page

Jumat, 23 Maret 2012

Mengenal Istri Rasulullah SAW ( Aisyah "Humaira" )


Siti aiSYah biNti aBu BakaR r.a

Siti Aisyah memiliki gelar ash-Shiddiqah, sering dipanggil dengan Ummu Mukminin, dan nama keluarganya adalah Ummu Abdullah. Kadang-kadang ia juga dijuluki Humaira’. Namun Rasulullah sering memanggilnya Binti ash-Shiddiq. Ayah Aisyah bernama Abdullah, dijuluki dengan Abu Bakar. Ia terkenal dengan gelar ash-Shiddiq. Ibunya bernama Ummu Ruman. Ia berasal dari suku Quraisy kabilah Taimi di pihak ayahnya dan dari kabilah Kinanah di pihak ibu.

Sementara itu, garis keturunan Siti Aisyah dari pihak ayahnya adalah Aisyah binti Abi Bakar ash-Shiddiq bin Abi Quhafah Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Fahr bin Malik. Sedangkan dari pihak ibu adalah Aisyah binti Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abd Syams bin Itab bin Adzinah bin Sabi’ bin Wahban bin Harits bin Ghanam bin Malik bin Kinanah.
Siti Aisyah lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah, bertepatan dengan bulan Juli tahun 614 Masehi, yaitu akhir tahun ke-5 kenabian. Kala itu, tidak ada satu keluarga muslim pun yang menyamai keluarga Abu Bakar ash-Shiddiq dalam hal jihad dan pengorbanannya demi penyebaran agama Islam. Rumah Abu Bakar saat itu menjadi tempat yang penuh berkah, tempat makna tertinggi kemuliaan, kebahagiaan, kehormatan, dan kesucian, dimana cahaya mentari Islam pertama terpancar dengan terang.
Dari perkembangan fisik, Siti Aisyah termasuk perempuan yang sangat cepat tumbuh dan berkembang. Ketika menginjak usia sembilan atau sepuluh tahun, ia menjadi gemuk dan penampilannya kelihatan bagus, padahal saat masih kecil, ia sangat kurus. Dan ketika dewasa, tubuhnya semakin besar dan penuh berisi. Aisyah adalah wanita berkulit putih dan berparas elok dan cantik. Oleh karena itu, ia dikenal dengan julukan Humaira’ (yang pipinya kemerah-merahan). Ia juga perempuan yang manis, tubuhnya langsing, matanya besar, rambutnya keriting, dan wajahnya cerah.
Tanda-tanda ketinggian derajat dan kebahagiaan telah tampak sejak Siti Aisyah masih kecil pada perilaku dan gerak-geriknya. Namun, seorang anak kecil tetaplah anak kecil, dia tetap suka bermain-main. Walau masih kecil, Aisyah tidak lupa tetap menjaga etika dan adab sopan santun ajaran Rasulullah SAW di setiap kesempatan.
Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah merupakan perintah langsung dari Allah, setelah wafatnya Siti Khadijah. Setelah dua tahun wafatnya Khadijah, turunlah wahyu kepada kepada Rasulullah untuk menikahi Aisyah, kemudian Rasulullah segera mendatangi Abu Bakar dan istrinya, mendengar kabar itu, mereka sangat senang, terlebih lagi ketika Rasulullah setuju menikahi putri mereka. Maka dengan segera disuruhlah Aisyah menemui beliau.
Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah terjadi di Mekkah sebelum hjirah pada bulan Syawal tahun ke-10 kenabian. Ketika dinikahi Rasulullah, Siti Aisyah masih sangat belia. Di antara istri-istri yang beliau nikahi, hanyalah Aisyah yang masih dalam keadaan perawan. Aisyah menikah pada usia 6 tahun. Tujuan inti dari pernikahan dini ini adalah untuk memperkuat hubungan dan mempererat ikatan kekhalifahan dan kenabian. Pada waktu itu, cuaca panas yang biasa dialami bangsa Arab di negerinya menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak perempuan menjadi pesat di satu sisi. Di sisi lain, pada sosok pribadi yang menonjol, berbakat khusus, dan berpotensi luar biasa dalam mengembangkan kemampuan otak dan pikiran, pada tubuh mereka terdapat persiapan sempurna untuk tumbuh dan berkembang secara dini.
Pada waktu itu, karena Siti Aisyah masih gadis kecil, maka yang dilangsungkan baru akad nikah, sedangkan perkawinan akan dilangsungkan dua tahun kemudian. Selama itu pula beliau belum berkumpul dengan Aisyah. Bahkan beliau membiarkan Aisyah bermain-main dengan teman-temannya. Kemudian, ketika Aisyah berusaha 9 tahun, Rasulullah menyempurnakan pernikahannya dengan Aisyah. Dalam pernikahan itu, Rasulullah memberikan maskawin 500 dirham. Setelah pernikahan itu, Aisyah mulai memasuki rumah tangga Rasulullah.
Pernikahan seorang tokoh perempuan dunia tersebut dilangsungkan secara sederhana dan jauh dari hura-hura. Hal ini mengandung teladan yang baik dan contoh yang bagus bagi seluruh muslimah. Di dalamnya terkandung hikmah dan nasehat bagi mereka yang menganggap penikahan sebagai problem dewasa ini, yang hanya menjadi simbol kemubaziran dan hura-hura untuk menuruti hawa nafsu dan kehendak yang berlebihan.
Dalam hidupnya yang penuh jihad, Siti Aisyah wafat dikarenakan sakit pada usia 66 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan, tahun ke-58 Hijriah. Ia dimakamkan di Baqi’. Aisyah dimakamkan pada malam itu juga (malam Selasa tanggal 17 Ramadhan) setelah shalat witir. Ketika itu, Abu Hurairah datang lalu menshalati jenazah Aisyah, lalu orang-orang pun berkumpul, para penduduk yang tinggal di kawasan-kawasan atas pun turun dan datang melayat. Tidak ada seorang pun yang ketika itu meninggal dunia dilayat oleh sebegitu banyak orang melebihi pelayat kematian Aisyah.


Rasulullah SAW membuka lembaran kehidupan rumah tangganya dengan Aisyah r.a yang telah banyak dikenal. Ketika wahyu datang pada Rasulullah SAW, Jibril membawa kabar bahwa Aisyah adalah istrinya didunia dan diakhirat, sebagaimana diterangkan didalam hadits riwayat Tirmidzi dari Aisyah r.a, Jibril datang membawa gambarnya pada sepotong sutra hijau kepada Nabi SAW, lalu berkata.’ Ini adalah istrimu didunia dan di akhirat.” Dialah yang menjadi sebab atas turunnya firman Allah SWT yang menerangkan kesuciannya dan membebaskannya dari fitnah orang-orang munafik.
Aisyah dilahirkan empat tahun sesudah Nabi SAW diutus menjadi Rasul. Semasa kecil dia bermain-main dengan lincah, dan ketika dinikahi Rasulullah SAW usianya belum genap sepuluh tahun. Dalam sebagian besar riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW membiarkannya bermain-main dengan teman-temannya. Dua tahun setelah wafatnya Khadijah r.a datang wahyu kepada Nabi SAW untuk menikahi Aisyah r.a. Setelah itu Nabi SAW berkata kepada Aisyah, ” Aku melihatmu dalam tidurku tiga malam berturut-turut. Malaikat mendatangiku dengan membawa gambarmu pada selembar sutra seraya berkata,’ Ini adalah isterimu.’ Ketika aku membuka tabirnya, tampaklah wajahmu. Kemudian aku berkata kepadanya,’ Jika ini benar dari Allah SWT , niscaya akan terlaksana.”
Mendengar kabar itu, Abu Bakar dan isterinya sangat senang, terlebih lagi ketika Rasulullah SAW setuju menikahi puteri mereka, Aisyah. Beliau mendatangi rumah mereka dan berlangsunglah pertunangan yang penuh berakah itu. Setelah pertunangan itu, Rasulullah SAW hijrah ke Madinah bersama para sahabat, sementara isteri-isteri beliau ditinggalkan di Makkah. Setelah beliau menetap di Madinah, beliau mengutus orang untuk menjemput mereka, termasuk didalamnya Aisyah r.a. Dengan izin Allah SWT menikahlah Aisyah dengan mas kawin 500 dirham.
Aisyah tinggal dikamar yang berdampingan dengan masjid Nabawi. Dikamar itulah wahyu banyak turun, sehingga kamar itu disebut juga sebagai tempat turunnya wahyu. Dihati Rasulullah SAW, kedudukan Aisyah sangat istimewa, dan tidak dialami oleh isteri-isteri beliau yang lain. Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dikatakan, ” Cinta pertama yang terjadi didalam Islam adalah cintanya Rasulullah SAW kepada Aisyah r.a.”
Didalam riwayat Tirmidzi dikisahkan “Bahwa ada seseorang yang menghina Aisyah dihadapan Ammar bin Yasir sehingga Ammar berseru kepadanya,’ Sungguh celaka kamu. Kamu telah menyakiti istri kecintaan Rasulullah SAW. ” Sekalipun perasaan cemburu isteri-isteri Rasulullah SAW terhadap Aisyah sangat besar, mereka tetap menghargai kedudukan Aisyah yang sangat terhormat. Bahkan ketika Aisyah wafat, Ummu Salamah berkata, ‘Demi Allah SWT, dia adalah manusia yang paling beliau cintai selain ayahnya (Abu Bakar)’.
Di antara isteri-isteri Rasulullah SAW, Saudah bin Zum`ah sangat memahami keutamaan-keutamaan Aisyah, sehingga dia merelakan seluruh malam bagiannya untuk Aisyah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Aisyah sangat memperhatikan sesuatu yang menjadikan Rasulullah SAW rela. Dia menjaga agar jangan sampai beliau menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan darinya. Karena itu, salah satunya, dia senantiasa mengenakan pakaian yang bagus dan selalu berhias untuk Rasulullah SAW. Menjelang wafat, Rasulullah SAW meminta izin kepada isteri-isterinya untuk beristirahat dirumah Aisyah selama sakitnya hingga wafat.
Dalam hal ini Aisyah berkata, “Merupakan kenikmatan bagiku karena Rasulullah SAW wafat dipangkuanku.” Bagi Aisyah, menetapnya Rasulullah SAW selama sakit dikamarnya merupakan kehormatan yang sangat besar karena dia dapat merawat beliau hingga akhir hayat. Rasulullah SAW dikuburkan dikamar Aisyah, tepat ditempat beliau meninggal. Sementara itu, dalam tidurnya, Aisyah melihat tiga buah bulan jatuh ke kamarnya. Ketika dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, Abu Bakar berkata, “Jika yang engkau lihat itu benar, maka dirumahmu akan dikuburkan tiga orang yang paling mulia dimuka bumi.” Ketika Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar berkata, “Beliau adalah orang yang paling mulia diantara ketiga bulanmu.” Ternyata Abu Bakar dan Umar dikubur dirumah Aisyah.
Setelah Rasulullah SAW wafat, Aisyah senantiasa dihadapkan pada cobaan yang sangat berat, namun dia menghadapinya dengan hati yang sabar, penuh kerelaan terhadap taqdir Allah SWT dan selalu berdiam diri didalam rumah semata-mata untuk taat kepada Allah SWT. Rumah Aisyah senantiasa dikunjungi orang-orang dari segala penjuru untuk menimba ilmu atau untuk berziarah kemakam Nabi SAW.
Ketika isteri-isteri Nabi SAW  hendak mengutus Ustman menghadap khalifah Abu Bakar untuk menanyakan harta warisan Nabi SAW yang merupakan bagian mereka, Aisyah justru berkata, “Bukankah Rasulullah SAW telah berkata, ‘Kami para nabi tidak meninggalkan harta warisan. Apa yang kami tinggalkan itu adalah sedekah.” Dalam penetapan hukum pun, Aisyah kerap langsung menemui wanita-wanita yang melanggar syariat Islam. Didalam Thabaqat, Ibnu Saad mengatakan bahwa Hafshah binti Abdurrahman menemui Ummul Mukminin Aisyah r.a. Ketika itu Hafshah mengenakan kerudung tipis.
Secepat kilat Aisyah menarik kerudung tersebut dan menggantinya dengan kerudung yang tebal. Aisyah tidak pernah mempermudah hukum kecuali jika sudah jelas dalilnya dari Al Qur`an dan Sunnah. Aisyah adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah SAW sehingga banyak menyaksikan turunnya wahyu kepada beliau. Aisyah pun memiliki kesempatan untuk bertanya langsung kepada Rasulullah SAW jika menemukan sesuatu yang belum dia pahami tentang suatu ayat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ia memperoleh ilmu langsung dari Rasulullah SAW. Aisyah termasuk wanita yang banyak menghafalkan hadits-hadits Nabi SAW, sehingga para ahli hadits menempatkan dia pada urutan kelima dari para penghafal hadits setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik dan Ibnu Abbas.
Dalam hidupnya yang penuh dengan jihad, Sayyidah Aisyah wafat pada usia 66 thn, bertepatan dengan bulan Ramadhan,thn ke-58 H, dan dikuburkan di Baqi`. Kehidupan Aisyah penuh dengan kemuliaan, kezuhudan, ketawadhuan, pengabdian sepenuhnya kepada Rasulullah SAW, selalu beribadah serta senantiasa melaksanakan shalat malam. Selain itu, Aisyah banyak mengeluarkan sedekah sehingga didalam rumahnya tidak akan ditemukan uang satu dirham atau satu dinar pun. Dimana sabda Rasul, “Berjaga dirilah engkau dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma.” (HR. Ahmad )

Kisah Kedermawanan Siti Aisyah ra.

Dikisahkan, suatu hari Siti Aisyah ra. Mendapat hadiah dua buah kantung harta, yang masing-masing berisi uang 100.000 dirham. Kemudian Aisyah membagi-bagi uang tersebut kepada fakir miskin dari pagi hingga sore hari sehingga uang tersebut habis tak tersisa. Kebetulan hari itu Siti Aisyah sedang berpuasa, dan tidak mempunyai makanan untuk berbuka, kecuali hanya sedikit. Aisyah berkata kepada pembantunya, “ Bawalah makanan untuk berbuka.” Kemudian pembantunya itu membawa sepotong roti dan minyak zaitun. Aisyah bertanya, “ Adakah makanan yang lebih baik daripada ini?”. Pembantunya menjawab, “ Seandainya engkau menyisakan satu dirham saja, tentu kita dapat membeli sepotong daging”. Aisyah berkata, “ Mengapa engkau baru mengatakannya sekarang? Seandainya engkau meminta sejak tadi siang, tentu saya akan memberikan kepadamu uang satu dirham”.

Subhanallah. Kisah yang susah untuk ditiru. Siti Aisyah sering mendapatkan hadiah seperti itu, diantaranya dari
Amir Muawiyyah ra, Abdullah bin Umar ra, Zubair ra, dan Sahabat lainnya, karena pada saat itu kaum muslimin sering memperoleh kemenangan dalam peperangan. Sehingga para sahabat banyak memiliki harta kekayaan dari Ghanimah ( harta rampasan perang ). Walaupun pada saat itu kaum muslimin banyak memiliki harta kekayaan, namun mereka tetap hidup dalam keadaan sangat sederhana. Bayangkan saja, pada hari itu Siti Aisyah membagi-bagikan uang sebanyak 200.000 dirham kepada fakir miskin, tetapi beliau sendiri tidak memiliki sepotong daging untuk berbuka puasa.

Kisah-kisah seperti itu jarang terjadi pada jaman sekarang, bahkan kita merasa aneh dan ragu dengan kebenaran tentang kisah seperti itu. Tapi pada masa itu, peristiwa seperti itu memang terjadi. Karena mereka memiliki keimanan dan kecintaan yang amat kuat tentang kehidupan akhirat nanti.

Ada kisah lain lagi tentang Siti Aisyah ra. Pada suatu hari, Aisyah sedang berpuasa, dan tidak ada makanan dirumahnya kecuali hanya sepotong roti. Tiba-tiba datanglah seorang pengemis dan meminta sedikit makanan kepadanya. Kemudian Aisyah memerintahkan kepada pembantunya agar memberikan sepotong roti tadi kepada pengemis itu. Pembantunya berkata, “ Jika kita memberikan roti ini, kita tidak memiliki makanan untuk berbuka puasa”. Aisyah menjawab, “ Biarlah, berikan saja roti itu kepadanya”. Kemudian roti tersebut diberikan kepada pengemis itu.

Kisah yang lain lagi, Urwah ra, berkata, “ Pada suatu hari, saya melihat Aisyah bersedekah sebanyak 70.000 dirham, sedangkan saat itu beliau mengenakan pakaian yang sangat sederhana dan bertambal”.

Itulah kehidupan keluarga dan para sahabat Rasulullah SAW. Mereka amat gemar bersedekah. Mereka lebih mengutamakan orang lain, padahal dia sendiri membutuhkannya. Semangat mereka dalam menjalankan agama begitu tinggi dan mempesona, bagi orang-orang yang menyaksikannya. Jika kita merasa aneh, dan meragukan kebenaran kisah-kisah seperti itu, bisa jadi itu diakibatkan karena kita terlalu mencintai kehidupan dunia. Padahal kehidupan dunia itu adalah kesenangan yang menipu. Sebagaimana firman Allah SWT,
“ Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan diantara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaanNya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. “ [ Q.S. Al-Hadid : 20 ]


   

        "Wahai aisyah, janganlah kamu tidur sebelum mengamalkan empat perkara, yaitu";

1. Hatamkanlah (tuntaskan membaca) Al Quran
2. Jadikanlah para Nabi itu yang memberi syafaat (pertolongan) bagimu di hari        kiamat nanti.
3. Jadikanlah kaum muslimin itu ridha kepadamu.
4. Lakukan ibadah haji dan umrah.


Sesudah bersabda demikian Rasulullah SAW masuk untuk melakukan shalat, maka tinggallah Aisyah sendiri di atas ranjang sampai Rasulullah SAW sudah menyempurnakan shalatnya. Tatkala Rasulullah SAW sudah selesai shalat, Aisyah berkata kepadanya, 
       
     "Ya, Rasulullah, empat perkara amalan di atas itu bagi bapakku, ibuku dan saudara wanitaku pada saat sekarang tidak mungkin melakukannya".
       
Mendengar penuturan Aisyah tersebut Rasulullah SAW tersenyum, seraya berkata,
       
        
"Ketika kamu membaca Surat Al Ikhlas sebanyak tiga kali, itu berarti sudah menghatamkan Al Quran. Ketika kamu membaca shalawat kepadaku dan kepada nabi (yang datang) sebelumku, itu berarti kamu akan memperoleh pertolongan syafaat besok pada hari kiamat. Ketika kamu memohonkan ampunan kepada seluruh orang mukmin, maka mereka semua ridha kepadamu. Ketika kamu membaca kalimat -maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah dan Allah maha besar- maka kamu (sama dengan) melakukan ibadah haji dan umrah".(riwayat Bukhari)

Empat hal yang diwasiatkan Rasulullah SAW kepada Aiysah itu merupakan pegangan hidup bagi setiap orang yang beriman dan juga pelindung bagi keselamatan diri di dunia dan akhirat.

Pertama;
Rasulullah SAW menganjurkan membaca Surat Al Ikhlas sebelum tidur karena hikmah dan keutamaannya diantaranya adalah sama dengan menghatam Al Quran.

Kedua;
Rasulullah SAW menganjurkan banyak membaca shalawat karena dapat melapangkan rejeki, penyelamat dari fitnah dan sebagai perantara untuk memperoleh syafaat atau perlindungan dari Rasulullah SAW di akhirat nanti.

Ketiga;
Rasulullah menganjurkan untuk mendoakan dan menolong kepada sesama mukmin. Dengan cara demikian orang-orang mukmin akan ridha dan senang.

Keempat;
Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk membaca tasbih, hamdalah, tahlil dan takbir setiap akan tidur karena pahala dari bacaan tersebut di atas sama dengan melakukan ibadah haji. Ibadah haji adalah rukun iman yang harus dilaksanakan bagi orang yang mampu dan telah memenuhi persyaratan.Tidak semua ummat muslim mampu melakukannya, maka Rasulullah SAW memberikan amalan yang nilai pahalanya sama dengan melakukan ibadah haji di tanah haram.

Subhanallah,.........

1 komentar:

Da'imaturrahmawati mengatakan...

Subhanallah.... tauladan bagi muslimah,..