Thalhah bin
Ubaidillah RA
Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amru bin Ka'ab bin
Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai.
Ibunya bernama Ash-Sha'bah binti Al Hadrami, saudara perempuan Al Ala'.
Wanita ini telah menyatakan dirinya sebagai seorang muslimah. Beliau seorang
pemuda Quraisy yang memilih profesi sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah
punya kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat
mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua. Pada suatu ketika
Thalhah bin Ubaidillah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra,
Thalhah bin Ubaidillah mengalami peristiwa menarik yang mengubah
garis hidupnya.
Tiba-tiba seorang pendeta
berteriak-teriak,"Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang
berasal dari kota Makkah?." "Ya, aku penduduk Makkah," sahut
Thalhah. "Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama
Ahmad?" tanyanya. "Ahmad yang mana?" "Ahmad
bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi
penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu
hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur,
memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak
muda," sambung pendeta itu.
Ucapan pendeta itu begitu membekas
di hati Thalhah bin Ubaidillah, hingga
tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah.
Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya,"Ada
peristiwa apa sepeninggalku?" "Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As
Siddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang
dikatakannya," jawab mereka.
"Aku kenal Abu Bakar. Dia
seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi
tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena
dia ahli sejarah Quraisy," gumam Thalhah bin Ubaidillah lirih.
Setelah itu Thalhah bin
Ubaidillah langsung mencari Abu Bakar As Siddiq. "Benarkah
Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?" "Betul." Abu
Bakar As Siddiq menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua
Hira' sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar As Siddiq mengajak
Thalhah bin Ubaidillah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar As
Siddiq bercerita Thalhah bin Ubaidillah ganti bercerita tentang
pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar As Siddiq tercengang.
Lalu Abu Bakar As Siddiq mengajak Thalhah bin
Ubaidillah untuk menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang
dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah bin
Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Bagi keluarganya, masuk Islamnya
Thalhah bin Ubaidillah bagaikan petir di siang bolong. Keluarganya
dan orang-orang satu sukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam. Mulanya
dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah bin
Ubaidillah sangat kokoh, mereka akhirnya bertindak kasar. Siksaan demi
siksaan mulai mendera tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda
menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil
mendorong, memecut dan memukuli kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang
terus berteriak mencaci maki Thalhah bin Ubaidillah, yaitu ibunya,
Ash-Sha'bah. Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid
yang menyeret Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin
Ubaidillah mengikat keduanya menjadi satu dan mendorong ke algojo hingga
darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa ini mengakibatkan
Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah digelari Al-Qarinain atau
sepasang sahabat yang mulia. Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan ujian
yang dihadapi Thalhah bin Ubaidillah, semua itu tidak membuatnya surut,
melainkan makin besar bakti dan perjuangannya dalam menegakkan Islam, hingga
banyak gelar dan sebutan yang didapatnya antara lain Assyahidul
Hayy, atau syahid yang hidup.
Julukan ini diperolehnya dalam
perang Uhud. Saat itu barisan kaum Muslimin terpecah belah dan kocar-kacir dari
sisi Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang Anshar dan
Thalhah bin Ubaidillah dari Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang
yang mengawal beliau naik ke bukit tadi dihadang oleh kaum Musyrikin.
"Siapa
berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga," seru
Rasulullah. "Aku Wahai Rasulullah," kata Thalhah bin Ubaidillah. "Tidak, jangan engkau, kau harus
berada di tempatmu."
"Aku wahai Rasulullah," kata
seorang prajurit Anshar. "Ya, majulah," kata
Rasulullah. Lalu prajurit Anshar itu maju melawan prajurit-prajurit kafir.
Pertempuran yang tak seimbang mengantarkannya menemui kesyahidan.
Rasulullah kembali meminta para
sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan selalu saja Thalhah bin
Ubaidillah mengajukan diri pertama kali. Tapi, senantiasa ditahan oleh
Rasulullah dan diperintahkan untuk tetap ditempat sampai 11 prajurit Anshar
gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah bin Ubaidillah sendirian
bersama Rasulullah.
Saat itu Rasulullah berkata kepada
Thalhah bin Ubaidillah,"Sekarang
engkau, wahai Thalhah." Dan majulah
Thalhah bin Ubaidillah dengan semangat jihad yang berkobar-kobar
menerjang ke arah musuh dan menghalau agar jangan menghampiri Rasulullah. Lalu
Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke bukit, kemudian kembali
menyerang hingga tak sedikit orang kafir yang tewas.
Saat itu Abu
Bakar As Siddiq dan Abu Ubaidah
bin Jarrah yang berada agak jauh dari Rasulullah telah
sampai di dekat Rasulullah. "Tinggalkan aku, bantulah Thalhah,
kawan kalian," seru Rasulullah. Keduanya bergegas
mencari Thalhah bin Ubaidillah, ketika ditemukan, Ia dalam keadaan
pingsan, sedangkan badannya berlumuran darah segar. Tak kurang 79 luka bekas
tebasan pedang, tusukan lembing dan lemparan panah memenuhi tubuhnya.
Pergelangan tangannya putus sebelah.
Dikiranya Thalhah sudah gugur,
ternyata masih hidup. Karena itulah gelar syahid yang hidup diberikan
Rasulullah. "Siapa yang ingin melihat orang
berjalan di muka bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah
Thalhah," sabda Rasulullah.
Sejak saat itu bila orang
membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar As Siddiq, maka beliau selalu
menyahut, "Perang hari itu adalah peperangan Thalhah seluruhnya hingga akhir
hayatnya."
Pribadi yang
Pemurah dan Dermawan
Kemurahan dan kedermawanan Thalhah
bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai
tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa. Thalhah bin
Ubaidillah merupakan salah seorang dari sepuluh orang yang pertama masuk
Islam, dimana pada saat itu satu orang bernilai seribu orang.
Sejak awal keislamannya sampai akhir
hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga
dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat. Pernahkah
anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi dataran dan
lembah ? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah. Ia adalah seorang dari kaum
muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan. Istrinya bernama Su'da binti Auf. Pada suatu hari istrinya melihat
Thalhah bin Ubaidillah sedang murung dan duduk termenung sedih.
Melihat keadaan suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya
dan Thalhah mejawab, " Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak
sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan ?" Maka
istrinya berkata, "Uang yang ada ditanganmu itu bagi-bagikanlah kepada
fakir-miskin." Maka dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada
ditangan Thalhah tanpa meninggalkan sepeserpun.
Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah bin Ubaidillah, katanya, "Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam
perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih
dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan
pangannya."
Jaabir bin Abdullah bertutur, "Aku
tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa
diminta." Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki "Thalhah
si dermawan", "Thalhah si pengalir harta", "Thalhah
kebaikan dan kebajikan".
Wafatnya
Thalhah bin Ubaidillah
Sewaktu terjadi pertempuran
"Aljamal", Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali bin Abu
Thalib KWdan memperingatkan agar ia mundur ke
barisan paling belakang. Sebuah panah beracun mengenai betisnya, maka dia
segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian karena lukanya ia
wafat. Thalhah bin Ubaidillah wafat pada usia enam puluh tahun dan dikubur
di suatu tempat dekat padang rumput di Basra.
Dia wafat dalam usia lebih kurang 60
tahun. Dia telah dikaruniai 14 orang putera dan puteri, yaitu:
1. Muhammad As Sajjad
2. Imran
3. Isa
4. Ismail
5. Ishak
6. yaakub
7. Musa
8. Zakaria
9. Yusuf
10.Yahya
11. Aisyah (Istri Mush'ab bin Zubair bin Awwam)
12. Ummu Ishak (Istri Hasan bin Ali)
13. Sha'bah
14.Maryam.
Sesungguhnya Thalhah bin
Ubaidillah berharap bisa gugur ketika berjuang bersama Rasulullah saw saat
menghadapi musuh Islam. Namun, ketentuan Ilahi menghendaki dia tewas di tangan
orang Islam sendiri.
Rasulullah pernah berkata kepada
para sahabat Ra, "Orang
ini termasuk yang gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan
diatas bumi maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah”. Hal itu juga
dikatakan ALLAH dalam firmanNya : "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa
yang telah mereka janjikan kepada ALLAH, maka diantara mereka ada yang gugur.
Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak
merubah janjinya." (Al-Ahzaab: 23).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar