Muhammad bin Abdurrahman Madih mengatakan," Mutiara ucapan Habib Abdullah Al Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang, sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini jangan tertipu oleh siapapun, walaupun kamu melihatnya sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan Karomah.
Sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Habib Abdullah Al Haddad, sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat di ukur.
Habib Muhammad bin Zain bin Smith pernah mengatakan, "masa kecil Habib Abdullah Al Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masala-masalah sufistis yang sulit, seperti mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al Faridh, Ibnu Arabi, Ibnu Athailah, dan kitab-kitab Al Ghozali. Beliau tumbuh dari fitrah yang asli dan sempurna dalam kemanusannya, wataknya, dan kepribadiannya".
Habib Ahmad bin Zain Al Habsy seorang murid beliau yang mendapat besar darinya, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, " Seandainya aku dan Tuanku berziarah ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang yang hidup dengan izin Allah SWT. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana beliau setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lautan ilmu pengetahuan yang tiada tepi yang sampai pada tingkatan mujtahid dalam ilmu-ilmu islam, iman, dan ihsan. Beliau adalah mujadid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini.
Kejujuran Mengikuti Syariat
Beliau pernah ditanya tentang masalah karomah, dan beliau menjawab bahwa orang yang mengingkari adanya karomah para wali, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Latha'if Al Minan, karya Syaikh Abu Turab An Nakhsabi, termasuk kufur dana kufur (yakni kufur nikmat).
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa karomah termasuk bagian dari mukjizat para nabi. Hanya saja, bila mukjizat bersifat otonom, karomah para wali hanya bersifat tabi'iyah (mengikut). Yakni, mukjizat menunjukkan kebenaran seorang Rasul, sedangkan karomah seorang wali menunjukkan kejujuran dalam mengikuti syariat Rasul tersebut. Oleh karena itu, ajaran yang diikutinya benar.
Terlambat Menghadapi Suatu Urusan
Penulis buku Tatsbit Al Fuad, Syaikh Ahmad Asy Syajjar, mengatakan, " disaat-saat beliau melakukan semua yang telah menjadi kebiasaannya sehari-hari, pada hari Kamis, 27 bulan Ramadhan 1132 H beliau merasakan penyakitnya yang biasa di derita kambuh kembali. Sejak kambuhnya penyakit itu beliau mulai tidak dapat keluar rumah untuk menunaikan shalat jamaah di masjid. Dan tidak pula memberikan pelajaran-pelajaran sebagaimana yang sudah biasa dilakukan. Beliau hanya dapat keluar rumah hanya pada saat-saat merasa sehat dan kuat. Demikianlah yang beliau lakukan hingga saat penyakitnya bertambah keras dan tidak dapat keluar sama sekali dari rumah. Banyak orang berjubel di depan pintu rumahnya dengan maksud hendak menjenguk".
Pada pagi hari 'Id dua orang sahabat, Habib Zainal Abidin Al Aydrus dan saudaranya datang menjenguk, kepada dua orang sahabat itu beliau berkata,"Sebabnya penyakit ini di samping takdir Allah, menurut hemat saya adalah karena saya terlambat menghadapi suatu urusan seperti pengajaran. Yaitu karena saya mendatangi sayyid-sayyid dari keluarga Al Faqih pada malam Rabu 26 bulan Ramadhan. Padahal Rasulullah SAW pada hari-hari seperti itu meninggalkan semua urusan keduniaan, beliau ber'itikaf, tidak menginap di salah satu rumah istri-istrinya. Demikianlah kebiasaan Rasulullah. Akan tetapi itu saya lakukan semata-mata untuk memenuhi kewajiban, bukan dorongan selain itu, dan bukan pula karena saya mempunyai keinginan..." Sebagaimana diketahui beliau datang ke pemukiman Al Faqih karena mempunyai seorang istri dari keluarga mereka.
Pada hari-hari terakhir hayatnya beliau sering mengangkat tangan lalu kedua-duanya diletakkan di bawah dada, seperti orang yang sedang shalat. Kemudian telapak tangannya diletakkan pada lutut sambil menggenggam jari-jarinya sambil memegang tasbih, seperti orang yang bertasyahud. Kemudian tepat pada hari ke-40 dari sakitnya, ketika usianya memasuki 88 tahun lebih 9 bulan kurang 3 hari, pada malam selasa tanggal 7 Dzulqo'dah 1132 H/ 11 September 1720 M, Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad dengan tenang berpulang ke Rahmatullah di rumah kediamannya di Al Hawi dan kemudian disemayamkan di pemakaman Zanbal, Tarim, Hadromaut. Semoga Allah SWT melimpahkan cucuran rahmatNya kepada beliau.
                  Makam Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad. 
Wa Allahu A'lam.
Al-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, di lahirkan di Syubair di salah satu ujung Kota Tarim di provinsi Hadhramaut-Yaman pada tanggal 5 Safar tahun 1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan di saat beliau berumur 4 tahun, beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkan kedua mata beliau tidak dapat melihat.
Meskipun kedua mata beliau tidak dapat melihat sejak usia dini, beliau tetap tidak memutuskan gairahnya untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan mengisi masa kecilnya dengan berbagai macam ibadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT, sehingga mulai dari sejak usia dini, hidupnya sangat berkah dan berguna.
Ayah beliau, al-Habib Alawi bin Muhammad al-Haddad berkata: “Sebelum aku menikah, aku berkunjung kerumah al-’Arif Billah al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib untuk meminta do’a. Lalu al-Habib Ahmad menjawabku:
“Awlaaduka Awlaadunaa Fiihim Albarakah”
Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.”
Selanjutnya, al-Habib Alawi al-Haddad berkata: “Aku tidak mengerti arti ucapan al-Habib Ahmad itu, sampai setelah lahirnya puteraku, Abdullah dan berbagai tanda-tanda kewalian dan kejeniusannya.”
Semenjak kecil, al-Habib Abdullah al-Haddad telah termotivasi untuk menimba ilmu dan gemar beribadah. Tentang masa kecilnya, al-Habib Abdullah berkata: “Jika aku kembali dari tempat belajarku pada waktu Dhuha, maka aku mendatangi sejumlah masjid untuk melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian untuk mengetahui betapa besar kemauan beliau untuk beribadah di masa kecilnya, al-Habib Abdullah menuturkannya sebagai berikut: “Di masa kecilku, aku sangat gemar dan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mujahadah, sampai nenekku seorang wanita shalihah yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad al-Manfar Ba’alawi berkata: ‘Wahai anak kasihanilah dirimu.’ Ia mengucapkan kalimat itu, karena merasa kasihan kepadaku ketika melihat kesungguhanku dalam ibadah dan bermujahadah.”
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Ketika aku berkunjung kerumah al-Habib Abdullah bin Ahmad Bilfagih, maka ia bercerita kepada kami: ‘Sesungguhnya kami dan al-Habib Abdullah al-Haddad tumbuh bersama, namun Allah SWT memberinya kelebihan lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup al-Habib Abdullah sejak masa kecilnya telah mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu ketika ia membaca Surat Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan menangis sejadi-jadinya, sehingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan surat yang mulia itu, maka dari kejadian itu dapat kami maklumi bahwa al-Habib Abdullah telah diberi kelebihan tersendiri sejak di masa kecilnya.”
Al-Habib Abdullah sering berziarah kubur pada Hari Jum’at sore setelah melakukan shalat Ashar di masjid al-Hujairah. Selain itu, al-Habib Abdullah al-Haddad sering berziarah kubur pada Hari Selasa sore. Setelah usianya semakin lanjut dan kekuatannya semakin menurun, maka al-Habib Abdullah tidak berziarah pada Hari Jum’at dan Selasa seperti biasanya, adakalanya beliau berziarah pada Hari Sabtu dan hari-hari lainnya sebelum matahari naik.

Di antara wirid al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad setiap harinya adalah kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAH” sebanyak seribu kali. Tetapi di Bulan Ramadhan dibaca sebanyak dua ribu kali setiap harinya. Beliau menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu kali pada waktu enam hari di Bulan Syawal. Selain itu, beliau mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAH AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak seratus kali setelah Shalat Dzuhur.
Al-Habib Abdullah berkata: “Kami biasa melakukan shalat al-Awwabin sebanyak dua puluh rakaat.”
Al-Habib Abdullah sering berpuasa sunnah, khususnya pada hari-hari yang dianjurkan, seperti Hari Senin dan Hari Kamis, hari-hari putih (Ayyamul baidh), Hari Asyura, Hari Arafah, enam hari di Bulan Syawal dan lain sebagainya sampai di masa senjanya. Beliau selalu
menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh kepada orang lain.
Selain di kenal sebagai ahli ibadah dan mujahadah, al-Habib Abdullah juga dikenal seorang yang istiqomah dalam ibadah dan mujahadahnya seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. al-Habib Ahmad an-Naqli berkata: “al-Habib Abdullah adalah seorang yang sangat istiqamah dalam mengikuti semua jejak kakeknya, Rasulullah SAW.”
Dalam masalah ini, al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Kami telah mengamalkan semua jejak Nabi Muhammad SAW dan kami tidak meninggalkan sedikitpun daripadanya, kecuali hanya memanjangkan rambut sampai di bawah ujung telinga, karena Nabi SAW memanjangkan rambutnya sampai di bawah ujung kedua telinganya.”
Tentang kesabaran al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, sejak masa kecil beliau sudah mengalami berbagai cobaan, diantaranya adalah ketika ia menderita penyakit cacar sampai kedua matanya tidak dapat melihat. Meskipun begitu, ia rajin mencari ilmu dan beribadah di masa kecilnya, hingga melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap paginya hingga Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa ia selalu menyembunyikan berbagai cobaan yang dideritanya, sampai di akhir usianya. Dalam masalah ini beliau berkata kepada seorang kawan dekatnya:
“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorang pun yang mengetahui penyakitku ini, sampai pun keluargaku sendiri.”
Tentang Tarekat al-Ba’alawi, al-Habib Abdullah mengatakan:
“Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
Al-Habib Abdullah kembali menjelaskan:
“Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al-Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka.”
Telah kami sebutkan bahwa di masa kecil beliau, al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘WALI AL-QUTHUB’ sejak usianya masih remaja.
Disebutkan bahwa beliau mendapat kedudukan Wali al-Quthub lebih dari ‘ENAM PULUH TAHUN’. Beliau menerima libas atau pakaian kewalian dari al-’Arif Billah al-Habib Muhammad bin Alawi (Shahib Makkah). Beliau menerima libas tersebut tepat ketika al-Habib Muhammad bin Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada waktu itu, usia al-Habib Abdullah 26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub itu beliau sandang hingga beliau wafat (1132 H). Jadi beliau menjadi Wali al-Quthub lebih dari ’60 TAHUN’.
Beliau menuntut ilmu pada ulama’-ulama’ di zamannya, diantaranya guru-guru beliau adalah: Sayyiduna Al-Quthub Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, Al-Habib Al-’Allamah Agil bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman bin Syeikh Aidid, Al-Habib Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi, dan termasuk guru-guru beliau juga adalah Al-Imam Al-’Allamah guru besar kota Makkah Al-Mukarromah, Al-Habib Muhammad bin Alwi As-Segaf, dan masih banyak lagi guru-guru beliau yang lainnya.
Beliau memiliki banyak murid, diantara murid-murid belia adalah: Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad (putera beliau sendiri), Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi, Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih, Al-Habib Umar bin Zain bin Smith, Al-Habib Muhammad bin Zain bin Smith, Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar, Al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Muhammad bin Umar bin Thoha Ash-Shafi As-Segaf, dan masih banyak lagi murid-murid beliau.
Di antara karya-karya tulis al-Habib Abdullah adalah: ar-Risalah Adab as-Suluk al-Murid, ar-Risalatul al-Mu’awanah, an-Nafaais al-’Ulwiyah Fi al-Masailis as-Sufiyah, Sabiilul Iddikar, al-Ithaaf as-Saail, at-Tatsbiitul Fuaad, ad-Da’wah at-Taamah, an-Nasaih ad-Diiniyah, dan masih banyak lagi lainnya.
Dan termasuk wirid-wirid yang beliau susun diantaranya yang sangat terkenal adalah ‘Ratib Al-Haddad’ yang beliau susun di malam Lailatul Qadr tahun 1071 H.
Beliau wafat hari Senin Malam Selasa tanggal 7 Dzulqa’dah 1132 H, dan di makamkan di pemakaman Zambal di kota Tarim-Hadhramaut-Yaman.
Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta memberi kita manfaat dan barokah beliau serta ilmu-ilmu beliau di dunia dan akhirat. Aamiin..

Karamah adalah suatu keistimewaan yang diberikan kepada seorang Wali Allah SWT sebagai karunia khusus baginya, sebagaimana mukjizat yang diberikan kepada seorang Nabi atau Rasul sebagai bukti kenabian dan kerasulannya. Kalau seorang Nabi atau Rasul diperintah memperkenalkan diri dan tugasnya kepada umatnya, dan untuk membuktikan kerasulan atau kenabiannya, maka ia dibolehkan memperlihatkan mukjizatnya, seperti ketika Nabi Allah Musa as di perintah melempar tongkatnya di depan Fir’aun, sehingga tongkatnya berubah menjadi seekor ular.
Berbeda dengan seorang wali dan karamahnya. Ia tidak diperintah memperkenalkan diri dan menampakkan karamahnya kepada orang lain, karena ia tidak diperintah untuk menyebarkan risalah agama. Hanya saja, seorang wali dianjurkan mengajak orang lain ke jalan Allah SWT. Kalau di tengah dakwahnya, ia membutuhkan suatu bukti, maka ia boleh minta diberi karamah, misalnya ketika Sunan Bonang dihadang oleh seorang preman, maka beliau menunjuk tangannya ke atas pohon, dengan izin Allah SWT si preman melihat buah pohon yang ada di atasnya berupa emas, sehingga ia tidak putus-putusnya memandang emas yang ada di atas pohon itu, sampai Sunan Bonang dapat meneruskan perjalanannya dengan lancar. Adapun buah pohon yang berubah menjadi emas adalah karamah Allah SWT yang diberikan kepada Sunan Bonang, sehingga beliau dapat selamat dalam perjalanannya.
Adapun karamah yang diberikan kepada al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad cukup banyak, sehingga kalau diungkapkan satu persatunya, maka akan membutuhkan waktu yang panjang. Sehingga kami hanya mengungkapkan sebagian kecil saja, seperti yang dapat di baca di bawah ini:
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah berkata: “Pada suatu kali aku terlilit hutang yang banyak dan aku tidak dapat melunasinya, karena aku tidak mempunyai uang. Ketika aku menyampaikan keluhanku kepada al-Habib Abdullah al-Haddad, maka beliau berkata: ‘Semoga esok pagi semua hutangmu dapat terlunasi.’ Ternyata keesokan paginya, ada seorang lelaki memberiku sepuluh potong pakaian.Setelah aku
menerimanya, kemudian akupun menjualnya, maka aku mendapat keuntungan yang lebih besar dari jumlah hutangku, semua itu adalah berkah karamah al-Habib Abdullah al-Haddad.”
Salah satu sahabat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Salah seorang yang sangat cinta kepada al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: ‘Aku pernah dirampok sampai semua hartaku habis. Maka akupun mendatangi al-Habib Abdullah untuk meminta tolong dan minta do’a. Ketika aku akan pamitan, maka ia berkata kepadaku, semoga engkau mendapat ganti yang lebih bagus daripada hartamu yang dirampok. Tetapi bacalah setiap paginya
‘YA RAZZAK’ sebanyak tiga ratus delapan puluh kali dan do’a sebagai berikut sebanyak empat kali:
“Allahumma Aghninii Bichalaalika ‘An Charaamika, Wa Bithaa’atika ‘An Ma’shiyatika Wa Bifadhlika ‘Amman Siwaak.”
Maka dengan izin Allah SWT, lelaki itu kembali dalam keadaan yang lebih baik, karena hidupnya lebih baik dan hutang-hutangnya sudah terlunasi. Ia termasuk seorang yang shaleh, bertakwa dan wara’. Ia banyak mengerjakan amal-amal kebajikan, terutama sedekah. Ia sangat yakin kepada al-Habib Abdullah dan kepada orang-orang shaleh. Ia wafat di Kota Syibam pada tahun empat puluh. Semoga Allah SWT merahmatinya dan menempatkannya di surga-Nya yang sangat luas.”
Selain itu, asy-Syeikh Abdullah Syarahil menceritakan kisah asy-Syeikh Umar Bahmid sebagai berikut: “Ada seorang datang mengadu kepada al-Habib Abdullah tentang sakit perut dan darah yang banyak keluar dari duburnya, dan ketika itu aku ada di sisinya. Maka al-Habib Abdullah berkata kepadaku: “Wahai Bahmid, obatilah orang ini.” Maka aku memegang perutnya, kemudian aku meniupnya. Maka penyakit orang itu sembuh pada waktu itu juga. Kemudian penyakit orang itu berpindah kepadaku, sampai aku mengeluh kepada al-Habib Abdullah. Kemudian beliau memberi makanan kepadaku sambil mengusap perutku dengan tangannya yang mulia, maka dengan izin Allah SWT penyakitku segera sembuh pada waktu itu juga.”
Asy-Syeikh Abdullah Syarahil menuturkan, bahwa al-Habib Ahmad berkata kepadaku: “Aku diberitahu oleh al-Habib Ahmad, bahwa al-Habib Abdullah al-Haddad berkata kepadanya: “Aku melihat ada seorang yang mengeluh sakit gigi dan ia minta do’a kesembuhan darimu.”
Maka aku berkata kepadanya: “Mengapa orang itu meminta do’a kepadaku, padahal engkau masih ada di dekatnya?”
Lalu al-Habib Abdullah mengatakan kepadaku: “Laksanakan saja perintahku.”
“Lalu akupun segera melaksanakan perintahnya, hingga penyakit orang itu sembuh, tetapi rasa sakitnya berpindah pada diriku. Ketika aku menghadap kepada al-Habib Abdullah, maka beliau memberitahuku: “Penyakit orang itu sudah sembuh, tetapi rasa sakitnya pindah kepadamu.”
“Memang aku merasakan sakitnya orang itu, namun segera hilang dengan berkahnya,” katanya.
Selain itu masih ada lagi kisah karamah yang dialami oleh al-Habib Abdullah sebagai berikut:
“Disebutkan bahwa ketika al-Habib Abdullah pergi menunaikan ibadah haji, maka ada seekor unta yang melompat-lompat karena emosi, sehingga tidak seorangpun yang berani mendekati dan menungganginya, karena lompatannya sangat keras. Ketika al-Habib Abdullah diberitahu tentang masalah itu, maka beliau mendatangi unta itu dan meletakkan tangannya di lehernya, maka dengan izin Allah SWT, maka unta itu menundukkan kepala kepadanya.”
Salah seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Aku diberitahu oleh salah seorang murid yang selalu mengikuti al-Habib Abdullah al-Haddad: “Pada suatu hari aku keluar untuk mengunjungi seorang syeikh yang dikenal oleh penduduk Kota Tarim dengan nama asy-Syeikh Maula ar-Rakah, dan aku kesana tanpa
memberitahu kepada al-Habib Abdullah lebih dahulu, sehingga aku kesana dalam keadaan demam yang sangat keras. Aku berkata dalam diriku sendiri: “Mungkin penyakitku ini disebabkan aku tidak memberitahu kepada al-Habib Abdullah terlebih dahulu.”
Ketika aku mendatangi al-Habib Abdullah dan mengeluh kepadanya, maka al-Habib Abdullah mengusap badanku dengan tangannya yang mulia. Dengan izin Allah dan berkah al-Habib Abdullah penyakitku
Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta memberi kita manfaat dan barokah beliau serta ilmu-ilmu beliau di dunia dan akhirat. Aamiin..
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)

Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad, lahir hari Rabu, Malam Kamis tanggal 5 Bulan Syafar 1044 H di Desa Sabir di Kota Tarim, wilayah Hadhromaut, Negeri Yaman.
Nasab
Beliau adalah seorang Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwy bin Ahmad bin Abu Bakar Al–Thowil bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-Faqih bin Abdurrohman bin Alwy bin Muhammad Shôhib Mirbath bin Ali Khôli’ Qosam bin Alwi bin Muhammad Shôhib Shouma’ah bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Muhâjir Ilallôh Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqîb bin Ali Al-Uraidhi bin Imam Jakfar Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As-Sibth Al-Husein bin Al-Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib suami Az-Zahro Fathimah Al-Batul binti Rosulullah Muhammad SAW.
Orang-tuanya
Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad, Ayah Syaikh Abdullah Al-Haddad dikenal sebagai seorang yang saleh. Lahir dan tumbuh di kota Tarim, Sayyid Alwy, sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salwa, yang dikenal sebagai wanita ahli ma’rifah dan wilayah. Bahkan Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad sendiri banyak meriwayatkan kekeramatannya. Kakek Al-Haddad dari sisi ibunya ialah Syaikh Umar bin Ahmad Al-Manfar Ba Alawy yang termasuk ulama yang mencapai derajat ma’rifah sempurna.
Suatu hari Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad mendatangi rumah Al-Arif Billah Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, pada waktu itu ia belum berkeluarga, lalu ia meminta Syaikh Ahmad Al-Habsy mendoakannya, lalu Syaikh Ahmad berkata kepadanya, ”Anakmu adalah anakku, di antara mereka ada keberkahan”. Kemudian ia menikah dengan cucu Syaikh Ahmad Al-Habsy, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Al-Habib Idrus adalah saudara dari Al-Habib Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Yang mana Al-Habib Husein ini adalah kakek dari Al-Arifbillah Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy (Mu’alif Simtud Durror). Maka lahirlah dari pernikahan itu Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad. Ketika Syaikh Al-Hadad lahir ayahnya berujar, “Aku sebelumnya tidak mengerti makna tersirat yang ducapkan Syaikh Ahmad Al-Habsy terdahulu, setelah lahirnya Abdullah, aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar Al-wilayah (kewalian)”.
Masa Kecil
Dari semenjak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah. Allah menjaga pandangan beliau dari segala apa yang diharomkan. Penglihatan lahiriah Beliau diambil oleh Allah dan diganti oleh penglihatan batin yang jauh yang lebih kuat dan berharga. Yang mana hal itu merupakan salah satu pendorong beliau lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah menuntut ilmu agama.
Pada umur 4 tahun beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkannya buta. Cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak bermain sebagaimana anak kecil sebayanya, beliau habiskan waktunya dengan menghapal Al-Quran, mujahaddah al-nafs (beribadah dengan tekun melawan hawa nafsu) dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Dakwahnya
Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang beliau miliki pada saat usia yang sangat dini, beliau dinobatkan oleh Allah dan guru-guru beliau sebagai da’i, yang menjadikan nama beliau harum di seluruh penjuru wilayah Hadhromaut dan mengundang datangnya para murid yang berminat besar dalam mencari ilmu. Mereka ini tidak datang hanya dari Hadhromaut tetapi juga datang dari luar Hadhromaut. Mereka datang dengan tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan wejangan serta tabarukan (mencari berkah), memohon doa dari Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Di antara murid-murid senior Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah putranya, Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Alwy Al-Haddad, Al-Habib Ahmad bin Zein bin Alwy bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, Al-Habib Ahmad bin Abdullah Ba-Faqih, Al-Habib Abdurrohman bin Abdullah Bilfaqih, dll.
Selain mengkader pakar-pakar ilmu agama, mencetak generasi unggulan yang diharapkan mampu melanjutkan perjuangan kakek beliau, Rosullullah SAW, beliau juga aktif merangkum dan menyusun buku-buku nasihat dan wejangan baik dalam bentuk kitab, koresponden (surat-menyurat) atau dalam bentuk syair sehingga banyak buku-buku beliau yang terbit dan dicetak, dipelajari dan diajarkan, dibaca dan dialihbahasakan, sehingga ilmu beliau benar-benar ilmu yang bermanfaat. Tidak lupa beliau juga menyusun wirid-wirid yang dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat untuk agama, dunia dan akhirat, salah satunya yang agung dan terkenal adalah Rotib ini. Rotib ini disusun oleh beliau dimalam Lailatul Qodar tahun 1071 H.
Akhlaq dan Budi Pekerti
Al-Imam Al-Haddad (rahimahullah) memiliki perwatakan badan yang tinggi, berdada bidang, tidak terlalu gempal, berkulit putih, sangat berhaibah dan tidak pula di wajahnya kesan mahupun parut cacar.
Wajahnya sentiasa manis dan menggembirakan orang lain di dalam majlisnya. Ketawanya sekadar senyuman manis; apabila beliau gembira dan girang, wajahnya bercahaya bagaikan bulan. Majlis kendalian beliau sentiasa tenang dan penuh kehormatan sehinggakan tidak terdapat hadhirin berbicara mahupun bergerak keterlaluan bagaikan terletak seekor burung di atas kepala mereka.
Mereka yang menghadhiri ke majlis Al-Habib bagaikan terlupa kehidupan dunia bahkan terkadang Si-lapar lupa hal kelaparannya; Si-sakit hilang sakitnya; Si-demam sembuh dari demamnya. Ini dibuktikan apabila tiada seorang pun yang yang sanggup meninggalkan majlisnya.
Al-Imam sentiasa berbicara dengan orang lain menurut kadar akal mereka dan sentiasa memberi hak yang sesuai dengan taraf kedudukan masing-masing. Sehinggakan apabila dikunjungi pembesar, beliau memberi haknya sebagai pembesar; kiranya didatangi orang lemah, dilayani dengan penuh mulia dan dijaga hatinya. Apatah lagi kepada Si-miskin.
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar kepada alam akhirat. Al-Habib tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majlisnya bahkan sentiasa diutamakan mereka dengan kaseh sayang serta penuh rahmah; tanpa melalaikan beliau dari mengingati Allah walau sedetik. Beliau pernah menegaskan “Tiada seorang pun yang berada dimajlisku mengganguku dari mengingati Allah”.
Majlis Al-Imam sentiasa dipenuhi dengan pembacaan kitab-kitab yang bermanfaat, perbincangan dalam soal keagamaan sehingga para hadhirin sama ada yang alim ataupun jahil tidak akan berbicara perkara yang mengakibatkan dosa seperti mengumpat ataupun mencaci. Bahkan tidak terdapat juga perbicaraan kosong yang tidak menghasilkan faedah. Apa yang ditutur hanyalah zikir, diskusi keagamaan, nasihat untuk muslimin, serta rayuan kepada mereka dan selainnya supaya beramal soleh. Inilah yang ditegaskan oleh beliau “Tiada seorang pun yang patut menyoal hal keduniaan atau menyebut tentangnya kerana yang demikian adalah tidak wajar; sewajibnya masa diperuntuk sepenuhnya untuk akhirat sahaja. Silalah bincang perihal keduniaan dengan selain dariku.”
Al-Habib (rahimahullah) adalah contoh bagi insan dalam soal perbicaraan mahupun amalan; mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat Al-Muhammadiah yang mengalir dalam hidup beliau. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan azam yang kuat dalam hal keagamaan. Al-Imam juga sentiasa menangani sebarang urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian atau keutamaan dari oramg lain; bahkan beliau sentiasa mempercepatkan segala tugasnya tanpa membuang masa. Beliau bersifat mulia dan pemurah lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan. Ciri inilah menyebabkan ramai orang dari pelusuk kampung sering berbuka puasa bersama beliau di rumahnya dengan hidangan yang tidak pernah putus semata mata mencari barakah Al-Imam.
Al-Imam menyatakan “Sesuap makanan yang dihadiahkan atau disedekahkan mampu menolak kesengsaraan”. Katanya lagi “Kiranya ditangan kita ada kemampuan, nescaya segala keperluan fakir miskin dipenuhi, sesungguhnya permulaan agama ini tidak akan terdiri melainkan dengan kelemahan Muslimin”.
Beliau adalah seorang yang memiliki hati yang amat suci, sentiasa sabar terhadap sikap buruk dari yang selainnya serta tidak pernah merasa marah. Kalaupun ia memarahi, bukan kerana peribadi seseorang tetapi sebab amalan mungkarnya yang telah membuat Al-Imam benar-benar marah. Inilah yang ditegaskan oleh Al-Habib“Adapun segala kesalahan berkait dengan hak aku, aku telah maafkan; tetapi hak Allah sesungguhnya tidak akan dimaafkan”.
Al-Imam amatlah menegah dari mendoa’ agar keburukan dilanda orang yang menzalimi mereka. Sehingga bersama beliau terdapat seorang pembantu yang terkadangkala melakukan kesilapan yang boleh menyebabkan kemarahan Al-Imam. Namun beliau menahan marahnya; bahkan kepada si-Pembantu itu diberi hadiah oleh Al-Habib untuk meredakan rasa marah beliau sehinggakan pembantunya berkata:“alangkah baiknya jika Al-Imam sentiasa memarahiku”.
Segala pengurusan hidupnya berlandaskan sunnah; kehidupannya penuh dengan keilmuan ditambah pula dengan sifat wara’. Apabila beliau memberi upah dan sewa sentiasa dengan jumlah yang lebih dari asal tanpa diminta. Kesenangannya adalah membina dan mengimarahkan masjid. Di Nuwaidarah dibinanya masjid bernama Al-Awwabin begitu juga, Masjid Ba-Alawi di Seiyoun, Masjid Al-Abrar di As-Sabir, Masjid Al-Fatah di Al-Hawi, Masjid Al-Abdal di Shibam, Masjid Al-Asrar di Madudah dan banyak lagi.
Diantara sifat Al-Imam termasuk tawaadu’ (merendah diri). Ini terselah pada kata-katanya, syair-syairnya dan tulisannya. Al-Imam pernah mengutusi Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Aidarus. “Doailah untuk saudaramu ini yang lemah semoga diampuni Allah”
Wafatnya
Beliau wafat hari Senin, malam Selasa, tanggal 7 Dhul-Qo’dah 1132 H, dalam usia 98 tahun. Beliau disemayamkan di pemakaman Zambal, di Kota Tarim, Hadhromaut, Yaman. Semoga Allah melimpahkan rohmat-Nya kepada beliau juga kita yang ditinggalkannya.
Habib Abdullah Al Haddad dimata Para Ulama
Al-Arifbillah Quthbil Anfas Al-Imam Habib Umar bin Abdurrohman Al-Athos ra. mengatakan, “Al-Habib Abdullah Al-Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja ditunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad 12 H)”.
Al-Imam Arifbillah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus ra. mengatakan, “Sayyid Abdullah bin Alwy Al-Haddad adalah Sultan seluruh golongan Ba Alawy”.
Al-Imam Arifbillah Muhammad bin Abdurrohman Madehej ra. mengatakan, “Mutiara ucapan Al-Habib Abdullah Al-Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini kamu jangan tertipu dengan siapapun, walaupun kamu sudah melihat dia sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan karomah, sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat diukur.”
Al-Imam Abdullah bin Ahmad Bafaqih ra. mengatakan, “Sejak kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad bila matahari mulai menyising, mencari beberapa masjid yang ada di kota Tarim untuk sholat sunnah 100 hingga 200 raka’at kemudian berdoa dan sering membaca Yasin sambil menangis. Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah mendapat anugrah (fath) dari Allah sejak masa kecilnya”.
Sayyid Syaikh Al-Imam Khoir Al-Diin Al-Dzarkali ra. menyebut Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai fadhillun min ahli Tarim (orang utama dari Kota Tarim).
Al-Habib Muhammad bin Zein bin Smith ra. berkata, “Masa kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masalah-masalah sufistik yang sulit seperti mengaji dan mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al-Faridh, Ibnu Aroby, Ibnu Athoilah dan kitab-kitab Al-Ghodzali. Beliau tumbuh dari fitroh yang asli dan sempurna dalam kemanusiaannya, wataknya dan kepribadiannya”.
Al-Habib Hasan bin Alwy bin Awudh Bahsin ra. mengatakan, “Bahwa Allah telah mengumpulkan pada diri Al-Habib Al-Haddad syarat-syarat Al-Quthbaniyyah.”
Al-Habib Abu Bakar bin Said Al-Jufri ra. berkata tentang majelis Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai majelis ilmu tanpa belajar (ilmun billa ta’alum) dan merupakan kebaikan secara menyeluruh. Dalam kesempatan yang lain beliau mengatakan, “Aku telah berkumpul dengan lebih dari 40 Waliyullah, tetapi aku tidak pernah menyaksikan yang seperti Al-Habib Abdullah Al-Haddad dan tidak ada pula yang mengunggulinya, beliau adalah Nafs Rohmani, bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah asal dan tiada segala sesuatu kecuali dari dirinya.”
Seorang guru Masjidil Harom dan Nabawi, Syaikh Syihab Ahmad al-Tanbakati ra. berkata, “Aku dulu sangat ber-ta’alluq (bergantung) kepada Sayyidi Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Kadang-kadang dia tampak di hadapan mataku. Akan tetapi setelah aku ber-intima’ (condong) kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad, maka aku tidak lagi melihatnya. Kejadian ini aku sampaikan kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Beliau berkata,’Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani di sisi kami bagaikan ayah. Bila yang satu ghoib (tidak terlihat), maka akan diganti dengan yang lainnya. Allah lebih mengetahui.’ Maka semenjak itu aku ber-ta’alluq kepadanya.”
Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi ra. seorang murid Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang mendapat mandat besar dari beliau, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, ”Seandainya aku dan tuanku Al-Habib Abdullah Al-Haddad ziaroh ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang hidup dengan izin Allah. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana dia setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lauatan ilmu pengetahuan yang tiada bertepi, yang sampai pada tingkatan Mujtahid dalam ilmu-ilmu Islam, Iman dan Ihsan. Beliau adalah mujaddid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini. ”
Syaikh Abdurrohman Al-Baiti ra. pernah berziaroh bersama Al-Habib Abdullah Al-Haddad ke makam Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy, dalam hatinya terbetik sebuah pertanyaan ketika sedang berziaroh, “Bila dalam sebuah majelis zikir para sufi hadir Al-Faqih Al-Muqaddam, Syaikh Abdurrohman Asseqaff, Syaikh Umar al-Mukhdor, Syaikh Abdullah Al-Idrus, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, dan yang semisal setara dengan mereka, mana diantara mereka yang akan berada di baris depan? Pada waktu itu guruku, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, menyingkap apa yang ada dibenakku, kemudian dia mengatakan, ‘Saya adalah jalan keluar bagi mereka, dan tiada seseorang yang bisa masuk kepada mereka kecuali melaluiku.’ Setelah itu aku memahami bahwa beliau Al-Habib Abdullah Al-Haddad, adalah dari abad 2 H, yang diakhirkan kemunculannya oleh Allah SWT pada abad ini sebagai rohmat bagi penghuninya.”
Al-Habib Ahmad bin Umar bin Semith ra. mengatakan, “Bahwa Allah memudahkan bagi pembaca karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad untuk mendapat pemahaman (futuh), dan berkah membaca karyanya Allah memudahkan segala urusannya agama, dunia dan akhirat, serta akan diberi ‘Afiat (kesejahteraan) yang sempurna dan besar kepadanya.”
Al-Habib Thohir bin Umar Al-Hadad ra. mengatakan, “Semoga Allah mencurahkan kebahagiaan dan kelapangan, serta rezeki yang halal, banyak dan memudahkannya, bagi mereka yang hendak membaca karya-karya Al-Quthb Aqthob wal Ghouts Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad ra.”
Al-Habib Umar bin Zain bin Semith ra. mengatakan bahwa seseorang yang hidup sezaman dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad ra., bermukim di Mekkah, sehari setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad wafat, ia memberitahukan kepada sejumlah orang bahwa semalam beliau ra. sudah wafat. Ketika ditanya darimana ia mengetahuinya, ia menjawab, “Tiap hari, siang dan malam, saya melihat beliau selalu datang berthowaf mengitari Ka’bah (padahal beliau berada di Tarim, Hadhromaut). Hari ini saya tidak melihatnya lagi, karena itulah saya mengetahui bahwa beliau sudah wafat.”
Karya-karyanya
Beliau meninggalkan kepada umat Islam khazanah ilmu yang banyak, yang tidak ternilai, melalui kitab-kitab dan syair-syair karangan beliau. Antaranya ialah:
1. An-Nashaa’ih Ad-Dinniyah Wal-Washaya Al-Imaniyah.
2. Ad-Dakwah At Tammah.
3. Risalah Al-Mudzakarah Ma’al-Ikhwan Wal-Muhibbin.
4. Al Fushuul Al-Ilmiyah.
5. Al-Hikam.
6. Risalah Adab Sulukil-Murid.
7. Sabilul Iddikar.
8. Risalah Al-Mu’awanah.
9. Ittihafus-Sa’il Bi-Ajwibatil-Masa’il.
10. Ad-Durrul Manzhum Al-Jami’i Lil-Hikam Wal-Ulum.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

subhanallah...