page

Sabtu, 14 April 2012

Dzuriyyah Rasul SAW ( Imam al Faqih Muqaddam )


Imam Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin ‘Ali Ba’Alawiy
[Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad - Ali - Muhammad Shohib Mirbath - Ali Khali' Qasam - Alwi - Muhammad - Alwi - Ubaidillah - Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-Rumi - Muhammad An-Naqib - Ali Al-'Uraidhi - Ja'far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain - Fatimah Az-Zahra - Muhammad SAW]
Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW. Beliau dijuluki dengan Al-Faqih Al-Muqaddam (seorang faqih yang diunggulkan).
Beliau adalah al-’arif billah, seorang ulama besar, pemuka para imam dan guru, suri tauladan bagi al-’arifin, penunjuk jalan bagi as-salikin, seorang qutub yang agung, imam bagi Thariqah Alawiyyah, seorang yang mendapatkan kewalian rabbani dan karomah yang luar biasa, seorang yang mempunyai jiwa yang bersih dan perjalanan hidupnya terukir dengan indah.
Beliau adalah seorang yang diberikan keistimewaan oleh Allah SWT, sehingga beliau mampu menyingkap rahasia ayat-ayat-Nya. Ditambah lagi Allah memberikannya kemampuan untuk menguasai berbagai macam ilmu, baik yang dhohir ataupun yang bathin.
Beliau dilahirkan pada tahun 574 H. Beliau mengambil ilmu dari para ulama besar di jamannya. Di antaranya adalah Al-Imam Al-Allamah Al-Faqih Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Salim Marwan Al-Hadhrami At-Tarimi. Al-Imam Abul Hasan ini adalah seorang guru yang agung, pemuka para ulama besar di kota Tarim. Selain itu beliau (Al-Faqih Al-Muqaddam) juga mengambil ilmu dari Al-Faqih Asy-Syeikh Salim bin Fadhl dan Al-Imam Al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Ubaid (pengarang kitab Al-Ikmal Ala At-Tanbih). Gurunya itu, yakni Al-Imam Abdullah bin Abdurrahman, tidak memulai pelajaran kecuali kalau Al-Faqih Al-Muqaddam sudah hadir. Selain itu beliau (Al-Fagih Al-Muqaddam) juga mengambil ilmu dari beberapa ulama besar lainnya, diantaranya Al-Qadhi Al-Faqih Ahmad bin Muhammad Ba’isa, Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abul Hubbi, Asy-Syeikh Sufyan Al-Yamani, As-Sayyid Al-Imam Al-Hafidz Ali bin Muhammad bin Jadid, As-Sayyid Al-Imam Salim bin Bashri, Asy-Syeikh Muhammad bin Ali Al-Khatib, Asy-Syeikh As-Sayyid Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath (paman beliau) dan masih banyak lagi.
Dalam mengambil sanad keilmuan dan thariqahnya, beliau mengambil dari dua jalur sekaligus. Jalur pertama adalah beliau mengambil dari orangtua dan pamannya, orangtua dan pamannya mengambil dari kakeknya, dan terus sambung-menyambung dan akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW. Adapun jalur yang kedua, beliau mengambil dari seorang ulama besar dan pemuka ahli sufi, yaitu Sayyidina Asy-Syeikh Abu Madyan Syu’aib, melalui dua orang murid Asy-Syeikh Abu Madyan, yaitu Abdurrahman Al-Maq’ad Al-Maghrobi dan Abdullah Ash-Sholeh Al-Maghrobi. Kemudian Asy-Syeikh Abu Madyan mengambil dari gurunya, gurunya mengambil dari gurunya, dan terus sambung-menyambung dan akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.
Di masa-masa awal pertumbuhannya, beliau menjalaninya dengan penuh kesungguhan dan mencari segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Beliau berpegang teguh pada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, serta mengikuti jejak-jejak para Sahabat Nabi dan para Salafus Sholeh. Beliau ber-mujahadah dengan keras dalam mendidik akhlaknya dan menghiasinya dengan adab-adab yang sesuai dengan syariah.
Beliau juga giat dalam menuntut ilmu, sehingga mengungguli ulama-ulama di jamannya dalam penguasaan berbagai macam ilmu. Para ulama di jamannya pun mengakui akan ketinggian dan penguasaannya dalam berbagai macam ilmu. Mereka juga mengakui kesempurnaan yang ada pada diri beliau untuk menyandang sebagai imam di jamannya.
Mujahadah beliau di masa-masa awal pertumbuhannya bagaikan mujahadahnya orang-orang yang sudah mencapai maqam al-’arif billah. Allah-lah yang mengaruniai kekuatan dan keyakinan di dalam diri beliau. Allah-lah juga yang mengaruniai beliau berbagai macam keistimewaan dan kekhususan yang tidak didapatkan oleh para qutub yang lainnya. Hati beliau tidak pernah kosong sedetikpun untuk selalu berhubungan dengan Allah. Sehingga tampak pada diri beliau asrar, waridad, mawahib dan mukasyafah.
Beliau adalah seorang yang tawadhu dan menyukai ketertutupan di setiap keadaannya. Beliau pernah berkirim surat kepada seorang pemuka para ahli sufi yang bernama Asy-Syeikh Sa’ad bin Ali Adz-Dzofari. Setelah Asy-Syeikh Sa’ad membaca surat itu dan merasakan kedalaman isi suratnya, ia terkagum-kagum dan merasakan asrar dan anwar yang ada di dalamnya. Kemudian ia membalas surat tersebut, dan di akhir suratnya ia berkata, “Engkau, wahai Faqih, orang yang diberikan karunia oleh Allah yang tidak dipunyai oleh siapapun. Engkau adalah orang yang paling mengerti dengan syariah dan haqiqah, baik yang dhohir maupun yang bathin.”
Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdurrahman As-Saggaf tentang diri Al-Faqih Al-Muqaddam, “Aku tidak pernah melihat atau mendengar suatu kalam yang lebih kuat daripada kalamnya Al-Faqih Muhammad bin Ali, kecuali kalamnya para Nabi alaihimus salam. Kami tidak dapat mengunggulkan seorang wali pun terhadapnya (Al-Faqih Al-Muqaddam), kecuali dari golongan Sahabat Nabi, atau orang yang diberikan kelebihan melalui Hadits seperti Uwais (Al-Qarni) atau selainnya.”
Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, pernah berkata, “Aku terhadap masyakaratku seperti awan.” Suatu hari dikisahkan bahwa beliau pernah tertinggal pada saat ziarah ke kubur Nabiyallah Hud AS. Beliau berkisah, “Pada suatu saat aku duduk di suatu tempat yang beratap tinggi. Tiba-tiba datanglah Nabiyallah Hud ke tempatku sambil membungkukkan badannya agar tak terkena atap. Lalu ia berkata kepadaku, ‘Wahai Syeikh, jika engkau tidak berziarah kepadaku, maka aku akan berziarah kepadamu.’”
Dikisahkan juga bahwa pada suatu saat ketika beliau sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, datanglah Nabi Khidir AS menyerupai seorang badui dan diatas kepalanya terdapat kotoran. Bangunlah Al-Faqih Al-Muqaddam, lalu mengambil kotoran tersebut dari kepalanya dan kemudian memakannya. Kejadian tersebut membuat para sahabatnya terheran-heran. Akhirnya mereka bertanya, “Siapakah orang itu?.” Maka Al-Faqih Al-Muqaddam menjawab, “Dia adalah Nabi Khidir alaihis salam.”
Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, banyak menghasilkan para ulama besar di jamannya. Beberapa ulama besar berhasil dalam didikan beliau. Yang paling terutama adalah dua orang muridnya, yaitu Asy-Syeikh Abdullah bin Muhammad ‘Ibad dan Asy-Syeikh Sa’id bin Umar Balhaf. Selain keduanya, banyak juga ulama-ulama besar yang berhasil digembleng oleh beliau, diantaranya Asy-Syekh Al-Kabir Abdullah Baqushair, Asy-Syeikh Abdurrahman bin Muhammad ‘Ibad, Asy-Syeikh Ali bin Muhammad Al-Khatib dan saudaranya Asy-Syeikh Ahmad, Asy-Syeikh Sa’ad bin Abdullah Akdar dan saudara-saudara sepupunya, dan masih banyak lagi.
Beliau wafat pada tahun 653 H, akhir dari bulan Dzulhijjah. Jazad beliau disemayamkan di pekuburan Zanbal, di kota Tarim. Banyak masyarakat yang berduyun-duyun menghadiri prosesi pemakaman beliau. Beliau meninggalkan 5 orang putra, yaitu Alwi, Abdullah, Abdurrahman, Ahmad dan Ali.
Radhiyallohu anhu wa ardhah…
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]

Nasab Al-Faqih Al-Muqaddam Al-Imam Muhammad bin Ali Ba ‘Alawi ra

Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi’ Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.

Beliau adalah bapak dari semua keluarga Alawiyin, keindahan kaum muslimin dan agama Islam, batinnya selalu dalam kejernihan yang ma'qul dan penghimpun kebenaran yang manqul, mustanbituhl furu' minal ushul, perumus cabang-cabang hukum syara', yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih, syaikh syuyukhis syari'ah (maha guru ilmu syari'ah), imamul ahlil hakikat (pemimpin para ahli hakikat), sayidul thoifah ash-shufiyah (penghulu kaum sufi), murakidz dairatul wilayah ar-rabbaniyah, Qudwatul Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli ilmu hakikat), tajul a'imah al-arifin (mahkota para imam ahli ma'rifat), jamiul kamalat (yang terhimpun padanya semua kesempurnaan).
Yang pertama kali dijuluki 'al-Faqih al-Muqaddam' adalah waliyullah Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbad. Soal gelar yang disandangnya, karena waliyullah Muhammad bin Ali seorang guru besar yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu agama diantaranya ilmu fiqih. Salah seorang guru beliau Ali Bamarwan mengatakan, bahwa beliau menguasai ilmu fiqih sebagaimana yang dikuasai seorang ulama besar yaitu al-Allamah Muhammad bin Hasan bin Furak al-Syafi'i, wafat tahun 406 Hijriah. Sedangkan gelar al-Muqaddam di depan gelar al-Faqih yang berasal dari kata Qadam yang berarti lebih diutamakan, dalam hal ini waliyullah Muhammad bin Ali sewaktu hidupnya selalu diutamakan sampai setelah beliau wafat maqamnya yang berada di Zanbal Tarim sering diziarahi kaum muslimin sebelum menziarahi maqam waliyullah lainnya.Waliyullah Muhammad bin Ali dilahirkan di kota Tarim, beliau anak laki satu-satunya dari Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbat yang menurunkan 75 leluhur kaum Alawiyin, sedangkan Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad menurunkan 16 leluhur Alawiyin. Sayyid Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah sesepuh semua kaum Alawiyin. Beliau dilahirkan pada tahun 574 H di Tarim. Beliau seorang yang hafal al-quran dan selalu sibuk menuntut berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama hingga mencapai tingkat sebagai mujtahid mutlak. Mengenai Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, Sayyid Idrus bin Umar al-Habsyi dalam kitabnya Iqdul Yawaqiet al-Jauhariyah mengatakan: " Dari keistimewaan yang ada pada Sayyidina al-Faqih al-Muqaddam adalah tidak suka menonjolkan diri, lahir dan batinnya dalam kejernihan yang ma'qul (semua karya pemikiran) dan penghimpun kebenaran yang manqul (nash-nash Alquran dan Sunnah). Penulis buku al-Masyra' al-Rawy berkata: "Beliau adalah seorang mustanbith al-furu' min al-ushul (ahli merumuskan cabang-cabang hukum syara' yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih. Ia adalah Syaikh Syuyukh al-syari'ah (mahaguru ilmu syari'ah) dan seorang Imam ahli hakikat, Murakiz Dairah al-Wilayah al-Rabbaniyah, Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli ilmu hakikat),Taj al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat) dan dalam segala kesempurnaannya beliau berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib). Thariqahnya adalah kefakiran yang hakiki dan kema'rifatan yang fitrah."
Selain dikenal sebagai ulama yang ketinggian ilmunya diakui oleh para Ulama Hadramaut. Beliau juga terkenal sebagai dermawan yang suka memperhatikan nasib rakyat miskin. Setiap hari di bulan Ramadhan, rumahnya selalu ramai oleh antrian faqir miskin yang menanti pembagian sedekah kurma.
Di rumahnya memang selalu tersedia kurma khusus untuk menyimpan 360 guci penuh kurma, setiap hari dibagikan satu guci kurma, sehingga dalam setahun habis 360 guci. Kurma itu adalah hasil kebun yang memang khusus untuk faqir miskin.
Tak mengherankan jika namanya cukup harum di kalangan masyarakat Tarim, ibu kota Hadramaut kala itu. Apalagi beliau juga dikenal sebagai Al-‘Arif billah, Ulama besar, pemuka para Imam dan Guru, suri teladan bagi Al-‘Arifin, penunjuk jalan bagi As-Salikin, Imam bagi Tarekat Alawiyah, yang mendapatkan kewalian dan Karamah luar biasa, yang mempunyai jiwa bersih.
Beliau adalah Habib Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath atau yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Faqih Al-Muqaddam, Ahli Fiqih yang unggul. Beliau adalah sosok ulama yang mendapat keistimewaan dari Allah SWT, sehingga mampu menyingkap rahasia ayat-ayatnya. Allah SWT juga memberinya kemampuan untuk menguasai berbagai macam ilmu, baik lahir maupun batin.
Imam Muhammad bin Ali adalah penutup para wali yang mewarisi maqom Rasulullah saw, yaitu maqom qutbiyah al-kubro (wali quthub besar). Beliau lahir tahun 574/1154 M di kota Tarim, dididik dengan didikan Tuhannya, hafal alquran, menguasai makna yang tersurat maupun makna yang tersirat dari alquran.

Di masa remaja, beliau menuntut ilmu kepada para ulama besar, antara lain:

Al-Allamah Al-Faqih Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Salim Marwan Al-Hadhrami, seorang guru yang agung, pemuka para ulama besar di Tarim
Al-Faqih Asy-Syekh Salim bin Fadl
Imam Al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Ubaid, pengarang kitab Al-Ikmal ‘alat Tanbih.
Kecerdasannya sudah tampak sejak masa kanak-kanak, sehingga beliau sering mendapat perhatian lebih dari guru-gurunya. Salah seorang gurunya, Al- Imam Abdullah bin Abdurrahman, hanya akan memulai pelajaran jika muridnya yang istimewa itu sudah hadir.
Selain itu, beliau juga belajar kepada beberapa Ulama besar yang lain, seperti:
• Al-Qadhi Al-Faqih Ahmad bin Muhammad Ba’Isa
• Al-Imam Muhammad bin Ahmad binAbul Hubbi
• Asy-Syekh Sufyan Al-Yamani
• As-Sayid Al-Imam Al-Hafidz Ali bin Muhammad bin Jadid
• As-Sayid Al-Imam Salim bin Basri
• Asy-Syekh Muhammad bin Al-Khatib 

• pamannya sendiri
As-Sayid Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath

Imam Muhammad bin Ali belajar fiqih Syafii kepada Syaikh Abdullah bin Abdurahman Ba'abid dan Syaikh Ahmad bin Muhammad Ba'Isa, belajar ilmu ushul dan ilmu logika kepada Imam Ali bin Ahmad Bamarwan dan Imam Muhammad bin Ahmad bin Abilhib, belajar ilmu tafsir dan hadits kepada seorang mujtahid bernama Sayid Ali bin Muhammad Bajadid, belajar ilmu tasawuf dan hakikat kepada Imam Salim bin Basri, Syaikh Muhammad bin Ali al-Khatib dan pamannya Syaikh Alwi bin Muhammad Shahib Marbath serta Syaikh Sufyan al-Yamani yang berkunjung ke Hadramaut dan tinggal di kota Tarim.

Dalam mengambil sanad keilmuan dan tarekat, beliau mengambil dari dua jalur:

• Jalur pertama dari orang tua dan pamannya, sementara orang tua dan pamannya mengambil dari kakeknya, dan terus menyambung, akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.

• Jalur kedua dari seorang ulama besar pemuka sufi, Syeikh Abu Madyan Syu’aib, melalui dua muridnya, yaitu Abdurrahman Al-Maq’ad Al-Maghribi dan Abdullah Ash-Shaleh Al-Maghribi. Syekh Abu Madyan mengambil dari gurunya, gurunya mengambil guru sebelumnya, dan terus sambung menyambung, akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.

Masa mudanya beliau jalani dengan penuh kesungguhan untuk mencari segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Beliau berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, serta mengikuti jejak para sahabat dan para salafus shalihiin, ulama klasik yang sholeh.
Dengan mujahadah, ikhtiar, yang cukup keras, beliau berhasil memperoleh akhlaq mulia dan menghiasinya dengan adab-adab yang sesuai dengan Syari’at. Sebagian besar waktunya, beliau habiskan untuk menuntut ilmu, sehingga dalam waktu yang relative singkat, beliau sudah mengungguli beberapa ulama yang juga mengakuinya. Mereka juga mengakui kemampuannya untuk menjadi Imam.
Dengan usaha yang keras, dalam usia yang relatif muda, kemampuan tarekatnya sudah mencapai peringkat Al-Arif billah. Hanya karena kuasa Allah SWT yang berkenan mengarunia kekuatan dan keyakinanlah, beliau dapat memperoleh kekhususan yang tidak didapatkan para wali qutub, tokoh wali, yang lainnya.
Boleh dikata, sedetikpun hatinya tidak pernah kosong dalam berhubungan dengan Allah SWT. Sosoknya penuh dengan sikap tawadu dan menyukai ketertutupan, tidak pernah pamer. Suatu ketika beliau berkirim surat kepada seorang pemuka sufi bernama Syekh Sa’ad bin Ali Adz-Dzafari. Setelah membacanya, Syekh Sa’ad terkagum-kagum karena merasakan asrar, rahasia kewalian dan anwar, cahaya kewalian, didalamnya.
Dalam jawabannya, Syekh Sa’ad antara lain menulis:
“Wahai Faqih, orang yang diberi karunia oleh Allah SWT yang tidak dipunyai oleh siapapun, engkau adalah orang yang paling mengerti syariat dan hakikat, baik yang lahir maupun yang batin.”
Di antara sikap tawadhu'nya, ia tidak mengarang kitab-kitab yang besar akan tetapi ia hanya mengarang dua buah kitab yang berisi uraian yang ringkas. Kitab tersebut berjudul Bada'ia Ulum al-Mukasysyafah dan Ghoroib al-Musyahadat wa al-Tajalliyat. Kedua kitab tersebut dikirimkan kepada salah seorang gurunya Syaikh Sa'adudin bin Ali al-Zhufari yang wafat di Sihir tahun 607 hijriyah. Setelah melihat dan membacanya ia merasa takjub atas pemikiran dan kefasihan kalam Imam Muhammad bin Ali. Kemudian surat tersebut dibalas dengan menyebutkan di akhir tulisan suratnya: "Engkau wahai Imam, adalah pemberi petunjuk bagi yang membutuhkannya". Imam Muhammad bin Ali pernah ditanya tentang 300 macam masalah dari berbagai macam ilmu, maka beliau menjawab semua masalah tersebut dengan sebaik-baiknya jawaban dan terurai.
Rumah beliau merupakan tempat berlindung bagi para anak yatim, kaum faqir dan para janda. Jika rumah beliau kedatangan tamu, maka ia menyambut dan menyediakan makanan yang banyak, dimana makanan tersebut tersedia hanya dengan mengangkat tangan beliau dan para tamu untuk berdoa dan meminta kepada Allah swt. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw: "Sesungguhnya para saudaraku jika ia mengangkat tangannya untuk meminta makanan, maka akan tersedia makanan tersebut dalam jumlah yang banyak".

Tentang ketokohan dan kepribadiannya, Imam Syekh Abdurrahman As-Segaf berkata :

”Aku tidak pernah melihat atau mendengar suatu kalam yang lebih kuat daripada kalam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali, kecuali kalam para nabi. Dan aku tidak dapat mengunggulkan seorang walipun kecuali para sahabat nabi, atau orang yang mendapat kelebihan melalui hadits seperti Uwais Al-Qarni atau Al-Faqih Muqaddam.”
Imam al-Faqih al-Muqaddam pernah berkata kepada kaummnya: "Kedudukan saya terhadap kalian seperti kedudukan Nabi Muhammad kepada kaumnya". Di lain riwayat Syaikh Abdurahman Assaqqaf berkata: "Kedudukan aku terhadap kalian seperti kedudukan nabi Isa terhadap kaumnya". Berkata Syaikh al-Kabir Abu al-Ghoits Ibnu Jamil: "Derajat kami tidak akan sampai seperti derajat Imam al-Faqih al-Muqaddam, kecuali hanya sampai setengahnya saja". Dalam salah satu kalimat yang ditulisnya kepada gurunya Syaikh Sa'aduddin, Imam al-Faqih al-Muqaddam berkata: "Aku telah dimi'rajkan ke Sidratul Muntaha sebanyak tujuh kali (di lain riwayat dua puluh tujuh kali)".
Para ulama Hadramaut mengakui bahwa al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali adalah seorang mujtahid mutlaq. Di antara keramatnya adalah: Ketika anak beliau Ahmad mengikuti al-Faqih al-Muqaddam ke suatu wadi di pertengahan malam, maka sesampainya di wadi tersebut beliau berdzikir dengan mengeluarkan suara, maka batu dan pohon serta makhluq yang ada di sekeliling tempat itu semuanya ikut berdzikir. Beliau dapat melihat negeri akhirat dan segala kenikmatannya hanya dengan melihat di antara kedua tangannya, dan melihat dunia dengan segala tipu dayanya melalui kedua matanya.

Sepanjang hidupnya beliau banyak mengalami pengalaman spiritual, antara lain bertemu Nabi Hud AS dan Nabi Khidir AS. Suatu hari ketika berziarah ke makam Nabi Hud AS, beliau tertinggal;

“Ketika itu aku duduk di suatu tempat yang beratap tinggi. Tiba-tiba datanglah Nabi Hud ke tempatku sambil membungkukkan badan agar kepalanya tidak terkena atap. Lalu katanya:

’Wahai Syekh, jika engkau tidak berziarah kepadaku, aku akan berziarah kepadamu’.”
Di suatu saat Imam al-Faqih al-Muqaddam duduk bersama sahabatnya, ketika itu nabi Khidir as datang mengunjunginya dengan bentuk seperti pria badui yang kepalanya membawa keju. Maka berdiri Imam al-Faqih al-Muqaddam untuk mengambil keju tersebut lalu memakannya. Para sahabatnya yang hadir saat itu merasa heran dan bertanya: siapa dia? Maka beliau menjawab: Khidir as. Kejadian tersebut menjelaskan bahwa: Allah telah mengangkat derajat al-Faqih al-Muqaddam sebagai seorang ahli hakikat dan ahli kasyaf. Ini terlihat dari isyarat keju yang dimakannya dari kepala nabi Khidir as. Keju tersebut diibaratkan sebagai buah dari hasil mujahadat para wali. Dan dijadikan Imam al-Faqih al-Muqaddam bagi para wali seperti kedudukan malaikat Jibril terhadap para nabi. Syaikh Fadhal bin Abdullah Bafadhal berkata: "Banyak dari manusia yang mendapat anugerah dari Imam al-Faqih al-Muqaddam lantaran didikan dan kebaikannya khususnya dua orang syaikh al-kabir Abdullah bin Muhammad Abbad dan syaikh Said bin Umar Balhaf.

Di zamannya, beliau banyak menghasilkan Ulama besar. Dan yang paling utama adalah: 

• Syekh Abdullah bin Muhammad ‘Ibad dan Syekh Sa’id bin Umar Balhaf. 
• Syekh Al-Kabir Abdullah Baqushai
• Syekh Abdurrahman bin Muhammad ‘Ibad’
• Syekh Ali bin Muhammad Al-Khatib 
• dan saudaranya, Syekh Ahmad; Syekh Sa’ad bin Abdullah Akdar 
.
Imam Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam berdoa untuk para keturunannya agar selalu menempuh perjalanan yang baik, jiwanya tidak dikuasai oleh kezaliman yang akan menghinakannya serta tidak ada satupun dari anak cucunya yang meninggal kecuali dalam keadaan mastur (kewalian yang tersembunyi). 
Beliau seorang yang gemar bersedekah, setiap hari beliau memberi sedekah sebanyak dua ribu ratl kurma kepada yang membutuhkannya, memberdayakan tanah pertaniannya untuk kemaslahatan umum. Beliau juga menjadikan isterinya Zainab Ummul Fuqoro sebagi khalifah beliau. Imam Muhammad bin Ali wafat tahun 653 H /1233 M dan dimakamkan di Zanbal, Tarim pada malam Jum'at akhir bulan Dzulhijjah.
Beliau meninggalkan lima anak : Alwi, Abdullah, Abdurrahman, Ahmad dan Ali. 

Keluarga Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra:
Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad Bin Ali mempunyai isteri bernama al-sayidah al-arif billah al-waliyah ummu al-fuqara Zainab bin Ahmad bin Muhammad Shahib Marbath. Beliau wafat tahun 653 Hijriyah mempunyai anak:
Alwi (wafat di Tarim tahun 669 H), mempunyai anak:
 1.Syaikh Ali (ayah dari Muhammad Maula Dawilah) (wafat di tarim tahun 709 H), mempunyai 6 anak perempuan, bernama:
    1. Alwiyah (istri Abu Bakar al-Wara' bin Ahmad bin al-Faqih)
    2. Bahiyah (istri Muhammad Asadullah bin Hasan Atturabi)
    3. Aisyah
    4. Khadijah (istri Abdullah bin Ahmad bin Abdr. bin Alwi Ammu al-Faqih) 
    5. Aisyah (Ibu Muhammad Jamalullail)
    6. Zainab (Ibu Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdr. bin Ammu al-Faqih)
Dan seorang anak laki-laki bernama Syaikh Muhammad Maula al-Dawilah (Shahib al-Yabhar, wafat pada tahun 765 H).
 2.Syaikh Abdullah (dikenal dengan Abdullah Ba'alawi) 
Ibu dari Syaikh Ali dan Syaikh Abdullah adalah Fathimah binti Ahmad bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath.
 3. Ahmad
 4. Ali
 5. Abdullah, (wafat di Tarim tahun 663 H) mempunyai seorang anak laki-laki    bernama Muhammad al-Nuqaity dan anak perempuan bernama Fathimah (Ibu dari Ahmad bin Abdullah Ba'alawi/Ayah dari Muhammad Jamalullail).
 6. Abdurahman, (wafat diantara al-Haramain), mempunyai anak bernama Muhammad al-Ughaibar
Keturunan Abdullah bin al-Faqih dan Abdurahman bin al-Faqih sedikit
KELUARGA SYAIKH ALI BIN SYAIKH MUHAMMAD AL-FAQIH AL-MUQADDAM
Syaikh Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, wafat tahun 673 H, mempunyai seorang anak bernama Hasan Atturobi (wafat di Tarim tahun 761 H).
Hasan bin Syaikh Ali Atturobi mempunyai seorang anak laki bernama Muhammad Assadullah, wafat di Tarim tahun 778 H, mempunyai enam orang anak laki:
1. Abdullah 
2. Ali keturunannya sedikit dan terputus
3. Husin 
4. Abu Bakar Basyaiban, mempunyai dua orang anak:
   a. Muhammad (keturunannya sedikit dan terputus)
   b. Ahmad (keturunannya keluarga Basyaiban di Qasam), wafat di Aden tahun      821 H, mempunyai empat orang anak laki:
 5. Ahmad, wafat di Aden tahun 821 H, mempunyai empat orang anak laki:
    a. Muhammad (kakek keluarga Mahmul) 
        keturunannya terputus
     b. Husin (kakek keluarga al-Khuyul) 
     c. Hasan (kakek keluarga Syanbal di Makho, Zili', Makkah)
     d. Ali, mempunyai tujuh orang anak laki:
            1) Muhammad 
            2) Umar 
            3) Husin keturunannya terputus
            4) Abdullah 
            5) Syech 
            6) Alwi al-Syatiri, mempunyai empat orang anak laki:
                 a. Abu Bakar
                 b. Ali
                 c. Muhammad, wafat di Aden tahun 897 H (hafal Ihya Ulumuddin),                          keturunannya di Aden, Lihij. 
                 d. Umar, mempunyai tiga orang anak laki:
                      1. Hasyim 
                           keturunannya di Zili', Lihij
                       2. Muhammad 
                       3. Ahmad, mempunyai lima orang anak:
                            a. Abdullah (keturunannya di Sawahil)
                             b. Ali (keturunannya di Jeddah, Lihij)
                             c. Alwi (keturunannya di India)
                             d. Barakat (keturunannya di Syihir, Malaysia)
                             e. Muhamma (keturunannya di Tarim)
                    7) Abu Bakar al-Habsyi, wafat di Tarim tahun 857 H, mempunyai    seorang anak bernama Alwi, dan Alwi mempunyai lima orang anak laki:
a. Husin (keturunannya terputus)
b. Ahmad (keturunannya di Habasyah)
c. Muhammad al-Akbar (keturunannya terputus)
d. Ali (keturunannya di Madinah)
e. Muhammad al-Asghor, wafat di Tarim tahun 874 H, mempunyai empat orang anak laki:
1. Umar (keturunannya di Tarim terputus)
2. Ali (keturunannya di Makkah)
3. Abdurahman (keturunannya di Tarim)
4. Ahmad shohib Syi'ib, wafat di Hasisah tahun 1038 H, mempunyai Sembilan orang anak laki:
a. Umar
b. Idrus
c. Syech
d. Husin, mempunyai dua orang anak laki:
i) Shodiq (keturunannya di Hadramaut, Surabaya, Malaka)
ii) Muhammad (keturunannya di Makkah)
e. Hasan (keturunannya al-Rausyan di Seiwun, Semarang)
f . Hadi, mempunyai dua orang anak laki:
i) Abdurahman (wafat di Tarim tahun 1098 H, keturunannya di Seiwun, Bor, Taribah, Sahil)
ii) Idrus (keturunannya di Seiwun di antaranya keluarga Syabsyabah di Madinah, Singapura)
(g) Hasyim, wafat di Syi'ib tahun 1038 H, mempunyai dua orang anak:
i) Aqil (keturunannya di Dzi Asbah, Semarang, Palembang, Banjarmasin)
ii) Ahmad (wafat di Bor tahun 1115 H, keturunannya di Aceh, Trengganu, Banjarmasin, Zhufar, Syihir, Makasar)
(h) Muhammad, mempunyai seorang anak bernama Isa wafat di Hanfar.
(i) Alwi, mempunyai dua orang anak laki:
i) Idrus (keturunannya di Ahsa', Qathif)
ii) Zein, wafat di Ghurfah tahun 1100 H, mempunyai dua orang anak:
(a) Husin (keturunannya di Ghurfah)
(b) Ahmad shohib Khala' Rasyid (wafat tahun 1144 H)
Ahmad bin Zein shohib Khala' Rasyid, mempunyai delapan orang anak:
- Umar 
- Ali 
- Abdullah keturunannya terputus
- Alwi 
- Hasan 
- Abu Bakar 
- Muhammad (keturunannya di Ghurfah, Jawa, Madinah)
- Ja'far, wafat di Khala' Rasyid tahun 1290 H, mempunyai empat orang anak laki:
Salim (keturunannya terputus)
Ali  keturunannya di Khala' Rasyid
Husin 
Ahmad (keturunannya di Khala' Rasyid)
6. Hasan al-Mualim, wafat di Tarim tahun 757 H, mempunyai dua orang anak laki:
a. Ahmad al-Mualim (keturunannya terputus)
b. Muhammad Jamalullail Bahasan, wafat di Tarim tahun 845 H, mempunyai dua orang anak laki bernama:
1) Abdullah, wafat di Tarim tahun 997 H, mempunyai seorang anak bernama Ahmad, dan Ahmad mempunyai empat orang anak laki:
a. Sahal (kakek keluarga Bin Sahil di Tarim)
b. Abdurahman (keturunannya di Tarim)
c. Abdurahman Bahasan (keturunannya di Aceh, Asia)
d. Muhammad, mempunyai seorang anak bernama Aqil.
2) Ali, mempunyai lima orang anak laki:
a. Muhammad
b. Alwi keturunannya terputus
c. Abu Bakar
d. Abdurahman, mempunyai dua orang anak laki:
(1) Muhammad (keturunannya terputus)
(2) Ahmad, mempunyai seorang anak bernama Salim, Salim mempunyai anak bernama Muhammad al-Maghrum, Muhammad al-Maghrum mempunyai dua orang anak yaitu:
(a) Abdurahman
(b) Abdullah Bahasan al-Maghrum, mempunyai empat orang anak laki:
i. Muhammad al-Buuri (keturunannya keluarga Bahasan di Madinah)
ii. Aqil al-Qadri (keturunannya keluarga al-Qadri di Gail binYamin)
iii. Salim, mempunyai dua orang anak:
(i) Abu Bakar (keturunannya di Syihir, Malabar Pekalongan, Sawahil)
(ii) Muhammad al-Qadri (keluarga al-Qadri di Malaka, Syihir, Pontianak)
iv) Ahmad (keturunannya di Sawahil)
e. Hasan, mempunyai tiga orang anak laki:
1. Abu Bakar al-Ghusnu (keturunannya di Tarim, terputus)
2. Muhammad Hamdun (keturunannya di India, Aden)
3. Harun, wafat di Tarim tahun 1005 H, mempunyai empat orang anak laki:
a. Ahmad (keturunannya keluarga Baharun di Makho)
b. Abdurahman (keturunannya terputus)
c. Ali (keturunannya keluarga Baharun di Tarim)
d. Abdullah, mempunyai enam orang anak laki:
i) Harun (keturunannya terputus)
ii) Muhammad al-Akbar (keturunannya sedikit)
iii) Abdurahman 

iv) Muhammad al-Asghor keturunannya keluarga Baharun di India, Melayu, Syihir
v) Hasan 
vi) Umar, mempunyai dua orang anak laki:
(i) Ali al-Sirri (kakek keluarga al-Siri di Tarim)
(ii) Abu Bakar al-Junaid (keluarga al-Junaid di Tarim)

Manaqib al faqih muqaddam

Managib ini adalah riwayat hidup“Sayyidina Syech As-Syuyukh Min Ahli As-Syari’ah Wat Thariqah Wa Imam Ahli Al-Haqiqah, Wa Farid Dahrihi Wa Ghazali Ashrihi Sayyid Al-Fariqain, Sayyid Thaiqah As-Shufiyah Wa Markaz Dairah Al-Wilayah Ar-Rabbaniyah Qudwah Al-Ulama Al-Muhaqqiqin, Taj Al-Aimmah Al-Arifin”
Guru dari segala guru Ahli Syari’ah dan Thariqah
Imam bagi para Ahli Hakekat
Ulama yang tiada bandingan bagai Imam Al-Ghazali dizamannya
Pemimpin dua golongan; Figh dan Tasawuf
Pemimpin para kaum Shufi,
Sumber ke-Walian yang berasal dari Tuhan
Panutan bagi seluruh Ulama’ Ahli Al-Haqeqat, Mahkota kepemimpinan kaum Al-‘Arifin,

beliau adalah:
Sayyidina Al-Ustadz Al-A’zham Al-Qutb Al-Ghauts Al-Karam Al-Faqih Al-Muqaddam “Abu Alwi”:
“Muhammad bin Ali Ba’alawi Ra.”
Wanafa’ana bibarkatihi fi Dunyawiyyat Wal Ukhrawiyyat Amin.

I. TEMPAT LAHIR DAN WAFATNYA SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM RA
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, dilahirkan pada tahun 574 H/1176 M di Tarim, Hadhramaut Yaman Selatan, Beliau wafat pada tahun 653 H pada usia 79 tahun, pada malam Jum’at Zulhijjah 653 H, atau malam minggu di akhir bulan Zulhijjah tahun 653 H /1255M, dan dikebumikan di “Zanbal”, penanggalan wafat beliau diikhtisarkan dengan hitungan abjad Hijaiyah pada kalimat “Abu Tarim”.
Kota kelahiran beliau; Tarim yaitu satu kota kecil di Yaman Selatan, adalah kota yang dipenuhi keberkahan dari Allah SWT, makmur dengan orang-orang sholeh, ulama dan para wali Allah. (baca: Hadhramaut dan Tarim)

II. NASAB SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM R.A

Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, dibesarkan dalam lingkungan kaum Sholihin, beliau adalah keturunan Rasul Allah SAW, dari Sayyidina Al-Husain Ra (Al-Husainy) mengenai keabsahan nasab beliau ini telah dibenarkan oleh banyak para Ahli Nasab, nasab beliau ini bukan hanya sekedar tali keturunan belaka, tapi sekaligus juga sebagai mata rantai dari Thariqah Bani Alawi, yakni nara sumber yang diterima anak dari ayah dan terus ke kakek sampai seterusnya.
Nasab Sayyidina Al-Faqih Ra adalah sebagai berikut; 1.Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Marbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zaenal Abidin bin Al-Imam Al-Husain As-Sibti bin Al-Imam Ali Karromallahu wajhah.

Tokoh-tokoh yang ada dalam rantai nasab Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, dari ayahanda dan kakek beliau dan terus sampai ke Sayyidina Al-Husain Ra, semuanya adalah para Wali Allah dan Ulama’ terbesar dizamannya dan mereka semua adalah Zurriyah Baginda Rasul Allah SAW.

III. ISTERI DAN ANAK-ANAK SAYYIDINA AL-FAQIH RA
Isteri Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra adalah seorang Syarifah yang mulia dan Sholehah sepupu beliau dari sebelah ayah yaitu; Ummul Fuqara’ Al-Hababah Zainab binti Ahmad bin Muhammad Sohib Marbath R.anha, yang juga merupakan Khalifah beliau, Al-Hababah Zainab adalah seorang “Waliyah” yang mempunyai kekeramatan yang banyak, diriwayatkan bahwa satu malam turun hujan yang sangat lebat di “Dammun”, hampir-hampir membuat banjir, para penduduk didaerah itu merasa sangat cemas karena hujan yang sedemikian derasnya bisa membuat rumah-rumah mereka menjadi roboh, (lazimnya rumah didaerah tersebut dan Jazirah Arab pada umumnya dibuat dari tanah liat dikarenakan musim hujan jarang hal ini menjadikan rumah mereka sangatlah rentan terhadap air) ,pada saat itu Al-Hababah Zainab meminta kepada para penduduk untuk tidak meninggalkan rumah mereka beliau berkata;
“Pulanglah kalian kerumah masing-masing karena aku telah mendengar suara Malaikat diawan berkata:”Qaydhun….Qaydhun”
.
Lalu para penduduk pun pulang kerumah masing-masing, taklama berselang ternyata yang tertimpa banjir adalah Wadi Qaydhun , persis seperti yang dikatakan Al-Hababah Zainab, padahal jarak Qaydhun dari Dammun ditempuh dalam tiga hari perjalanan, Al-Hababah Zainab berpulang ke Rahmat Allah hari Sabtu 12 Syawal 669H
Hanya dari Al-Hababah Zainab R.anha Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra mendapatkan anak-anak yang ternyata seiring dengan berjalannya waktu menjadi pengayom Umat dan Ulama’ terbesar, semuanya berjumlah 5 orang dan semuanya laki-laki, yaitu:
1. As-Syech ‘Alwi Al-Ghuyur
2. As-Syech Abdullah
3. As-Syech Abdurrahman
4. As-Syech ‘Ali
5. As-Syech Ahmad Radhiallahu Anhum Ajma’in
Mereka semuanya adalah Ulama’ dan para Wali Allah yang utama penerus dan pengganti ayahanda mereka Sayyidina Al-Faqih Ra.



IV. GURU-GURU SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM R.A

Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dididik oleh para Ulama’ yang terkemuka dari berbagai prinsip Ilmu pengetahuan, seperti Figh, Lughah, Tasawuf, dan berbagai ilmu-ilmu lainnya yang beliau pelajari langsung dari para ahlinya masing-masing.
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra memperdalami ilmu Fiqh kepada:

1.As-Syech Abdullah bin Abdurrahman Ba’ubayd
As-Syech Abdullah bin Abdurrahman Ba’ubayd menghormati dan memuliakan Sayyidina Al-Faqih sekalipun beliau adalah muridnya. As-Syech Abdullah Ba’ubayd tidak akan mengajar sebelum dilihat oleh beliau Sayidina Al-Faqih telah hadir ke Majlis beliau, bilamana Sayidina Al-Faqih tidak datang beliaupun tidak akan mengajar. Perilaku beliau yang tidak lazim ini banyak ditanyakan orang, beliaupun lalu menjelaskan: ”Sesungguhnya aku menunggu izin untuk mengajar dari Allah SWT”.
Jawaban beliau ini mengisyaratkan betapa mulianya derajat Sayidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dalam pandangan beliau karena “Izin” dari Allah SWT seperti yang beliau maksud tak pelak lagi adalah “mesti hadirnya” murid beliau sendiri yaitu; Sayidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra.
Selain beliau Sayyidina Al-Faqih juga memperdalami Fiqh kepada;
2.Al-Qodhy Ahmad bin Muhammad Ba’isa
dan beliau memperdalami ilmu Ushul serta beberapa prinsip ilmu lainnya kepada:
3.Al-Imam As-SyechAli bin Ahmad bin Salim Bamarwan dan
4.Al-Imam Muhammad bin Abu Al-Hub
beliau memperdalami ilmu Tafsir dan Hadist dari:
5.Al-Imam Al-Hafidz Al-Mujtahid As-Sayyid Ali bin Ahmad Bajudaid,
dan memperdalami ilmu Tasawwuf dan Hakekat dari:
6.Al-Imam Salim bin Basri dan
7.Al-Imam Muhammad bin Ali Al-Khatib,
dan paman beliau sendiri yaitu:
8.As-Syech Al-Habib Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath,dan
9.As-Syech Sufyan Al-Yamani, dan masih banyak lagi Para Ulama’ dan Awliya’ yang telah membimbing beliau.
10.As-Syech Sa’id bin Isa Al-‘Amudy, menurut riwayat didepan beliaulah Sayyidina Al-Faqih Ra meletakkan pedang.

Semua guru beliau telah sama mengisyaratkan bahwa Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Ra telah mencapai satu maqam yang sangat luar biasa, sehingga membuat kecil maqam-maqam lainnya bila dibandingkan dengan
“Maqam” yang telah Allah SWT berikan kepada beliau.
Pada masa Sayyidina Al-Faqih Ra, ilmu yang sedang berkembang pesat di Tarim Hadhramaut adalah ilmu Fiqh, jadi kebanyakan para Ulama’ disana adalah para Faqih , sedangkan ilmu Tasawwuf di Tarim dikala itu, belum berkembang pesat, kelak pada akhirnya nanti Sayyidina Al-Faqih lah sendiri yang mempelopori dan menghidupkan dan sekaligus menjadi Imam untuk pertama kalinya, bagi kaum
“Mutasawwifin” di Tarim Hadhramaut, hal ini ditegaskan lagi oleh Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al-Attas;
”Beliaulah orang pertama yang menyandang gelar “Syech bagi kaum Sufi” di Hadhramaut”

V.
RIWAYAT KHIRQAH SAYYIDINA AL-FAQIH RA.

Definisi Al-Khirqah menurut
As-Syech Muhyiddin Ibn Al-‘Araby Ra didalam Kitabnya “Al-Futuhat”adalah:
“Perlambang dari persahabatan,
Ta‘addub dan Takhalluq
Selanjutnya Qaul Ibn Al-‘Araby ini dikomentari oleh Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al-Athas Ra:
“Sedangkan (kain) Khirqahnya sendiri (secara Majazi) terkadang memang tidak mesti dari Rasul Allah SAW secara langsung, Al-Libas itu sendiri sebenarnya adalah simbol dari Al-Libas yang Haqiqi yaitu Al-Libas At-Taqwa, telah menjadi kebiasaan dari para Wali Ash-Hab Al-Ahwal ,bilamana mereka mendapati kekurangan pada diri mereka maka merekapun akan mencari seorang guru atau Syech dari Jama’ah mereka untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan Lahiriyah maupun Bathyniyah pada diri mereka, dan bilamana segala kekurangan tersebut telah sempurna, maka merekapun diberikan “Al-Libas” sebagai simbol untuk penyempurnaan lebih lanjut, inilah Al-Libas yang dikenal dikalangan kita sebagaimana Nash Al-Manqul dari para Ulama’-ulama’ Ahli Haqeqat”

Khirqah para Wali mempunyai nilai prestise tinggi bagi masing-masing Wali yang bersangkutan, begitu pula Al-Khirqah Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra mempunyai satu nilai keistimewaan yang telah melampaui dimensi pemikiran orang-orang yang dikatakan oleh kaum Sufi sebagai
“Ahli Al-Khawwash”, Khirqah yang beliau terima adalah Khirqah “Imamah Qutb Al-Kubra” yang merupakan perlambang dari “pangkat kepemimpinan tertinggi bagi para Wali dimasa itu”. Khirqah ini beliau terima dari As-Syech Al-Kabir Al-Qutb Al-Syahir “Abu Madyan” Syu’aib bin Abu Al-Husain At-Tilamisany Al-Maghriby , perlu pembaca ketahui Khirqah ini diberikan kepada Sayyidina Al-Faqih Ra bukanlah dengan kebetulan dan bukan pula karena permintaan beliau, tapi Khirqah ini diberikan kepada Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra sesuai dengan Isyarah dari Ri’ayah Ilahiyah.
Mengenai kebesaran serta keutamaan As-Syech Abu Madyan, bisa kita bayangkan sekilas, berdasarkan perkataan As-Syech Ali As-Sakran, kata beliau:
“As-Syech Abu Madyan adalah seorang “Pemimpin” para wali pada zamannya yang telah dizhohirkan oleh Allah SWT pada dirinya keajaiban-keajaiban sebagai tanda kebesaran-Nya, dan telah tersibak baginya rahasia-rahasia keghaiban dan namanya telah termasyhur di seluruh penjuru Negeri”.
Dari Tarbiyah beliau, telah banyak lahir ulama-ulama besar, nama beliau sangat termasyhur dengan ketinggian Ilmunya sehingga banyak tokoh-tokoh Tasawwuf terkemuka yang meminta pengajaran dan fatwa-fatwa beliau; beliau sangat disegani dikalangan para Ulama’ dan Masyaikh-Masyaikh dari seluruh Mazhab Thariqah.

Berkaitan mengenai Riwayat Khirqah Sayyidina Al-Faqih, diceritakan bahwa telah datang seorang Darwiys dari Syam (Syria) yang bernama Fadl menemui beliau (Sayyidina Al-Faqih Ra), Darwisy tersebut berkata kepada Sayyidina Al-Faqih:
“Tidaklah aku datang (ke Tarim) kecuali semata-mata untuk menemuimu, tetapi aku mendapati As-Syech Abdurrahman Al-Maq’ad sedang bermukim di dalam hatimu. Jika berkumpul seluruh orang dari barat dan Timur untuk mengeluarkan dia dari hatimu maka tidak akan ada yang sanggup, bilamana ia telah datang kepadamu, perhatikanlah urusannya ia hanyalah seorang Muhtasab sedangkan engkau adalah seorang wali yang telah mempunyai nisbah”.
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam bertanya:
“Apakah yang engkau maksud dengan nisbah?”
Darwisy tersebut menjawab: “Sidrah Al-Muntaha”.
Tak lama berselang setelah peristiwa datangnya Darwisy tersebut, dengan Qudrah dan Iradah Allah SWT, As-Syech Al-Kabir Al-Qutb Abu Madyan Syu’aib bin Abu Hasan At-Tilmisaniy Al-Maghriby yang pada saat itu sedang berada di Tilmisan Al-Jazair mengutus muridnya yang bernama As-Syech Abdurrahman bin Muhammad Al-Maq’ad seraya bertitah:
“Sesungguhnya kami mempunyai seorang teman di Hadhramaut (Tarim), pergilah engkau menemuinya, dan pakaikanlah Al-Khirqah kepadanya, sesungguhnya aku melihatmu akan menemu ajal di tengah perjalanan, bilamana hal tersebut akan terjadi, maka titipkanlah (Al-Khirqah) ini kepada orang yang engkau percayai”, kemudian pergilah As-Syech Abdurrahman dari Tilmasan, dengan tujuan ke Hadhramaut, ketika ia sampai di kota Mekkah ia pun mendekati Sakratul maut kemudian ia menyerahkan Khirqah tadi kepada muridnya yaitu As-Syech Abdullah As-Sholeh Al-Maghriby seraya berpesan untuk menyerahkan Al-Khirqah tersebut. Dan beliau mengisyaratkan dengan ke kasyafannya;
“Pada saat engkau masuk ke kota Tarim engkau akan mendapati As-Syech As-Syarif Muhammad bin Ali yang pada saat engkau temui nanti, dikala itu sedang belajar dengan As-Syech Ali Bamarwan, setelah engkau bertemu dengan beliau, lanjutkanlah perjalananmu ke Qoydun dan temui As-Syech Sa’id bin Isa Al-‘Amudy dan berikanlah juga sebagian Khirqah ini kepadanya”.

Tak lama kemudian As-Syech Abdurrahman Al -Maq’ad wafat , lalu pergilah As-Syech Abdullah As Sholeh Al-Maghriby ke Tarim, ketika beliau sampai, ia pun langsung menemui Sayyidina Al-Faqih Muqaddam yang sedang belajar dengan As-Syech Ali Bamarwan persis seperti yang telah dikatakan oleh As-Syech Abdurrahman Al-Maq’ad, ia pun lalu duduk bersama Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam, lalu Sayyidina Al-Faqih Muqaddam (yang telah mengetahui akan khabarnya As-Syech Abdurrahman Al-Maq’ad dari Darwisy yang kami ceritakan tadi), dengan kekasyafan kewalian, bertanya kepada As-Syech Abdullah As-Sholeh dengan bahasa Isyarah:
“Wahai saudara, permata apakah yang engkau bawa yang sedemikian cemerlangnya?”
As-Syech Abdullah As-Sholeh lalu bertanya (dengan maksud menguji):
“Apakah gerangan yang engkau maksud dengan cemerlang?”
Al-Faqih Al-Muqaddam menjawab;
“At-Tahkim Khirqah yang telah dititipkan kepadamu”
Lalu As-Syech Abdullah menceritakan perihal kedatangannya, dari awal sampai akhir lalu titipan “Khirqah” tersebut disambut dan diterima oleh Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam, dari semenjak itu dimulailah perjalanan Suluk beliau menuju Allah SWT, sibuklah Sayyidina Al-Faqih dengan Ibadah Zhahiriyah dan Batiniyah sehingga akhirnya terzhohirlah seluruh perkara-perkara yang Khafiy, dan mulailah Hal beliau sebagaimana Ahwal-nya orang-orang Khawas Al-Khawas, sebagai seorang Sufi dan Wali yang terbesar pada zamannya, beliau mulai menyibukkan diri beliau dengan ber-Taqarrub kepada Allah SWT dalam ber-Uzlah, guna menenggelamkan diri beliau dalam lautan Ma’rifah dan Asrar-Nya yang tak bertepi, dalam Ahwal ‘Asyiq Wal Ma’syuq dengan Rabb nya.


VI.
SILSILAH KHIRQAH SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM RA

Silsilah Khirqah Sayyidina Al-Faqih Ra ada dua, yang pertama berasal dari nasab beliau sendiri, dimulai dari ayahanda beliau, dan yang kedua dari As-Syech Abu Madyan Syu’aib Al-Maghriby.
Silsilah yang pertama yaitu berasal dari ayahanda beliau sendiri yaitu Al-Imam Al-Habib Ali Ba’alawi silsilah tersebut adalah sebagai mana nasab Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra yang telah kami uraikan diatas.
Adapun Silsilah yang kedua yaitu berasal dari As-Syech Abu Madyan Syu’aib Al-Maghriby dengan “Al-Wasithah” dua Syech yaitu 1.As-Syech Abdullah “As-Sholih” bin Ali Al-Maghriby yang diutus oleh 2.As-Syech Abdur Rahman bin Muhammad Al-Maq’ad yang diutus oleh As-Syech Abu Madyan Syua’aib Al-Maghriby. Secara detail silsilah Khirqah Sayyidina Al-Faqih Ra adalah sebagai berikut secara berurutan :

1. As-Syech Abu Madyan Syu’aib bin Abu Al-Husain Al-Maghriby dari:
2. Al-Imam Abu Ya’za dari:
3. Al-Imam Nur Ad-Din Abu Al-Hasan Ali bin Hirzihim (ada yg meriwayatkan;Ibn Hirazim) dari:
4. Al-Imam Al-Hafizd Al-Faqih Al-Qadhy Abu Bakar bin Abdullah Al-Ma’afiry dari:
5. Al-Imam Al-Hujjah Al-Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazaly dari:
6. As-Syech Al-Islam Wal Muslimin Imam Al-Haramain Abdul Malik beliau mengambil dari ayahandanya sendiri yaitu:
7. As-Syech Muhammad bin Abdullah bin Yusuf Al-Juwainy dari:
8. As-Syech Al-Arif Billah Ta’ala Abu Thalib Al- Makky Muhammad bin Ali bin Athyyah dari:
9. Al-Imam Al-Kabir Abu Bakar Dullaf ibn Jahdar As-Syibly dari:
10. Al-Ustazd Ahli At-Thariqah Wa Imam Ahli Al-Haqiqah Abu Al-Qasim Al-Junaid bin Muhammad Al-Baghdady beliau mengambil dari “Khalnya” yaitu;
11. As-Syech As-Syahir Abu Al-Hasan As-Sirry Al-Mughallis As-Siqty (As-Saqaty) dari:
12. As-Syech Al-Arif Billah Ta’ala Abu Mahfuzd Ma’ruf bin Fairuz Al-Karakhy dari:
13. Al-Imam Abu Sulaiman Daud bin Nushair At-Tha’iy dari:
14. As-Syech Abu Muhammad Habib bin Muhammad Al-Ajamy Al-Kharasany dari:
15. Al-Imam Al-Kabir As-Syahir Abu Sa’aid Al-Hasan bin Abu Al-Hasan Al-Bashry dari:
16. Al-Imam Ahli Al-Masyariq Wal Magharib Sayyidina Ali Bin Abu Thalib Ra
Al-Imam Ali bin Abu Thalib Ra dari Sayyidina Wa Habibana Rasul Allah SAW.
Dari Al-Imam Ma’ruf Al-Karakhy ada dua arah silsilah (bercabang dua arah), yang pertama seperti diatas dan silsilah beliau yang kedua dari Ahl Al-Bayt adalah sebagai berikut:

12. As-Syech Al-Arif Billah Ta’ala Abu Mahfuzd Ma’ruf bin Fairuz Al-Karakhy
13. Al-Imam Ali Ar-Ridha Ra, dari ayahnya;
14. Al-Imam Musa Al-Kazhim Ra dari ayahnya;
15. Al-Imam Ja’far As-Shodiq Ra dari ayahnya;
16. Al-Imam Muhammad Al-Bagir Ra dari ayahnya;
17. Al-Imam Ali Zainal Abidin Ra dari ayahnya;
18. Al-Imam Al-Husain As-Sibthy Ra dari ayahnya;
19. Al-Imam Ali bin Abu Thalib Ra, selanjutnya sama seperti yang kami uraikan diatas

VII.
KEUTAMAAN-KEUTAMAAN SAYYIDINA AL-FAQIH RA
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra mempunyai Thakhshish Maziyyah Wal Fadhail yaitu berbagai keistimewaan-keistimewaan khusus yang diberikan Allah Jalla Wa’ala kepada beliau selaku
Khawas Al-Khawas “Maqam kewilayahan” yang diberikan Allah SWT kepada beliau telah menjadi satu fenomena yang menakjubkan dalam Analisa para Wali pada zamannya. Para kaum Al-Arifin berkata:
”Sungguh telah membuat tercengang dan kagum para pemuka kaum Sufi dan para Wali pada zamannya akan Ahwal-nya As-Syech Al-Faqih, dan mereka semua tidak bisa menafsirkannya dengan penafsiran yang sempurna dikarenakan melampaui pengetahuan mereka”
Diceritakan bahwa As-Syech Al-Kabir Ibrahim bin Yahya Bafadhal didorong oleh rasa penasaran beliau, berkeinginan menemui As-Syech Abu Al-Ghayst Ibnu Jamil untuk menanyakan keadaan (hal) tiga orang yang pada saat itu mulai dikenal dikalangan masyarakat Hadhramaut, yaitu Sayyidina Al-Faqih, As-Syech Abdullah bin Ibrahim Baqusyair dan satu orang lagi yang tidak diketahui namanya, As-Syech Ibrahim sengaja pergi menemui As-Syech Abu Al-Ghayst hanya untuk menanyakan perihal tiga orang ini, ketika beliau telah sampai di Majlis As-Syech Abu Al-Ghayst, beliau duduk dibelakang, As-Syech Ibrahim menceritakan sendiri pertemuan beliau dengan As-Syech Al-Wali Ibn Al-Jamil,cerita beliau;
”Ketika aku telah sampai akupun duduk dibelakang, dan tanpa kusadari aku bergumam didalam hati;
”Sungguh tidaklah aku datang dari Hadhramaut
kesini hanyalah semata-mata untuk menanyakan perihal tiga orang ini”
maka belumlah habis aku berkata didalam hati,As-Syech Abu Al-Ghayst telah mengetahui tujuan kedatanganku
,
beliau berdiri dan berkata:
”Siapakah diantara yang hadir bernama As-Syech Ibrahim?”,
lalu akupun mendatanginya
dengan ketajaman Firasah dan Kekasyafan beliau, As-Syech Abu Al-Ghayst memberitahukan apa yang ingin Syech Ibrahim Bafadhal tanyakan;
”Wahai Syech Ibrahim sesungguhnya engkau mendatangiku untuk menanyakan perihal As-Syech Muhammad bin Ali bukan?, As-Syech Abdullah Baqusyair dan lelaki yang tidak dikenal namanya?
As-Syech Ibrahim menjawab:
”Benar”
As-Syech Abu Al-Ghayst meneruskan
“Aku akan menjelaskan kepadamu perihal mereka bertiga, yang pertama (yaitu Sayyidina Al-Faqih Ra), tidaklah golongan kami (para Sufi dan Wali) dapat mencapai derajat beliau walaupun hanya setengahnya, adapun As-Syech Abdullah bin Ibrahim Baqusyair adalah seorang yang Sholeh, adapun orang yang satunya lagi adalah orang yang kupandang tidak mempunyai kelakuan yang baik”
Diriwayatkan bahwa As-Syech Alwi anak Sayyidina Al-Faqih Ra bertamu kepada As-Syech Ahmad bin Al-Ja’ad Ra, As-Syech Ahmad berkata kepada As-Syech Alwi:
”Apakah engkau “Alwi” yang sering disebut-sebut orang itu?”
jawab As-Syech Alwi:
”Benar aku adalah Alwi dan semoga aku dilindungi oleh Allah SWT dari jahatnya pengaruh omongan orang”
As-Syech Ahmad bertanya lagi kepada As-Syech Alwi:
”Bagaimana pendapatmu tentang Maqam Ayahmu Sayyidina Al-Faqih Ra?”
dijawab oleh As-Syech Alwi:
”Aku telah mengetahui keagungan Maqam ayahku tapi sulit bagiku untuk menjabarkannya”
Dalam satu kesempatan seorang Wali yang utama pada zamannya yaitu As-Syech Sufyan Al-Yamani berkunjung ke Tarim untuk berziarah kepada Nabi Allah Hud As dan kaum Sholihin yang berada disana, sekaligus untuk bertemu dengan Sayyidna Al-Faqih, lalu bertemulah beliau dengan Sayyidina Al-Faqih, Sayyidina Al-Faqih dalam kesempatan tersebut bertanya banyak kepada As-Syech Sufyan, mengenai masalah-masalah Ma’nawiyah di dalam Suluk, As-Syech Sufyan menjawab setiap pertanyaan beliau.Dalam pertemuan ini telah menghasilkan Takdib, Tahzib, dan Taqrib serta Ziyadah dan Faidah bagi beliau, kemudian setelah itu pulanglah As-Syech Sufyan ke Yaman, dan meninggalkan kesan yang mendalam kepada Sayyidina Al-Faqih Ra, dan hati beliau masih dipenuhi oleh banyaknya pertanyaan yang belum sempat beliau utarakan, dari permasalahan Tauhid dan Haqeqat, beliaupun meneruskan pertanyaan beliau melalui koresponden (surat menyurat) kepada Syech Sufyan, yang akhirnya membuat As-Syech Sufyan kewalahan dan akhirnya beliau menjawab;
”Sungguh kami tidak mengetahui jawaban dari pertanyaanmu, karena sudah melampaui kemampuan kami”, dari jawaban As-Syech Sufyan tersebut sudah jelas diketahui bahwa memang Maqam serta Ahwal-nya Sayyidina Al-Faqih Ra diakui oleh para Wali di zaman itu sudah melampaui mereka. Surat-surat Sayyidina Al-Faqih Ra masih disimpan sampai sekarang, selain surat menyurat kepada As-Syech Sufyan, Sayyidina Al-Faqih Ra juga berkirim surat kepada As-Syech Taj Al-Arifin Wama’din As-Shodiqin Sa’ad bin Ali Az-Zhofary (wafat di kota Syihr tahun 607 H). Surat Sayyidina Al-Faqih kepada As-Syech Sa’ad Az-Zhofary terdiri dari dua risalah yang terkumpul padanya rahasia ilmu-ilmu Kasyaf Ar-Robbany dan mengandung rahasia-rahasia Ma’nawy yang pelik dan tersembunyi,.Dengan beliau ini Sayyidina Al-Faqih banyak menanyakan Ahwal beliau yang sangat luar biasa, terkadang bagi As-Syech Sa’ad hal yang ditanyakan oleh Sayyidina Al-Faqih sangatlah sulit untuk di terima,walaupun keluarbiasaan (Khawariq Al-Adah) tersebut benar-benar terjadi pada diri Sayyidina Al-Faqih,dan Khawariq Al-Adah adalah sesuatu yang sudah lazim terjadi dikalangan para Wali, tetapi yang terjadi pada diri Sayyidina Al-Faqih sudah melampaui batas tertinggi Ahwalnya para Wali pada zaman itu;salah satunya yang diceritakan oleh Sayyidina Al-Faqih Ra kepada As-Syech Sa’ad bin Ali Az-Zhofary adalah bahwa beliau mi’raj kelangit ke Sidrah Al-Muntaha sebanyak tujuh kali dalam satu malam sampai dua puluh lima kali.

Karena berbagai keistimewaan beliau maka tak salah kalau para pecinta beliau menggubah sebuah syair, yang mengisyaratkan kedudukan Maqam beliau :

“Beliau adalah penghulu bagi seluruh wali sesudah beliau keutamaan beliau tidak diragukan lagi sebagai Khatam Al-Awliya”.

Yang dimaksud dengan kata-kata;
“Khatam Al-Awliya’” atau penutup para wali dalam syi’ir diatas bahwa beliau Sayyidina Al-Faqih Ra merupakan pemuka para Wali-wali Allah Jalla Wa’ala sebagaimana kakek beliau Baginda Rasul Allah SAW sebagai penghulu bagi seluruh Nabi dan Rasul, hal ini di-tashihkan oleh Sayyidina Al-Imam Al-Habib Abdurrahman As-Segaff dari Qoul Sayyidina Al-Faqih:

“ Aku diantara para wali, seumpama Nabi Muhammad diantara para Nabi.”

Maqam
“Qutb Al-Ghauts Al-Kubra” yang disandang Sayyidina Al-Faqih dalam dunia “Kewalian” seumpama “Kaisar” dalam imperium Romawi dan “Kisra” dalam imperium Persia .

Salah satu guru Sayyidina Al-Faqih Ra yaitu Al-Imam As-Syech Ali bin Ahmad Bamarwan berkomentar;
”Sesungguhnya engkau (Sayyidina Al-Faqih) telah mencapai satu derajat Imamah (kepemimpinan para wali) yang agung”
Dan berkata Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts Al-Habib Abdurrahman As-Segaff;
“Al-Imam Al-Faqih Muqaddam telah mencapai derajat Qutb selama waktu yang panjang”.
Dan telah berkomentar As-Syech Al-Arif Bahrul Ulum Wal Ma’arif Umar bin Salim bin Abu Qarah Ra.;
”Sungguh aku telah mengukur dan menimbang seluruh Maqam para Awliya’ pada zamanku kecuali Maqam Sayyidina Al-Faqih Ra. Yang tidak bisa kuukur karena Maqam beliau melampaui pengetahuanku”.

Lebih lanjut Al-Imam Al-Haddad menyiratkan Maqam Sayyidina Al-Faqih Ra dalam Syi’ir beliau;

“ Awalnya Maqam beliau (Sayyidina Al-Faqih) adalah Puncak dari seluruh Maqam yang bisa dicapai oleh para Wali pada zamannya,maka pikirkanlah bagaimanakah tingginya”

Dari As-Syech Al-Kabir Al-Arif Bahr Al-Ulum Al-Ma’arif Abi Al-‘Abbas Fadl bin Abdullah bin Abi Fadl Ra,beliau berkata;
”Banyak dari manusia mereka telah banyak mendapatkan dari Sayidina Al-Faqih Ra Keberkahan dan kebaikan yang banyak, dan yang paling banyak yang telah mendapatkan Keberkahan tersebut diantaranya adalah; As-Syaikhan Al-Kabiyraan (Dua Syech yang besar), Al-Arifan billah Ta’ala As-Syahiran, As-Syech Abdullah bin Muhammad Abu Ibad dan As-Syech Sa’Id bin Umar bin Lihaf, dua Syech ini dididik oleh Sayidina Al-Faqih Ra.

Diriwayatkan bahwa pernah disebutkan di depan Sayidina Al-Faqih Ra oleh beberapa murid beliau nama dan Kisah beberapa orang Wali besar, seperti As-Syech Agil Al-Munhiy, As-Syech Ma’ruf Al-Karakhiy, As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany, serta As-Syech Hayah bin Qays Al-Harany, maka berkata Sayyidna Al-Faqih Ra;
”Tidak ada Seorang pun diantara mereka yang bisa menyamaiku”
Antara Sayyidina Al-Faqih Ra,As-Syech Abu Madyan Ra,dan As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany Ra
Menurut Al-Imam Al-Habib Muhammad bin Husin Al-Habsyi dalam Kitab beliau; “Al-‘Uqud Al-Lukluiyah” beliau mengatakan:
”Sesungguhnya kepemimpinan para Wali diserahkan dari As-Syech Abdul Qadir Al-Jailaniy kepada As-Syech Abu Madyan Syu’aib Al-Maghriby yang akhirnya Diserahkan kepada Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra”
Sebagian para pemuka Tasawwuf berpendapat bahwa As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany adalah pemimpin para Wali Masyhur sedangkan Sulthan para Wali Mastur adalah Al-Faqih Al-Muqaddam, sedangkan perbandingan jarak derajat masyhur dan mastur tersirat dalam satu Qoul Tasawwuf.


“Sesungguhnya sudah beberapa banyak orang telah masyhur menjadi para wali hanya karena berkah dari satu wali mastur”.

Telah ditanya Al-Imam Al-Haddad Ra (ShohibAr-Ratib) oleh kalangan Ulama’ mengenai Al-Imam Al-Qutb Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan Al-Imam Al-Qutb Ar-Rabbany As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany yang manakah diantara mereka yang lebih utama?.Beliau berkomentar:
“Sesungguhnya mereka berdua adalah tokoh besar kaum sufi dan wali yang agung akan tetapi kami (Bani Alawi) bernisbah dan mendapatkan barokah dan Al-Madad dari penghulu kami Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali lebih besar”.

Sekali waktu As-Syech Muhammad bin Abdullah bin Abu Alwi Al-Makanniy bermujadalah dengan ayahnya, mengenai maqam As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany dan maqam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam, yang manakah diantara mereka yang lebih tinggi, As-Syech Muhammad bersikukuh mengatakan bahwa maqam Sayyidina Al-Faqih lah yang lebih tinggi dari As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany , sedangkan ayahnya mengatakan sebaliknya, akhirnya perselisihan mereka ini ditanyakan kepada
Sayyidina Al-Qutb Al-Ghauts Al-Habib Abdurrahman As-Segaff, beliau berkata:
”Tidaklah kami memuliakan seorang Wali pun diatas Sayyidina Al-Faqih Ra, dan setiap maqam Wali itu berubah sesudah wafatnya kecuali maqam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra”

As-Syech Muhyidin Ibn Al-Araby di dalam kitabnya Al-Futuhat mengatakan:
“Syech kami; Abu Madyan di Maghrib (penjuru Barat) dan As-Syech Abdul Qadir Al-Jailany di Masyriq (penjuru Timur), di dalam memberikan wejangan-wejangan bagi para murid dari kaum Thariqoh dan membimbing makhluk ke jalan Allah”.

Dari Tarbiyah As-Syech Abu Madyan sendiri telah menghasilkan para wali dalam jumlah seribu orang. Menurut As-Syech Abdullah bin As’ad Al-Yafi’iy Ra sebagian ulama’-ulama’ Tasawwuf dari Yaman Ilmu Thariqah mereka bernisbah kepada As-Syech Al-Kabir Al-Arifbillah Abu Madyan Syu’aib Al-Maghribi, kalau Abu Madyan Al-Maghribi adalah Imam para wali dan sufi di penjuru Barat sedangkan As-Syech Abdul Qodir Jailany Imam para wali dan sufi di penjuru Timur.


VIII.
KISAH-KISAH KARAMAH SAYYIDINA AL-FAQIH AL-MUQADDAM RA.

Berkata As-Syech Abdullah Al-Idrus didalam Kitab beliau
;”Al-Mawahib Al-Quddusiyah”As-Syech Ibrahim Baharwaz As-Syibamy mengatakan :
”Di Syibam masih disimpan Kitab-kitab yang menceritakan kekeramatan Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra yang berjumlah lebih kurang seratus Riwayat mengenai kekeramatan beliau”

Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam mempunyai Ahklak yang mulia, beliau dengan Ketawadhu’annya membawa sendiri ikan yang beliau beli dari pasar ke rumah beliau, beliau melazimkan Al-Khumul
Kekeramatan Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra sangatlah banyak beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Berzikirnya pohon-pohon dan batu-batu di Wadi An-Nua’ar
Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam telah melakukan Riyadhah dan Mujahadah yang sangat luar biasa, dan beliau telah ber-Uzlah di lembah An-Nu’air selama setahun beribadah siang dan malam, pada satu kesempatan anak beliau; As-Syech Ahmad mengikuti beliau ke Wadi An-Nu’air maka tatkala ia sampai di lembah tersebut dia melihat Al-Faqih Muqaddam sedang berzikir Jahr , dilihat oleh As-Syech Ahmad seluruh yang ada di lembah tersebut termasuk seluruh batu-batuan dan pohon-pohonan berzikir mengikuti Al-Faqih Muqaddam lalu pingsanlah anak beliau As-Syech Ahmad yang dikala itu masih muda kemudian ketika dia sadar ayah beliau; Sayyidina Al-Faqih Muqaddam memperingatinya agar jangan mengulangi mengikuti beliau ber-Uzlah di lembah tersebut.


Jalan masuk menuju tempat khalwat Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra di Wadi ‘An-Nu’air

Tempat Khalwat Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

2. Suara dari langit

Sayyidina Al-Faqih Ra didalam Bidayahnya mendengarkan seruan dari langit;

“Wahai Faqih Muhammad bin Ali, tingalkanlah urusan-urusanmu yang bersifat Zhohiriyah, menhadaplah engkau keharibaan kami, kamipun akan menyampaikan dan menolongmu, sesungguhnya kami mempunyai keinginan pada dirimu dan bagimu dari kami ni’mat yang selalu bertambah, lazimkanlah dirimu selalu ber-tafrid didalam Tauhid, dan ber-Tajrid di dalam Tafrid, kami akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan kami dan kami akan memberikan engkau keutamaan, maka jangan engkau jadikan keinginan kami tersamar dalam keinginanmu, dan jadikan kepada kami awal tujuanmu dan kembalimu, dan jangan engkau alihkan tujuanmu selain kepada kami sesungguhnya kami mempunyai hamba-hamba yang Khusus yang akan kami sampaikan hajat-hajat mereka darimu kepada kami”

3. Keadaan keluarga Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra sepeninggal beliau

Diriwayatkan bahwa As-Syech Al-Kabir Al-Arif billah Ta’ala Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ibad Ra datang ke Tarim sesudah wafatnya Sayyidina Al-Faqih Ra untuk menengok anak-anak Sayyidina Al-Faqih Ra beserta isteri beliau “Ummul Fuqara’ ” Al-Hababah Zainab R.anha, tatkala As-Syech Abdullah telah bertemu dengan Al-Hababah Zainab beliau berkata;
”Bagaimana keadaan kalian sepeningal Sayyidina Al-Faqih Ra?”
Al-Hababah Zainab R.anha menjawab:
”Keadaan kami sepeningal Sayyidina Al-Faqih tidak ada bedanya dengan sebelum beliau (Sayyidina Al-Faqih Ra) wafat, sedangkan keadaan Alwi bersama ayahnya sama sebagaimana pada waktu masa hidupnya, Ilmu dan Rahasia langit bagi kami seperti kami melihat Bumi mendatangi kami pada waktu siang dan malam, sedangkan Alwi datang kepadanya berselang sehari atau dua hari”

Rumah Sayyidina Al-Faqih Ra

4. Air yang naik dengan perintah Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Sayyidina Al-Faqih Ra dalam usia remaja yaitu ketika beliau masih belajar disalah satu Majlis Ta’lim di Masjid Tarim, beliau tertidur pulas ketika telah masuk waktu sholat, padahal bilamana ada siswa yang meninggalkan sholat berjama’ah akan dihukum oleh gurunya, (demikianlah pengajaran ketat di Tarim pada waktu itu yang betujuan untuk mendidik para siswanya untuk mengikuti sunnah-sunnah Rasul Allah SAW) sampai akhirnya para siswa sudah bersiap-siap untuk sholat berjama’ah Sayyidina Al-Faqih Ra masih tertidur, ketika beliau bangun beliau mengisyaratkan dengan tangan beliau kesumur Masjid tiba-tiba air pun naik dengan seizin Allah SWT lalu Sayyidina Al-Faqih Ra berwudhu’ dan tidak ketinggalan sholat berjama’ah.


5. Pembantu Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra yang hilang

Diriwayatkan bahwa Sayyidina Al-Faqih mempunyai seorang pembantu yang bernama “Khuraishoh” Khuraishoh ini sudah lama pergi dan tidak tahu lagi kabarnya hidup atau mati, maka bertanyalah keluarganya kepada Sayyidina Al-Faqih, Sayyidina Al-Faqih Ra kemudian terdiam sejenak lalu beliau mengangkat kepalanya ke langit, kemudian Sayyidina Al-Faqih Ra menjawab;
”Abu Khuraishoh belum mati”
kemudian keluarga Abu Khuraishoh bertanya lagi;
”Bagaimanakah anda mengatakan Abu Khuraishoh belum mati padahal kabar kematiannya sudah menyebar?”, Sayyidina Al-Faqih Ra menjawab;
”Aku telah melihat ke setiap istana yang berada di Syurga, dan Abu Khuraishoh tidak ada disana”
keluarga Abu Khuraishoh bertanya lagi;
”Coba anda lihat di Neraka barangkali Abu Khuraishoh disana?”
Sayyidina Al-Faqih Ra marah lalu berkata;
”Sungguh tidak akan masuk neraka para pembantuku”.
Tak lama berselang Abu Khuraishoh pulang, dan tidak kekurangan sesuatu apapun.

6. Pertolongan dengan Al-Madad dan Barakah dari Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Diceritakan oleh A-Syech Muhammad bin Ali bin Al-Faqih Ahmad bin Abu Alwi R.anhum dari paman beliau A-Syech Muhammad bin Al-Faqih Ahmad Ra beliau bercerita;
”Aku bermusafir dari Zhofar hendak menuju Syihr dengan perbekalan yang kami angkut dengan onta, pada waktu kami telah sampai di Ghizoh yang banyak rusak jalannya, jatuhlah perbekalan kami berantakan diatas gunung, rombongan kami pun merasa cemas terhadap para penduduk Ghizoh, karena mereka seringkali bila ada rombongan Khafilah yang perbekalannya berantakan mereka pun merampasnya sampai tidak ada lagi yang tersisa bagi pemiliknya.Para penduduk Ghizoh ketika melihat keadaan rombongan kami yang sedemikian rupa, merekapun berbondong-bondong menaiki kuda mereka, hendak menghampiri kami dengan bertujuan merampas harta benda kami.Ketika itu juga, aku beristighatsah kepada kakekku; Sayyidina Al-Faqih Ra belumlah sempat kuselesaikan Tawasulku, tiba-tiba rombongan kami terangkat diudara dan mendarat disatu lapangan yang agak jauh dari para penduduk seolah-olah ada yang membawa kami dan melemparkan kami, kamipun selamat dan merasa lega, para penduduk Ghizoh pun berlaku baik kepada kami, mereka malahan membantu kami mengemasi barang-barang,mereka kami beri upah, salah satu dari mereka memberitahu kepada kami, tatkala rombongan kami terangkat di udara,ia berkata;”Ketika aku melihatmu sedang berdo’a dan bertawassul tadi, aku melihat seseorang yang berjubah dan bersorban putih yang terbang dan mengangkat dan memindahkan rombongan kalian dari gunung kelapangan”, aku lalu memberitahukan kepadanya; ”Sungguh aku bilamana sedang tertimpa kesusahan aku beristighatsah kepada kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra dan dengan seizin Allah kesusahanku akan hilang pada saat itu juga”.sekali waktu aku baru sampai dari Habasyah dan aku membawa barang bawaan yang banyak, ketika aku sampai di kota Adn aku merasa bingung karena Amir Adn pada waktu itu suka merampas perbekalan orang asing yang melintas di Adn, lalu akupun bertawassul dan beristighatsah kepada kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra, setelah itu aku pun baru turun dari kapal tatkala aku telah turun kedarat,tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berkata kepadaku;”Bawalah barang-barangmu dan berjalanlah dari arah sana”sambil menunjuk kesatu arah, lalu akupun berjalan diarah yang ia tunjukkan kepadaku,sampai akhirnya sampailah aku dijalan besar di Adn dan selama itu akupun tidak mendapati seseorang pun yang menghentikan perjalananku dan mengambil barang bawaanku sampai akhirnya selamatlah aku sampai ditujuan semuanya itu dengan Rahmat Alllah SWT dan barakah dari kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra”

Diriwayatkan dari As-Syech Al-Arif Billah Alwi bin Ahmad bin Al-Faqih bin Abu Alwi R.anhum beliau berkata;
”Aku bermusafir dengan berombongan dari Hadhramaut salah seorang rombongan adalah As-Sayyid Muhammad bin Ali Al-Khatib R.a ke Yaman maka kami pun berlayar dengan kapal dari pelabuhan di kota Syihr, lalu kami pun berlayar, tapi ketika kami sampai ditengah laut, tiba-tiba ada badai yang menerpa kami yang membuat kapal kami hancur berkeping-keping, akupun berpegangan dengan sekeping kayu, dalam keadaan sedemikian rupa, aku beritighatsah dengan dengan kakekku, As-Syech Al-Faqih Muhammad bin Ali Ra,maka belumlah sempurna kalimatku tiba-tiba ada tali yang ujungnya tidak ada menjulur dari udara kearahku, akupun lalu berpegangan pada tali itu dan tali itu membawaku kedarat dengan selamat, tatkala aku sampai didarat akupun bertemu dengan As-Sayyid Muhammad bin Ali Al-Khatib yang sudah duluan sampai dan selamat kedarat, akupun berkata kepadanya;”Bagaimanakah keadaanmu?”, Ia menjawab;”Segala puji bagi Allah yang telah menggantikan segala musibah kita dengan keamanan”

Diriwayatkan dari As-Sayyid As-Sholeh Muhammad bin Ali bin Umar bin Abu Alwi Ra beliau bercerita;”Pada sekali waktu aku sedang berada di Adn, dan aku ingin melakukan perjalanan ke Hadhramaut dan tidak ada satu kemudahan bagiku untuk melakukan perjalanan ke hadhramaut dan tidak ada satu kapalpun di pelabuhan Adn yang bertujuan ke Syihr, keadaan yang sedemikian tersebut membuat pikiranku menjadi kalut, dan aku merasa takut akan membuat cemas keluargaku di Hadhramaut, pada malamnya aku beristighatsah dengan kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra sampai akhirnya akupun tertidur akupun bermimpi bertemu dengan sepupuku seorang Wali yang besar yaitu As-Syech Muhammad bin Ali (namanya sama tapi bukan Sayyidina Al-Faqih Ra), yang ingin datang menolongiku maka aku berkata padanya, “Kenapa engkau datang aku tidak meminta bantuanmu aku meminta tolong kepada kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra” didalam mimpiku aku melihat serombongan Ba’alawi yang sedang berkumpul, lalu turunlah kepada kami Sayyidina Al-Faqih Ra, beliau berkata;”Aku datang untuk menolongi orang yang meminta pertolonganku di Adn siapa orangnya?” akupun lalu menjawab;”Akulah orangnya wahai kakekku” kemudian akupun lalu terbangun, setelah aku Sholat Shubuh aku lalu pergi menuju ke Pelabuhan, menunggu pertolongan yang dijanjikan oleh Sayyidina Al-Faqih Ra, tak lama aku menunggu kudapati kapal yang baru datang, yang semuanya menuju ke Syihr yang dengan Qudrah-Nya dirapatkan kepelabuhan Adn maka akupun lalu bisa berlayar dengan Rahmat Allah SWT dan Barakah dari kakekku Sayyidina Al-Faqih Ra.”

7. Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dan kebun kurma yang terbakar

Sayyidina Al-Faqih Ra mempunyai satu kebiasaan, yaitu beliau bilamana pada waktu pagi selalu berkata pada teman-teman beliau;
”Siapakah diantara kalian yang bermimpi semalam?”dan bilamana ada diantara teman-teman Sayyidina Al-Faqih yang bermimpi mereka akan menceritakannya pada Sayyidina Al-Faqih Ra.Pada satu ketika ada seseorang yang sebenarnya berhajat kepada Sayyidina Al-Faqih Ra yang berkata kepada beliau berpura-pura ia bermimpi katanya;
”Sungguh aku telah bermimpi semalam, seolah Dunia telah kiamat dan seolah-olah ada yang menyeru;”Mana Junaid? Mana Fulan bin fulan ia menyebutkan beberapa Wali”, kemudian sipenyeru ini berseru lagi;”Dimanakah As-Syech Al-Faqih Al-Muqaddam?”ada yang menjawab; ”As-Syech Al-Faqih sedang asyik dengan kurmanya” karena itulah yang membuat Dunia menjadi Kiamat As-Syech Al-Faqih telah lupa mengurus perkara-perkara Allah SWT dan Makhluk—Nya”
maka tatkala Sayyidina Al-Faqih mendengarkan penuturan lelaki tersebut tiba-tiba Sayyidina Al-Fqih beteriak;
”Terbakarlah Kurma!”,
lalu terbakarlah kebun kurma Sayyidina Al-Faqih Ra, lalu berkatalah orang tersebut dengan nada menyesal; ”Sungguh aku telah berbohong agar engkau membagikan kepada kami Kurmamu”Sayyidina Al-Faqih menjawab, “Tidak ada kepentingan bagiku terhadap segala sesuatu yang menjauhkan aku kepada Tuhan-ku walaupun engkau berbohong”.

Tempat kurma Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, semuanya berjumlah 300 buah yang digunakan untuk menampung kurma yang akan dibagikan kepada fakir miskin

8. Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dan Nabi Allah Hud As

Diriwayatkan bahwa Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra berkata;
”Sungguh sekali dalam satu tahun aku tidak berziarah kepada Nabi Allah Hud As, maka ketika aku sedang duduk disatu tempat yang atapnya tinggi tiba-tiba datang kepadaku Nabi Allah Hud As, yang menundukkan kepalanya ketika hendak masuk, tatkala ia telah dekat denganku beliau ia berkata;”Wahai Syech Al-Faqih bilamana engkau tidak berziarah kepada kami, maka kamilah yang akan berziarah kepadamu”aku bertanya kepada beliau;”Wahai Nabi Allah Hud As dari manakah anda tadi?”beliau menjawab;”Aku dari mendatangi anakku Hadun”.

Makam Nabi Allah Hud As

9. Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam dan Nabi Allah Khidir As

Berkata As-Syech Abdurrahman Al-Khatib Ra didalam kitabnya;
”Al-Jauhar As-Syafaf”, dan beberapa para pemuka kaum Sufi meriwayatkan juga bahwa telah berkata As-Syech Abdurrahman bin Muhammad As-Segaff Ra;
”Pada satu ketika Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddan Muhammad bin Ali Ra sedang berkumpul bersama para sahabatnya maka datanglah kepada mereka Abu Al-Abbas Nabi Allah Al-Khidhir As dalam rupa seorang Badwi, dan diatas kepalanya membawa Zabid maka tatkala ia mendekati Majlis Sayyidina Al-Faqih Ra mengambil Zabid tersebut dari kepalanya,dan Zabid tersebut dimakan oleh Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra kemudian Nabi Allah Khidhir As pergi, para sahabat Sayyidina Al-Faqih Ra melihat kejadian ini, merasa heran dengan kelakuan Sayyidina Al-Faqih Ra, lalu mereka pun bertanya kepada beliau;”Wahai Sayyidina Al-Faqih Ra siapakah orang Badwi tersebut?”Sayyidina Al-Faqih Ra memberitahukan kepada mereka;”Badwi tersebut sebenarnya adalah Abu Al-Abbas Nabi Allah Khidhir As.”

10. Hadirnya Sayyidina Al-Faqih dalam sholat Jenazah

Meriwayatkan As-Syech Sa’id bin Umar Lihaf dari anaknya, Muhammad bahwa beliau berkata; ”Tidaklah kami sholat atas jenazah seorang Muslim kecuali beliau (As-syech Al-FaqihRa), hadir dan ikut Sholat bersama kami padahal beliau telah wafat”, dan telah berkata As-Syech Abdullah bin Muhammad Abu Ibad Ra; ”Tidaklah kami Sholat atas jenazah, kecuali As-Syech Al-Faqih Ra hadir dan ikut sholat bersama kami” ,berkomentar As-Syech Abdurrahman Al-Khatib Ra, ”Sayyidina Al-Faqih Ra mendatangi jenazah mereka, karena Sayyidina Al-Faqih Ra menyayangi kaum Muslimin dan kedatangan beliau dikarenakan untuk memberikan Syafa’ah Kewilayahan beliau kepada mereka, kalau mereka ditimpa oleh kesusahan, Sayyidina Al-Faqih Ra akan menolongi mereka karena Sayyidina Al-Faqih Ra berakhlak dengan Nama-nama Allah SWT dan dengan Akhlak Baginda rasul Allah SAW,dan telah berfirman Allah SWT kepada Nabi-Nya
;”Tidaklah Aku utus engkau wahai Muhammad kecuali agar menjadi Rahmat bagi semesta alam”
,seperti itulah keadaan para Nabi dan Awliya’ tidaklah Allah SWT mengutus para Nabi dan mengangkat para Wali, kecuali menjadikan mereka sebagai Rahmat bagi segenap Makhluk-Nya,diriwayatkan bahwa termaktub didalam beberapa Kitab Allah yang diturunkan kepada para Nabi yang terdahulu bahwa berfirman Allah SWT;”Aku adalah Tuhan yang penyayang dan aku tidak menyayangi orang yang yang tidak mempunyai sifat kasih sayang”

11. Mi’rajnya Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Murid Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, yaitu As-Syech Sa’id bin Umar Lihaf selalu menyaksikan Sayyidina Al-Faqih Ra Mi’raj kelangit setiap malam, dan hal ini memang atas perintah Sayyidina Al-Faqih Ra, bilamana beliau melihat sesuatu, maka hal tersebut diberitahaukan kepada Sayyidina Al-Faqih Ra, pada satu ketika Sayyidina Al-Faqih Ra baru turun dari Mi’raj beliau As-Syech Sa’id melihat sesuatu yang berkilau berbentuk bulat melekat dibaju Sayyidina Al-Faqih Ra kemudian diambil oleh As-Syech Sa’id, kemudian diberitahukannya kepada Sayyidina Al-Faqih Ra, Sayyidina Al-Faqih tersenyum dan berkata;

“Wahai Lahif kami mendapatkan yang engkau pegang itu dari langit sedangkan engkau mengambilnya dari bajuku tanpa bersusah payah”

Dari As-Syech Al-Arif billah Fadl bin Abdullah Ra beliau berkata:
”Sesungguhnya onta Sayyidina Al-Faqih Ra mengetahui jalan dilangit sebagaimana jalan di Bumi”.



12. Marahnya Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Telah diriwayatkan bahwa As-Syech Muhammad bin Ustman As-Syamhuniy Az-Zhofary mendatangi anak-anak Sayyidina Al-Faqih Ra setelah Sayyidina Al-Faqih Ra wafat, maka beliau disambut oleh Al-Habib Alwi Al-Ghuyur dan Al-Habib Abdurrahman menjemput As-Syech Muhammad dari luar kota, tatakala mereka telah bertemu berziarahlah mereka bersama-sama ke makam para Wali dan beberapa orang Sholihin, kemudian Al-habib Abdurrahman berpesan kepada saudaranya yaitu;As-Syech Alwi Al-Ghuyur;
”Wahai Alwi aku hendak pulang terlebih dahulu kerumah mempersiapkan jamuan untuk As-Syech Muhammad, sedangkan engkau tunggulah disini temani As-Syech Muhammad”
Kemudian Al-Habib Abdurrahman pulang kerumahnya, dan Al-Habib Alwi menemani As-Syech Muhammad ,setelah Al-Habib Abdurrahman pulang datanglah As-Syech Ibrahim bin Yahya Abu Fadhal Ra, dia berkata kepada Al-Habib Alwi Al-Ghuyur Ra;
”Wahai Alwi aku ingin agar engkau bersedia untuk menyerahkan kepadaku untuk menjamu As-Syech Muhammad”
Al-Habib Alwi Al-Ghuyur mengizinkan As-Syech Ibrahim untuk membawa As-Syech Muhammad, kemudian pulanglah Al-Habib Alwi Al-Ghuyur, ketika Al-Habib Abdurrahman bertemu dengan Al-Habib Alwi sendirian tidak bersama As-Syech Muhammad bertanyalah Al-Habib Abdurrahman kepada Al-Habib Alwi perihal As-Syech Muhammad, Al-Habib Alwi lalu memberitahukan bahwa As-Syech Muhammad dibawa oleh As-Syech Ibrahim, murkalah Al-Habib Abdurrahman, beliaupun langsung menemui As-Syech Muhammad setelah beliau bertemu dengan As-Syech Muhammad beliaupun menumpahkan segala kekesalannya kepada As-Syech Muhammad karena memenuhi undangan As-Syech Ibrahim dahulu, padahal beliau sudah mempersiapkan jamuan untuk As-Syech Muhammad dirumah beliau, As-Syech Muhammad mengahadapi kekesalan Al-Habib Abdurrahman dengan senyuman dan penuh ketawadhu’an, maka setelah Al-Habib Abdurrahman melihat keluhuran Akhlak As-Syech Muhammad beliaupun menyesali diri beliau yang terlalu mengikuti hawa nafsu, beliaupun pergi ke Masjid dan ber-I’tikaf dan beliau berniat tidak akan keluar dari Masjid sebelum As-Syech Muhammad memaafkan perlakuan beliau terhadap As-Syech Muhammad, tak lama kemudian As-Syech Muhammad mendatangi Al-Habib Abdurrahman dengan muka ketakutan, dan berkata kepada beliau;
”Wahai Abdurrahman urungkanlah niatmu untuk meminta maaf kepadaku, karena aku takut terhadap ayahmu (Sayyidina Al-Faqih) karena beliau tadi telah mendatangiku dalam keadaan marah kepadaku seperti singa dan ia berkata kepadaku;”Wahai Muhammad apakah engkau ingin menghinakan anakku dengan akhlakmu?”
Diriwayatkan bahwa As-Syech Barakwah pergi keTarim bermaksud mengajak penduduk Tarim kepada Mazhab Thariqah yang dianutnya, sesampainya di Tarim ia bermimpi didatangi oleh Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, karena Imam Thariqah penduduk Tarim, adalah Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra.

13. Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dan guru beliau As-Syech Ali Bamarwan Ra

Dalam cerita yang masyhur yaitu kejadian antara Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam dan guru Fiqh beliau As-Syech Ali Bamarwan dikisahkan, bahwa Sayyidina Al-Faqih Ra setelah menerima Khirqah dari As-Syech Abdullah As-Sholeh Al-Maghriby Ra, dijauhi oleh As-Syech Ali Bamarwan dengan maksud agar Sayyidina Al-Faqih menekuni kembali Dunia Fiqh karena As-Syech Ali Bamarwan menginginkan Sayyidina Al-Faqih menjadi Imam bagi para Faqih, sebagaimana yang dikatakannya kepada Sayyidina Al-Faqih;
”Aku menginginkanmu menjadi Imam kami (Ahli Fiqh) sebagaimana Ibnu Fuwraq, sedangkan engkau sekarang mengambil jalan Tasawwuf dan menjauhi kami”
As-Syech Ali Bamarwan tetap menjauhi Sayyidina Al-Faqih sampai akhir hayatnya tatkala As-Syech Ali Bamarwan sakit yang telah parah Sayyidina Al-Faqih Ra sedang berada di ‘Ajz yaitu satu daerah di pedalaman Hadhramaut, jaraknya dari Hadhramaut berkisar setengah hari perjalanan, segera menemui As-Syech Ali Bamarwan tetapi Sayyidina Al-Faqih Ra terlambat dan As-Syech Ali Bamarwan telah wafat dan telah dikebumikan, Sayyidina Al-Faqih lantas beri’tikaf di Masjid , tak lama setelah Sayyidina Al-Faqih Ra beri’tikaf, dengan seizin Allah As-Syech Ali Bamarwan yang telah dikebumikan hidup kembali dan menemui Sayyidina Al-Faqih Ra pada waktu Shubuh, mereka berduapun terlibat percakapan, Sayyidina Al-Faqih Ra bertanya kepada As-Syech Ali Bamarwan;
”Bagaimanakah aku disisi kalian Ahli kubur?”
As-Syech Ali Bamarwan menjawab;
”Kami semua (ahli barzakh) mengharapkan engkau menjadi Imam sebagaimana ahli Dunia memintamu menjadi Imam”
Tatkala mereka sedang bercakap-cakap, tiba-tiba datanglah Hamid (Mu’azzin di Masjid itu) yang hendak melakukan Azan Shubuh iapun menyaksikan kejadian luar biasa tersebut yaitu bertemunya As-Syech Ali Bamarwan yang sudah wafat dengan Sayyidina Al-Faqih Ra, Hamid meminta Do’a kepada mereka berdua, Hamid yang merasa tidak kuat untuk tidak bercerita kepada masyarakat luas meminta izin kepada Sayyidina Al-Faqih Ra agar ia dizinkan untuk memberitahukan kejadian tersebut kepada masyarakat, ia terus meminta izin sampai akhirnya Sayyidina Al-Faqih meminta Hamid agar tidak menceritakan hal tersebut kemasyarakat luas selagi Sayyidina Al-Faqih Ra masih hidup, dan Hamid pun mematuhi permintaan Sayyidina Al-Faqih Ra sehingga pada waktunya, yaitu setelah Sayyidina Al-Faqih Ra meninggal, Hamid yang tidak kuasa lagi menyimpan pengalaman luar biasa yang dia alami menceritakan kejadian tersebut ia berteriak dengan suara lantang kemasyarakat yang sedang menghadiri pemakaman Sayyidina Al-Faqih Ra.

14. Kejadian menjelang Akhir hayatnya Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra dan ramalan beliau

Di akhir hayat Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra,beliau mengalami Al-Waridat yang agung sehingga terbukalah bagi beliau rahasia-rahasia Al-Laduniyah dan Al-Wahbiyah, terbentang bagi beliau Asrar Ar-Rabb , sehingga menenggelamkan beliau dalam lautan Shibghah Ar-Rabbany, dan Allah SWT membukakan bagi beliau rahasia-rahasia Malakut dan Jabarut, diselimuti oleh An-Nur Al-Lataif, beliau hanyut dalam hal yang sedemikian rupa selama lebih kurang 100 hari, tidak makan makanan sesuap pun dan tidak meminum air barang setegukpun, dalam keadaan beliau yang seperti itu ada seseorang yang berkata kepada beliau membacakan satu ayat;

“Setiap yang bernyawa pasti mati”
Dijawab oleh Sayyidina Al-Faqih;

“Aku tidak mempunyai nyawa(Nafs)”
Kemudian disebutkan lagi satu ayat Al-Qur’an kepada beliau;

“Setiap segala sesuatu itu Fana’”
Dijawab oleh beliau;

“Aku tidak mempunyai ke-Fana’an”
Kemudian disebutkan lagi kepada beliau;

“Segala sesuatu itu akan celaka kecuali zat-Nya”
Dijawab oleh beliau;

“Aku dari cahaya zat-Nya”

Dalam keadaan beliau yang sedemikian rupa beliau selalu menolak makanan yang disuapkan kepada beliau,sehingga pada suatu saat, tatkala makanan telah masuk keperut beliau, terdengarlah satu suara yang didengar oleh orang banyak;
”Kalau kalian semua telah merasa bosan terhadapnya (Sayyidina Al-Faqih) Kami akan menerimanya, kalau kalian meninggalkannya dari makanan dia akan tetap Kami hidupkan”
Didalam satu riwayat dikatakan ketika detik-detik terakhir hayat beliau tatkala beliau hendak disuapi, mata beliau terbuka, dan beliau berkata;
”Apakah kalian telah bosan terhadapku?”
lalu beliaupun wafat.
Sebelum Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra wafat, beliau sempat meramalkan beberapa kejadian yang akan terjadi, beberapa diantaranya adalah:
1. Terbakarnya kota Baghdad dan terbunuhnya Khalifah dikala itu disaat yang sama.
2. Akan terjadinya banjir di Hadhramaut, banjir ini benar-benar terjadi dan menelan korban jiwa sebanyak 400 orang banjir ini dikenal dengan nama “Jahisy”
3. Terjadi juga banjir, yang menimpa kota Baghdad, banjir ini terjadi pada bulan Jumadil Akhir th 654 H, mengakibatkan meluapnya sungai Dajlah sehingga airnya meluap menggenangi kota Baghdad dan sekitarnya, merobohkan rumah Wazir kota Baghdad dan rumah-rumah penduduk, sebanyak lebih kurang 330 rumah dan juga banyak menelan korban jiwa.
4. Terbakarnya Masjid Nabawi diawal bulan Ramadhan th 654 H.
5. Invasi suku Tartar ke Baghdad, satu tragedi besar dalam Dunia Islam, yaitu penyerbuan suku Mongol dibawah pimpinannya Jenghis Khan yang membuat terbunuhnya Khalifah serta pembantaian besar-besaran disertai dengan pembakaran buku-buku Ilmu Pengetahuan yang tidak ternilai harganya semuanya ini terjadi pada bulan Shofar th 654 H.
Semua kejadian diatas terjadi pada th 654 H, satu tahun setelah Sayyidina Al-Faqih wafat, berarti semua kejadian tersebut telah diramalkan oleh beliau lebih kurang setahun sebelum kejadian-kejadian tersebut diatas terjadi.



15. Keberkahan, Al-Madad, dan Al-Asrar yang diturunkan Allah SWT disisi makam Sayyidina
Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Banyak Qoul dari para Wali besar yang mengatakan bahwa pada makam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam banyak diturunkan Rahmat Allah SWT dan disisi makam beliau banyak terdapat kebaikan, berapa banyak orang yang susah yang dilepaskan dari kesusahannya dan berapa banyak orang yang sakit telah sembuh dari penyakitnya dikarenakan Keberkahan dari Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra.Mengenai keberkahan dan kemujaraban yang didapatkan dari ber-Istighatsah dan bertawassul disisi makam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra diceritakan ada seorang lelaki yang matanya bengkak sehingga membuatnya tidak bisa tidur dalam waktu yang lama, ia kemudian pergi kemakam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra, selanjutnya ia berkisah:
”Ketika aku telah tiba disisi makam Sayyidina Al-Faqih kuletakkan kepalaku disisi makam beliau kemudian aku tertidur sebentar dan ketika aku bangun bengkak pada mataku telah hilang seketika itu juga”

Makam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra

Bercerita As-Syech Ahmad bin Muhammad Abu Harmiy :
”Suatu ketika aku ingin keluar untuk berziarah ke kubur para Awliya’ di Zanbal, Tarim, yanng pertama kali kuziarahi adalah kubur para Khutaba’ , ketika aku akan membaca Salam kepada para Ahli kubur , tiba-tiba ada dua orang laki-laki yang memegang kedua tanganku disebelah kanan dan sebelah kiriku kemudian mereka mengangkatku diudara dan memindahkan diriku kedepan makam Sayyidina Al-Faqih Ra, kemudian mereka berkata kepadaku:”Kalau engkau hendak berziarah berilah salam terlebih dahulu kepada Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra, kemudian setelah itu barulah engkau boleh berziarah kepada siapa yang engkau ingin ziarahi,hal ini mesti engkau dahulukan walupun kubur orang yang ingin engkau ziarahi jaraknya jauh dari makam Sayyidna Al-Faqih” kemudian aku bertanaya kepada mereka :”Siapakah anda berdua ini?” Kami adalah Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar” kemudian merekapun menghilang.
Menurut para Ahli Arifin, menerangkan bahwa barang siapa yang ingin berziarah kepekuburan “Zanbal” sebelum berziarah kepada Sayyidina Al-Faqih maka batallah ziarahnya.
Seorang Sholihin bercerita;
”Pada satu waktu aku sedang berada disatu tempat yang sangat menakutkan, akupun lalu bertawassul dan beristighatsah dengan beberapa orang Sholih yang kukenal, kemudian akupun tertidur, dan akupun bermimpi ada yang berkata;”Engkau tidur ataupun bangun tidak akan menyelamatkanmu dari kami kecuali Allah SWT, dan As-Syech Muhammad bin Ali Ra “akupun lalu mengadu kepada beliau, dan bertanya siapakah beliau ini? Lalu ada yang berkata;”Beliau adalah dimakamkan di makam ini” akupun lalu melihat dalam mimpiku makam Sayyidina Al-Faqih Ra”.

As-Syech Muhammad bin Abu Bakar Ba’ibad Ra sering berziarah kemakam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra bilamana beliau lewat makam Sayyidina Al-Faqih Ra beliau langsung berziarah walaupun awalnya tidak bertujuan untuk berziarah misalnya hanya kebetulan lewat, keseringan berziarahnya As-syech Muhammad Ba’ibad Ra ke makam Sayyidina Al-Faqih menimbulkan kebingungan dikalangan pengikut beliau,karena beliau sendiri melarang orang untuk berziarah kubur, sehingga ada yang bertanya kepada beliau;
”Kenapa anda selalu berziarah ke makam Sayyidina Al-Faqih? Padahal anda sendiri melarang orang untuk berziarah kekuburan?”
beliau menjawab;
”Bilamana aku melihat makam Sayyidina Al-Faqih, aku tidak kuasa untuk tidak menziarahinya”
Didalam Kitab “Al-Anmuzaj Al-Latif” disebutkan bahwa telah berkata As-Syech Fadl bin Abdullah:
”Sayyidina As-Syech Al-Faqih Muhammad bin Alwi bin As-Syech Ahmad bin Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ra beliau berkata:”Tempat duduk yang paling aku cintai didunia ini adalah duduk disisi makam kakekku Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam”
Dan telah bercerita As-Syech Abdullah bin Alwi Ra:”Pada satu ketika aku berada disatu padang rumput dan aku ditimpa demam yang sangat tingi sehingga hampir-hampir membuatku hilang kesadaran dan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa akupun terpikir bahwa hal ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi aku pun lalu mendatangi makam Sayyidina Al-Faqih Ra,kemudian kututup mataku dan kupanjangkan tanganku keatas makam Sayyidina Al-Faqih Ra kemudian aku bertawasshul”Aku meminta kepada Allah SWT dengan keberkahanmu agar dihilangkan-Nya demam panas yang menimpaku” kemudian aku mendengar suara yang berkata kepadaku;”Kucukupi/kupenuhi” lalu kutarik tanganku dan kubuka mataku,kemudian hilanglah demam dari diriku dan tidak pernah menimpaku lagi”.


16. Do’a Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra bagi keturunan beliau

Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddam Ra berdo’a untuk anak keturunan beliau dengan tiga permintaan beliau yang telah di Ijabah oleh Allah Jalla Wa’Ala, do’a Sayyidina Al-Faqih Ra untuk anak keturunannya tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tidak dikenal oleh masyarakat umum (Mastur) dan tidaklah mereka terjun dalam kemasyarkatan kecuali dalam keadaan Faqir dan mencintai kaum fakir miskin.
2. Jangan sampai mereka dikuasai oleh penguasa yang menzhalimi mereka
3. tidak ada yang mati dalam keadaan masih berhajat kepada urusan Duniawinya, yaitu tidak mempunyai hajat Duniawi yang bisa memberikan Mudharat kepada urusan agamanya.