JABIR
IBNU ABDULLAH AL-ANSHARI RODHIALLAHU ‘ANHU
Rombongan
kendaraan melaju mempercepat langkah dari Yatsrib ke Mekah karena didorong oleh
rasa kerinduan kepada seseorang yang dicintai. Mereka sudah berjanji kepada
Rasulullah untuk bertemu. Setiap orang yang berada di rombongan itu sangat
rindu dengan suatu waktu pada saat akan merasakan kebahagiaan bertemu dengan
Nabi Muhammad Shalalllahu ‘alaihi wasallam dan meletakkan tangan di
atas tangan beliau dengan membaiatnya untuk selalu mendengarkan perintahnya
dan taat, serta berjanji untuk saling menguatkan dan menolong.
Di antara
rombongan itu, ada orang tua, salah seorang pemuka kaum, membonceng anak
laki-laki satu-satunya yang masih kecil di belakangnya. Ia meninggalkan
sembilan anak perempuan di Yatsrib karena ia tidak memiliki anak laki-laki yang
kecil selainnya. Orang tua itu sangat ingin anaknya bisa menyaksikan bai’at
dan tidak kehilangan hari agung yang dianugerahkan itu. Orang tua itu bernama Abdullah
ibnu Amr al-Khazraji al-Anshari.
Anaknya bernama Jabir ibnu Abdullah al-Anshari.
Keimanan bersinar
di hati Jabir ibnu Abdullah, sedangkan ia masih kecil dan segar. Keimanan pun
menyinari setiap sendinya. Islam menyentuh jiwanya yang halus seperti
tetesan-tetesan hujan menyentuh kelopak bunga. Tetesan-tetesan itu pun
membukanya dan memenuhinya dengan semerbak wangi-wangian. Hubungan Jabir dan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjadi kuat sejak mudanya.
Ketika Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam yang mulia datang berhijrah ke Madinah, anak kecil yang
mukmin ini berguru kepada Nabi pembawa petunjuk dan rahmat. Ia pun menjadi
sebagian orang utama yang diluluskan oleh pendidikan Muhammad menjadi penghafal
Kitab Allah untuk kepentingan manusia dan menjadi periwayat hadits Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam. Cukuplah kita mengetahui bahwa Musnad Jabir ibnu
Abdullah terkumpul di antara kedua sisinya sebanyak 1.540 hadits. Dihafallah
semua hadits itu oleh seorang murid yang pandai dan meriwayatkannya dari Nabi
kaum muslimin yang agung. Imam
Bukhari
dan Imam
Muslim
menetapkan dalam dua kitab shahihnya lebih dari 200 hadits dari
hadits-haditsnya. Ia menjadi sumber penyiaran dan petunjuk bagi kaum muslimin
sepanjang waktu. Allah pun memanjangkan kehidupannya sehingga umurnya sampai
satu abad.
Jabir ibnu
Abdullah tidak mengikuti Perang Badar dan Perang Uhud bersama Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam karena di satu sisi ia masih kecil dan di sisi lain
ayahnya memerintahkannya untuk tinggal bersama sembilan saudara perempuannya.
Hal itu terjadi karena tidak ada seorang pun selainnya yang menjaga urusan
mereka.
Jabir
menceritakan, “Ketika pada suatu malam menjelang Perang Uhud, ayah memanggilku
dan berkata, ‘Sungguh aku tidak melihat diriku, kecuali terbunuh bersama
sahabat-sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan
sesungguhnya, demi Allah, aku memiliki utang kepada seseorang. Kau lunasilah
utangku, sayangilah saudara-saudara perempuanmu, dan berikanlah wasiat kebaikan
kepada mereka.”
Ketika waktu sudah
pagi, ayahku menjadi orang pertama yang terbunuh di Perang Uhud. Ketika ingin
menguburkannya, aku mendatangi Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dan
berkata, “Wahai Rasulullah, ayahku telah membebankan utangnya kepadaku. Dan aku
tidak memiliki sesuatu pun untuk melunasinya, kecuali apa yang dapat dipetik
dari pohon kormanya. Kalau aku mengandalkan pohon itu untuk melunasi utangnya,
maka aku akan melunasinya selama beberapa tahun, sedangkan saudara-saudara
perempuanku tidak memiliki harta untuk dinafkahkan kecuali dari pohon itu.”
Rasulullah berdiri
dan pergi bersamaku ke tempat penyimpanan korma kami. Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam berkata kepadaku,
“Panggillah orang-orang yang berpiutang kepada ayahmu.”
Maka aku pun
memanggil mereka. Beliau masih saja menakar hingga Allah melunasi utang ayahku
dengan korma. Aku melihatnya seperti sediakala, seakan-akan tidak berkurang
satu biji korma pun.
Sejak ayahnya
meninggal, Jabir tidak pernah absen dari satu peperangan pun bersama Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam.. Di setiap peperangan, ia mengalami
sebuah peristiwa yang diriwayatkan dan dijaga. Kita tinggalkan pembicaraan
tentangnya. Ia sendiri yang menceritakan salah satu peristiwa bersama
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..
Jabir berkata,
“Pada hari persiapan Perang Khandaq, kami menggali. Lalu batu besar yang keras
menghalangi kami, sehingga kami pun tidak mampu untuk memecahkannya. Kami
datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,
‘Wahai Nabi Allah, jalan kami terhalang dengan batu besar yang keras.
Cangkul-cangkul kami tidak dapat berbuat apa pun terhadapnya.’ Maka Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Tinggalkan
batu itu, aku akan turun ke batu itu.’
Kemudian beliau berdiri sedangkan
perutnya diganjal dengan batu karena sangat lapar. Hal itu terjadi karena kami
tidak makan selama tiga hari. Maka beliau mengambil cangkul dan memukul batu
itu. Maka batu itu pun menjadi pasir secara perlahan-lahan.”
Ketika itu,
keinginanku untuk menolong rasa lapar yang menimpa Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam bertambah. Maka aku pun menghadapnya dan berkata, “Apakah kau
izinkan aku pergi ke rumahku wahai Rasulullah?”
Beliau berkata, “Pergilah.”
Ketika sampai di
rumah, aku berkata kepada istriku, “Aku lihat baginda Rasulullah merasakan rasa lapar
yang amat sangat. Tidak ada seorang pun manusia yang dapat menahannya. Apakah
kau mempunyai sesuatu?”
Dia berkata, “Aku punya sedikit
biji gandum dan kambing kecil.”
Aku berdiri menuju
kambing itu lalu menyembelihnya dan memotong-motongnya. Setelah itu, aku
letakkan di kuali. Aku juga mengambil biji gandum dan menggilingnya. Lalu aku
serahkan kepada istriku. Ia pun memasaknya. Ketika aku tahu daging itu hampir
matang, dan adonan sudah lembut dan hampir matang, aku pergi menuju Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam.. Aku katakan kepadanya, “Kami sudah membuat sedikit
makanan untukmu wahai Nabi Allah. Makanlah beserta satu orang atau dua orang
yang kau ajak makan bersamamu.”
Beliau bertanya, “Berapa
banyak makannya?”
Aku pun
menyebutkan banyaknya. Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
tahu ukuran makan itu, beliau berkata, “Wahai
para pembuat parit, Jabir telah membuat makanan untuk kalian. Kemarilah kita
menuju rumahnya.”
Kemudian beliau
menoleh kepadaku dan berkata, “Pergilah
ke istrimu dan katakan kepadanya, ‘Jangan kau turunkan kualimu dan jangan kau
buat roti adonanmu sampai aku datang.’”
Aku pun pergi ke
rumah. Aku merasa gundah dan malu. Tidak ada yang tahu keadaanku ini kecuali
Allah. Aku pun berkata, “Apakah penduduk Khandaq akan datang kepada kita dengan
hanya disuguhi satu sha gandum dan satu kambing kecil?”
Aku pun menemui
istriku dan berkata, “Celakalah engkau, ketahuan keadaanku yang sebenarnya.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam akan datang bersama semua
pembuat parit ke rumah kita.”
Ia pun berkata, “Apakah beliau berkata, ‘Berapa banyak makananmu?’”
Ia pun berkata, “Apakah beliau berkata, ‘Berapa banyak makananmu?’”
Aku jawab, “Ya.”
Ia berkata, hilangkanlah kegundahanmu dari dirimu, Allah dan Rasul-Nyalah lebih tahu. Hilanglah kesedihanku dengan perkataannya itu.
Ia berkata, hilangkanlah kegundahanmu dari dirimu, Allah dan Rasul-Nyalah lebih tahu. Hilanglah kesedihanku dengan perkataannya itu.
Makanan itu hanya
sedikit hingga Rasulullah tiba. Bersama beliau, ada orang-orang Anshar dan
Muhajirin. Beliau berkata, “Masuklah
dan jangan berdesak-desakan.”
Kemudian beliau
berkata kepada istriku, “Datangkan
seorang pembuat roti untuk membuat roti bersamamu. Duduklah menunggui kualimu
dan jangan menurunkannya dari tempat apinya.”
Kemudian ia pun
mulai memperbanyak roti, mengisinya dengan daging, dan mendekatkannya kepada
para sahabat beliau, sedangkan mereka menyantap makanan hingga semuanya
kenyang. Kemudian Jabir menyusul sambil berkata, “Aku bersumpah kepada Allah, bahwa
mereka ramai-ramai memakan makanan itu, sedangkan periuk kami mendidih dengan
penuh seperti sediakala dan adonan kami bisa dibuat kue seperti sediakala.
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada
istriku, “Makanlah
dan bagikanlah.”
Ia pun makan dan
mulai menghadiahkannya sepanjang hari itu. Karena itulah, Jabir
ibnu Abdillah al-Anshari
telah menjadi sumber penyiaran dan
petunjuk bagi umat muslim dalam tempo yang lama. Allah telah memanjangkan
umurnya hingga hampir satu abad.
Di suatu tahun, ia
keluar menuju Kerajaan Romawi untuk jihad fi sabilillah. Pasukan itu dipimpin
oleh Malik
ibnu Abdillah al-Khatsami. Malik
berkeliling-keliling dengan tentaranya. Mereka berangkat untuk mengetahui
situasi mereka dan memperkuat kekuatan mereka, serta berbuat baik kepada para
pembesarnya dengan kekuatan yang mereka miliki.
Malik kemudian
bertemu dengan Jabir ibnu Abdillah yang sedang berjalan kaki, padahal ia sedang
membawa keledainya yang diikat dengan tali kekangnya dan dituntun olehnya. Maka
Malik berkata, “Ada apa denganmu, wahai Abu
Abdullah? Kenapa kau tidak menungganginya? Padahal Allah memberikan kemudahan
kepadamu dengan punggungnya yang dapat membawamu.”
Maka ia pun
berkata, “Aku dengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa
yang kedua kakinya berdebu dalam mengerjakan perintah Allah, maka Allah akan
mengharamkannya masuk neraka.’”
Kemudian Malik
meninggalkannya dan pergi hingga esok pagi ia muncul mendahului para tentara.
Kemudian Malik menoleh kepadanya dan memanggilnya dengan suara keras, “Wahai Abu Abdullah, kenapa engkau tidak menunggangi
keledaimu, padahal itu milikmu.”
Jabir pun
mengetahui maksudnya dan menjawabnya dengan suara yang keras, “Aku mendengar
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa
yang kedua kakinya berdebu dalam melaksanakan perintah Allah, maka Allah
mengharamkannya masuk neraka.’”
Orang-orang pun
melompat dari binatang tunggangannya.
Mereka semua
mendapatkan ganjaran ini. Tidak ada pasukan yang pejalan kakinya lebih banyak
dari pasukan itu.
Beruntunglah Jabir
ibnu Abdillah al-Anshari. Ia telah membaiat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam yang mulia, sedangkan ia masih kecil, belum balig, berguru kepada
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam sejak kuku-kukunya masih
halus, meriwayatkan hadits-hadits yang dinukil oleh para perawi hadits,
berjihad bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam padahal ia
seorang pemuda dan menebarkan debu ke kakinya di jalan Allah padahal ia sudah
tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar